Buruh Bakal Demo Besar-Besaran Tuntut Cabut Iuran Tapera, Ini 6 Alasannya

Buruh Bakal Demo Besar-Besaran Tuntut Cabut Iuran Tapera, Ini 6 Alasannya

Ekonomi | inews | Minggu, 2 Juni 2024 - 13:43
share

JAKARTA, iNews.id - Para pekerja atau buruh akan menggelar aksi menolak Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Tapera secara besar-besaran. Hal itu akan dilakukan pada 6 Juni mendatang.

Menurut Presiden Partai Buruh sekaligus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal pihaknya akan mendesak pemerintah untuk mencabut aturan iuran Tapera. Demo akan dilaksanakan di depan Istana Negara Jakarta.

"Partai Buruh dan KSPI akan mempersiapkan aksi besar yang akan diikuti ribuan buruh pada hari Kamis tanggal 6 Juni di Istana Negara, Jakarta, dengan tuntutan untuk mencabut PP No. 2124 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera," tutur Said Iqbal dalam keterangan resminya, Minggu (2/6/2024).

Lebih lanjut, Said Iqbal menjelaskan setidaknya ada 6 alasan utama untuk menolak iuran tapera yang dibebankan kepada para pekerja. Pertama, besaran iuran sebesar 3 persen dari upah yang dinilai tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi.

Kedua, program ini dikhawatirkan membuat pemerintah akan lepas tanggung jawab. Pasalnya, ketidakadaan kontribusi APBN dalam program tersebut, semuanya justru dilepas kepada para pekerja yang membayar iuran.

Ketiga, program ini dianggap akan membebani biaya hidup para buruh. Sebab menurutnya hingga saat ini daya beli buruh yang turun 30 persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja.

Sedangkan potongan iuran Tapera sebesar 2,5 lima persen yang harus dibayar buruh akan menambah beban dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.

Keempat, menurut Said Iqbal program ini cukup rawan untuk potensi terjadinya korupsi. Karena saat ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance).

Jika jaminan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta atau pajak atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan pemerintah. Sedangkan bantuan sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah.

Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah.

Kelima, adanya iuran ini justru terkesan memaksa, karena menurutnya jika konsep Tapera adalah tabungan, harusnya bersifat sukarela, bukan memaksa. Belum lagi menurutnya karena Tapera adalah tabungan sosial, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan.

Kenam program ini dinilai masih belum jelas karena memang belum siapnya regulasi pendukung yang diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri terkait.

Sebab, menurutnya cukup riskan program tersebut jika diimplementasikan kepada para pekerja di sektor swasta. Karena hingga saat ini pun masih banyak para pekerja yang masih berstatus kontrak, outsourcing, sehingga pisa diputus pekerjaannya sewaktu-waktu oleh perusahaan.

Topik Menarik