Seratus Tahun Al Falah Ploso, Maruf Amin: Mercusuar Ilmu dan Dakwah
KEDIRI – Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri menggelar acara puncak peringatan harlah 100 tahun dengan suasana penuh khidmat. Acara ini menjadi puncak dari serangkaian kegiatan besar yang dilaksanakan untuk memperingati perjalanan 1 abad pondok pesantren yang telah berkontribusi signifikan bagi pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.
Kegiatan ini mengajak seluruh hadirin untuk merefleksikan perjuangan para pendiri pesantren, khususnya Kiai Ahmad Djazuli Utsman dan Nyai Hj. Rodliyah, dalam mendirikan dan mengembangkan Al Falah Ploso selama satu abad terakhir.
“Perjuangan Mbah Yai Djazuli dan Nyai Rodliyah menjadi inspirasi bagi kita semua. Seratus tahun bukan waktu yang singkat, namun ini baru awal dari perjalanan panjang khidmah pesantren untuk bangsa. Peringatan 1 abad ini adalah refleksi perjalanan bagi kami generasi penerus agar tetap istiqomah,” ujar Ketua Umum 1 Abad Al Falah, Gus H.M Ma’mun, Kamis (2/1/2025).
Harlah 100 Tahun Pondok Pesantren Al Falah Ploso bukan sekadar perayaan, melainkan momentum untuk merenungkan perjalanan panjang pondok dalam melahirkan generasi penerus bangsa.
Dengan berbagai program dan penghargaan, acara ini menjadi bukti nyata komitmen Al Falah Ploso dalam menjaga tradisi keilmuan sambil menjawab tantangan zaman.
“Semoga peringatan ini menjadi tonggak baru dalam upaya kita melanjutkan perjuangan para pendiri, membawa pesantren menuju abad berikutnya dengan penuh khidmah dan kontribusi nyata,” tutup Gus Ma’mun.
Wapres ke-13 RI, Kiai Ma’ruf Amin, memberikan testimoninya diikuti oleh tokoh lain seperti Kiai Kafabihi Mahrus Pengasuh Ponpes Lirboyo, Kiai Said Aqil Siradj, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Syaifullah Yusuf dan sambutan secara virtual dari tokoh nasional seperti Kapolri dan tokoh-tokoh lainnya.
“Pondok ini adalah salah satu bukti nyata bahwa perjuangan ulama tidak pernah sia-sia. Pesantren Al Falah adalah pabriknya kiai sejak 100 tahun lalu. Dan produk kiai itu telah membuat pabrik-pabrik lagi. Semoga Al Falah terus menjadi mercusuar ilmu dan dakwah,” tutup Ma’ruf Amin.
Sementara itu Ketua PBNU Kiai Yahya Kholil Staquf yang datang lebih awal menyampaikan atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghanturkan selamat 100 tahun pondok pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
"Telah 100 tahun pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Ahmad Djazuli Utsman mempersembahkan khidmah paripurna menjadi sandaran barokah ilmu bagi santri-santrinya. Meninggalkan jejak jejak berskala peradaban yang luar biasa,”ujarnya.
“Masyarakat ahlusunnah wal jamaah dan jamiah Nahdlatul Ulama berhutang besar pada jasa jasa ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri ini dan para masayikhnya. Semoga keberkahan Al Falah dilanggengkan oleh Allah Ta’ala," tutup Gus Yahya.
Pondok Pesantren Al Falah Ploso, salah satu pesantren besar di Indonesia, kini genap berusia 1 abad. Berdiri kokoh sejak 1 Januari 1925, pesantren ini merupakan buah perjuangan luar biasa dari pasangan suami istri KH Djazuli Utsman dan Nyai Hj Rodliyah. Keduanya dikenal sebagai sosok visioner yang mendedikasikan hidup untuk pendidikan Islam dan pengembangan pesantren.
Perjalanan Hidup Kiai Djazuli Utsman
Kiai Djazuli Utsman lahir pada 16 Mei 1900 di Kediri. Ia berasal dari keluarga religius, putra Raden Mas Muhammad Utsman, seorang penghulu di Ploso, dan Mas Ajeng Muntaqinah, keturunan mubaligh. Sejak kecil, Djazuli dikenal cerdas dan disiplin, terbukti dari pendidikannya yang meliputi Sekolah Rakjat, MULO, HIS, hingga Sekolah Kedokteran Pribumi (STOVIA) di Batavia.
Namun, nasihat dari Kiai Muhammad Ma’ruf, seorang ulama dari Kedunglo, Kediri, mengubah arah hidupnya. Ia disarankan untuk meninggalkan pendidikan formal dan mendalami ilmu agama di pesantren.
