Demo Marah pada Erdogan Makin Membesar: Turki Jadi Negara Otoriter atau Demokratis?'
Demo kemarahan pada pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan semakin membesar di Turki. Protes jalanan ini dipicu oleh penangkapan Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu, rival terkuat Erdogan untuk pemilihan presiden 2028.
“Ada kemarahan yang besar. Orang-orang turun ke jalan secara spontan. Beberapa anak muda dipolitisasi untuk pertama kalinya dalam hidup mereka,” kata Yuksel Taskin, seorang anggota Parlemen dari partai oposisi utama; CHP.
Penangkapan Wali Kota Ekrem Imamoglu pada Rabu terjadi hanya beberapa hari sebelum CHP secara resmi mencalonkannya sebagai kandidat presiden untuk pemilihan presiden 2028.
Penangkapan Imamoglu, yang dituduh korupsi dan menjalin hubungan dengan organisasi teroris, memicu gelombang protes yang menyebar dalam waktu 48 jam ke lebih dari dua pertiga dari 81 provinsi di Turki, bahkan termasuk basis kuat Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)—partai berkuasa pimpinan Erdogan—seperti daerah pusat Konya, serta Trabzon dan Rize di Laut Hitam.
Meskipun protes dilarang dan pasukan polisi berjaga di jalan dalam jumlah besar, massa pengunjuk rasa yang besar telah turun ke jalan, termasuk banyak mahasiswa yang biasanya tidak terlihat terlibat dalam politik.
Protes tersebut merupakan yang terbesar di Turki sejak demonstrasi besar-besaran tahun 2013, yang dimulai di Gezi Park, Istanbul, untuk memprotes pembongkarannya dan menyebar ke hampir seluruh negeri.
"Perasaan terjebak—secara ekonomi, sosial, politik, dan bahkan budaya—sudah menyebar luas," kata Kemal Can, jurnalis dan penulis sejumlah buku tentang masyarakat Turki kepada AFP, Senin (24/3/2025).
Penangkapan Imamoglu, katanya, telah memicu reaksi keras, "terutama di kalangan anak muda yang khawatir tentang masa depan mereka di negara yang kebebasannya semakin dibatasi. Reaksi itu jauh melampaui Imamoglu."
“Anak-anak Para Perampas”
“Kami adalah anak-anak para ‘perampas’ yang kini telah dewasa,” demikian bunyi slogan yang diusung oleh banyak pengunjuk rasa muda, menggunakan istilah kuno yang dicetuskan Erdogan untuk para pengunjuk rasa Gezi Park tahun 2013 saat dia menjabat sebagai perdana menteri.“Ini bukan hanya tentang CHP, tetapi tentang semua orang. Pertanyaannya adalah apakah Turki akan hidup di bawah rezim otoriter atau menjadi negara demokratis,” kata Ilhan Uzgel, yang menangani hubungan eksternal partai tersebut.
Dalam upaya untuk menonjolkan sifat non-partisan dari gerakan protes tersebut, CHP telah mengundang semua warga Turki, bukan hanya anggota partai, untuk bergabung dalam pemungutan suara primer simbolisnya pada hari Minggu ketika Imamoglu akan dinobatkan sebagai kandidat presiden partai.
“Kami bertekad untuk menyelenggarakan pemilihan primer ini meskipun (pemerintah) berusaha menghalanginya. Namun, pemilihan ini akan tetap dilaksanakan,” tegas Uzgel.
Oposisi pro-Kurdi; DEM—partai besar ketiga di Parlemen—, juga telah memberikan dukungannya terhadap protes yang telah berlangsung selama tiga malam berturut-turut di luar Balai Kota Istanbul.
“Dengan menggunakan peradilan, mereka mencoba membentuk kembali oposisi untuk mengonsolidasikan rezim,” jelas anggota Parlemen dari DEM, Ibrahim Akin.
Memecah Belah Oposisi
Pemerintah secara berkala menuduh DEM memiliki hubungan dengan militan Kurdi terlarang PKK, yang dimasukkan dalam daftar hitam Ankara sebagai kelompok teroris.Namun dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Turki telah berupaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun dan bulan lalu, pendiri PKK yang dipenjara Abdullah Ocalan mendesak para milisinya untuk meletakkan senjata dan membubarkan diri.
“Selama beberapa tahun, pemerintah telah berupaya memecah belah oposisi, atau membuatnya tetap terikat dengan masalah internal. Pemerintah telah berhasil beberapa kali. Namun kali ini, oposisi telah menggagalkan strategi ini,” kata Can.
Bagi Gonul Tol dari Middle East Institute yang berpusat di Washington, upaya pemerintah untuk “menciptakan perpecahan” antara DEM dan CHP melalui pendekatan perdamaiannya terhadap PKK jelas telah gagal, setelah DEM menentang keras penangkapan Imamoglu.
“Pemerintah sekarang tampaknya melihat berapa lama gelombang ketidakpuasan ini akan berlangsung, dengan harapan dapat melemahkannya melalui tekanan, larangan protes, dan penangkapan,” kata Can.
"Jika oposisi menyerah pada ancaman dari pihak berwenang yang menuduhnya memprovokasi jalan, dan memberi kesan tekadnya telah melemah, pemerintah akan meningkatkan tekanan," katanya.
"Hari-hari mendatang akan menjadi sangat penting,” imbuh dia.