Pertimbangan MK Hapus Presidential Threshold: Langgar Hak Politik dan Kedaulatan Rakyat
JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo menghapus ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Keputusan itu diambil setelah presidential threshold dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Sebelumnya, MK telah menerima gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Suhartoyo melansir YouTube MKRI di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Tak hanya itu, Suhartoyo juga mengatakan bahwa presidential threshold juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Alasan inilah yang menjadi dasar bagi MK untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.
Lebuh lanjut, Suhartoyo juga menilai, pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” katanya dilansir dari laman NU Online.
Senada, Hakim Konstitusi, Saldi Isra juga mengatakan saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 penghapusan presidential threshold tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
BNN Kabupaten Tuban Gelar Razia Tempat Hiburan Malam di 3 Titik Kawasan Jalan Raya Tuban - Semarang
Dalam pertimbangan hukumnya, Saldi mengakui telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” tandasnya.