Sebagai anak yang berbakti, Djazuli mengikuti saran tersebut dan memulai perjalanan panjang menuntut ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain, termasuk di Gondanglegi (Nganjuk), Pesantren Sono (Sidoarjo), Sekarputih (Nganjuk), hingga Tebuireng (Jombang) di bawah asuhan Hadratus Syekh KH Hasyim Asya’ri.
Perjalanan intelektual Djazuli tidak hanya di tanah air. Pada 1922, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Masjidil Haram, Makkah. Namun, situasi politik yang memanas akibat kudeta Wahabi memaksanya kembali ke Indonesia. Sepulangnya, Djazuli melanjutkan pengabdian dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Falah di Ploso pada 1 Januari 1925 .
Dengan tekad yang kuat, sebelumnya pada pertengahan 1924 Kiai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah kolonial Belanda. Dan pada 1 Januari 1925 surat tersebut turun.
Peran Nyai Hj Rodliyah: Srikandi di Balik Kesuksesan Pesantren
Nyai Hj Rodliyah, istri KH Djazuli Utsman, lahir di Durenan, Trenggalek, pada tahun 1912. Terlahir dalam lingkungan pesantren, ia mendapatkan pendidikan agama langsung dari ayahnya, KH Mahyin. Setelah menikah dengan KH Djazuli pada 15 Agustus 1930, Nyai Rodliyah menjadi pendamping setia yang tidak hanya mendukung, tetapi juga memimpin roda ekonomi pesantren.
Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah, “Pun, sampean ngaji mawon, kulo sing ngurusi sangu” (Sudah, sampean fokus mengaji, saya yang mengurus kebutuhan keluarga). Ia berdagang kain keliling dan berjualan sayur untuk mencukupi kebutuhan pesantren, sementara KH Djazuli fokus pada pendidikan santri.
Nyai Rodliyah juga dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam ibadah. Ia rutin menjalankan shalat tahajud, puasa sunnah, dan membaca Al-Qur’an hingga khatam setiap tiga hingga lima hari sekali. Keteguhan hati dan dedikasinya menjadikan beliau sebagai teladan ummul ma’had, ibunda pesantren.
Perkembangan Pesantren Al Falah
Pesantren Al Falah tumbuh menjadi lembaga pendidikan Islam yang besar. Pada 1928, dibangun asrama pertama bernama Pondok Darussalam, disusul Pondok Cahaya sebagai tempat mujahadah. Pada 1939, dibangun Kompleks Andayani yang dilengkapi dengan mushola dan gedung asrama dua lantai.
Hingga kini, pesantren ini terus berkembang dan menjadi pusat pendidikan berbasis salaf yang tidak hanya mendidik ribuan santri, tetapi juga melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat.
Betapa luar biasanya KH Ahmad Djazuli Utsman memiliki kedekatan dengan Allah Ta’ala mengambil tarekat yang paling berat, yang paling tidak menjanjikan yaitu tarekat ta'lim wa ta'allum (belajar dan mengajar).
Selain itu Kiai Djazuli juga memiliki semboyan 'Afdlolutthuruqi ilallah thoriqotutta'lim watta'allum. Kiai Djazuli juga Istiqamah fi ibadah wa ubudiyah, istiqamah fi ta'lim wa ta'allum. Seperti yang disampaikan KH Nurul Huda Djazuli , Kiai Djazuli sehari ngaji tidak kurang dari 15 bahkan sampai 18 kitab setiap hari.
Peninggalan Abadi
KH Djazuli wafat pada 22 Oktober 1967, meninggalkan warisan berupa pesantren yang menjadi cahaya ilmu bagi umat Islam. Sementara Nyai Hj Rodliyah wafat pada 11 September 1996, di usia 84 tahun. Keduanya telah memberikan teladan tentang keikhlasan, perjuangan, dan pengabdian yang tiada henti untuk pendidikan Islam.
Pesantren Al Falah Ploso, yang kini berusia 1 abad, adalah bukti nyata dari perjuangan pasangan ini. Dengan tema peringatan “Melestarikan Ngaji, Meneguhkan Khidmah Al Falah untuk Bangsa,” generasi penerus diharapkan dapat terus menjaga dan mengembangkan warisan keilmuan ini untuk umat dan bangsa.
"Saya mohon doa kepada semua agar Pondok Pesantren Al-Falah yang usianya sudah 1 abad ini bisa lestari, dan istiqamah hingga Yaumil Qiyamah. Serta anak, dan cucu KH Ahmad Djazuli Utsman diberikan himmah aliyah (semangat tinggi)," pinta KH Abdurrahman Al Kautsar, salah satu pengasuh Ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri