5 Alasan Tom Lembong Gugat Praperadilan Status Tersangka Korupsi
JAKARTA - Kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tentang sah tidaknya penetapan dan penahanan kliennya di kasus dugaan korupsi komoditas gula pada Selasa (5/11/2024). Ada sejumlah poin yang membuat Tom Lembong mengajukan gugatannya itu.
"Pertama, hak untuk mendapatkan penasihat hukum. Klien kami tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka," ujar pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir pada wartawan, Selasa (5/11/2024).
Menurutnya, itu menjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan ketentuan hukum yang berlaku, yang seharusnya menjamin hak setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum. Kedua, kurangnya bukti permulaan.
Penetapan tersangka terhadap Tom Lembong tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang diatur dalam KUHAP.
"Tim Penasihat Hukum menilai bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum," tuturnya.
Ketiga, kata dia, proses penyidikan yang sewenang-wenang. Pihaknya mengklaim proses penyidikan yang dilakukan Kejagung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan kliennya.
"Keempat, penahanan yang tak berdasar. Penahanan klien kami dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan. Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," katanya.
Kelima, tambah Ari, tak ada bukti perbuatan melawan hukum. Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, juga tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang iain, dan/atau korporasi.
"Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami," paparnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula. Kejagung menilai, Tom Lembong memberikan perizinan impor saat Indonesia surplus gula.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyatakan, surplus gula tersebut berdasarkan rapat koordinasi (rakor) antar kementerian pada tanggal 12 Mei 2015 yang salah satunya menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula.
Namun, di tahun yang sama Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) ke PT AP sebanyak 105 ribu ton.
Qohar melanjutkan, sesuai dengan keputusan Menteri Perdagangan dan Peridustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor gula kristal putih (GKP) adalah BUMN.
"Tetapi berdasarkan persujuan impor yang telah dikeluarkan oleh tersangka TTL, impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP," kata Qohar.
Impor GKM itu juga dilakukan tanpa adanya rakor dengan intansi terkait. Selain itu, impor juga dilakukan tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.
"Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku negara dirugikan kurang lebih Rp400 miliar," ujarnya.