Kisah Laksamana Muda John Lie, Pelaut Legendaris Selundupkan Senjata untuk Pejuang RI

Kisah Laksamana Muda John Lie, Pelaut Legendaris Selundupkan Senjata untuk Pejuang RI

Terkini | inews | Sabtu, 21 September 2024 - 06:15
share

JAKARTA, iNews.id - John Lie merupakan tokoh Angkatan Laut berdarah Tionghoa yang berjasa besar selama perang kemerdekaan. John Lie mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2009.

The Great Smuggler with the Bible, penyelundup hebat dengan Injil, julukan yang diberikan pers asing kepada John Lie. Wartawan Majalah Life, Roy Rowan, berkesempatan menuliskan kisah pelaut asal Sulawesi Utara itu dalam tulisan berjudul “Guns-and Bibles-are smuggled to Indonesia” yang terbit di Life pada 1949. Julukan itu disematkan karena kebiasaan John Lie membawa Injil saat misi penyelundupan.

“Namanya adalah John Lie (dibaca Lee). Dia menyimpan dua Injil di anjungan kapal: satu berbahasa Inggris dan satu berbahasa Belanda. Dinding kabinnya yang sempit ditutupi dengan nasihat-nasihat keagamaan,” tulis Roy Rowan dalam artikel tersebut.

Lie memang menganggap perjuangannya untuk kemerdekaan seperti misi keagamaan. Melihat Belanda hendak menghalangi kemerdekaan Indonesia, Lie pun berjuang sebagai penyelundup senjata. Dia berdoa supaya negerinya bisa menjadi taman surga (garden of eden). Hanya saja di taman surga ini tidak boleh ada orang Belanda, katanya.

John Lie lahir dengan nama Lie Tjeng Tjoan di Manado, Sulawesi Utara pada 9 Maret 1911. Berdasarkan catatan Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut, John Lie awalnya bekerja sebagai Mualim III di kapal pelayaran niaga milik Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM).

Mualim III atau 3rd Officer bertanggung jawab mengatur dan memeriksa alat-alat keselamatan kapal. Lie memang sengaja pergi ke Batavia pada umur 17 tahun karena ingin menjadi pelaut.

“Ketika saya masih muda, saya berbuat kesalahan. Tuhan menyuruh saya untuk melanjutkan hidup, jadi saya ke laut. Saya menghabiskan 15 tahun di kapal Belanda, berlayar di antara Durban dan Shanghai,” kata Lie kepada Roy Rowan.

Setelah Perang Dunia II selesai dan kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Lie bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Lie yang berpangkat Kapten mula-mula ditugaskan di Cilacap, Jawa Tengah. Karena pengalaman melautnya sudah segudang dan juga jasa-jasanya (termasuk membersihkan ranjau Jepang), pangkat Lie dinaikkan menjadi Mayor.

Selama masa perang kemerdekaan (1945-1949), Lie menyelundupkan persenjataan hingga bahan pangan ke Tanah Air untuk membantu perlawanan kaum Republik. Dengan kapal kecilnya, dia menembus blokade dan menghindari sergapan kapal-kapal patroli Angkatan Laut Belanda.

Ada kalanya Lie membawa kapalnya ke teluk kecil dekat daratan Sumatera, menutupinya dengan ranting-ranting, menunggu pesawat dan kapal patroli Belanda menjauh.

John Lie memakai kapal kecil yang diberi nama The Outlaw. Kapal itu kecil sehingga membuat gelombang laut menjadi tantangan tambahan untuk Lie dan para krunya. Hebatnya, The Outlaw berhasil membawa senjata-senjata dari Singapura untuk perjuangan melawan Belanda. Senjata itu didapat dari barter ekspor hasil bumi dari Nusantara. Salah satu komoditas yang diekspor ketika itu adalah karet.

Pemerintah meresmikan The Outlaw menjadi kapal Republik Indonesia dengan nama PPB 58 LB setelah Lie membawa senjata ke Labuhan Bilik, Riau, Pulau Sumatra. Lie kemudian membuat basis di Port Swettenham Malaya untuk keperluan menyuplai senjata, pangan hingga bahan bakar.

Seolah jiwanya dilindungi Tuhan yang dia cintai, Lie selalu berhasil selamat dalam setiap misi penyelundupannya. Sekiranya ada 15 misi penyelundupan yang pernah dia jalani.

Pernah suatu ketika kapal Lie terpergok pesawat patroli Belanda. Namun, tanpa alasan yang jelas pesawat itu urung menembak. Lie juga pernah ditangkap otoritas Inggris di Singapura. Karena tidak terbukti melanggar hukum, Lie pun dibebaskan.

Setelah perang kemerdekaan, Lie ditugaskan memimpin KRI Radjawali. Dia pernah terlibat penumpasan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).

Pada Desember 1996, Lie pensiun dari TNI AL dengan pangkat terakhir Laksamana Muda atau setara jenderal bintang dua. Lie meninggal pada 27 Agustus 1988 di usia 77 tahun. Tubuhnya terbaring tenang di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Topik Menarik