1.000 Orang Tewas Usai Bentrok di Suriah, PBB: Didominasi Orang Alawi
LATAKIA - Serangkaian serangan yang terjadi baru-baru ini yang dilakukan kelompok-kelompok kriminal di Suriah menewaskan sejunlah warga, termasuk anak-anak dan perempuan. Hal tersebut disampaikan perwakilan kantor hak asasi manusia PBB.
Gelombang kekerasan meletus Kamis pekan lalu, ketika kelompok-kelompok bersenjata yang setia kepada mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyergap pasukan keamanan di provinsi Latakia, menewaskan sedikitnya 16 anggota pasukan keamanan, menurut Kementerian Pertahanan.
Serangan tersebut meningkat menjadi kekerasan sektarian, dengan pasukan pro-pemerintah mengamuk di provinsi-provinsi pesisir yang dihuni oleh banyak orang Alawi. Serta provinsi-provinsi Hama dan Homs di dekatnya, menewaskan orang-orang, terkadang seluruh keluarga, di jalan-jalan, di rumah-rumah, di atap-atap rumah.
Dari sekitar 1.000 warga sipil yang tewas, hampir 200 berada di Baniyas, menurut Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, sebuah pemantau perang.
Patrick Kluivert Gemetar! Pemain Timnas Indonesia Ini Harga Pasarannya Pernah Tembus Rp256 Miliar!
“Dalam sejumlah kejadian yang sangat mengganggu, seluruh keluarga – termasuk wanita, anak-anak dan individu yang tidak dapat bertempur – terbunuh, dengan kota-kota dan desa-desa yang didominasi orang Alawi menjadi sasaran khususnya,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Thameen Al-Kheetan, dilansir dari Aljazeera, Rabu (12/3/2025).
Ia mengatakan laporan awal mengindikasikan bahwa para pelaku, yang belum teridentifikasi, merupakan anggota kelompok bersenjata yang mendukung pemerintah sementara Suriah dan mereka yang terkait dengan pemerintahan sebelumnya.
“Kejadian itu tampaknya dilakukan atas dasar sektarian, di wilayah Tartous, Latakia, dan Hama – dilaporkan oleh orang-orang bersenjata yang tidak dikenal, anggota kelompok bersenjata yang diduga mendukung pasukan keamanan pemerintah sementara, dan oleh elemen-elemen yang terkait dengan pemerintahan sebelumnya,” tuturnya.
Pada hari Minggu pekan kemarin, presiden baru negara itu yang dipimpin oleh Presiden sementara Ahmed al-Sharaa mengumumkan pembentukan komite pencari fakta untuk “menyelidiki pelanggaran terhadap warga sipil dan mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut”. Dikatakan bahwa komite itu akan menyampaikan temuannya dalam waktu 30 hari dan bahwa mereka yang terbukti bertanggung jawab atas pelanggaran akan dirujuk ke pengadilan.
"Suriah baru bertekad menegakkan keadilan dan supremasi hukum, melindungi hak dan kebebasan warga negaranya, mencegah balas dendam yang melanggar hukum, dan menjamin tidak adanya impunitas," kata Yasser al-Farhan, juru bicara komite pencari fakta baru, dalam konferensi pers di Damaskus pada hari Selasa.
Farhan menambahkan bahwa komite tersebut tengah berupaya untuk “mengumpulkan dan meninjau bukti-bukti” yang terkait dengan gelombang kekerasan tersebut.
Ketika al-Assad jatuh Desember 2024, analis Suriah khawatir akan ada serangan balas dendam terhadap komunitas Alawite – kelompok agama terbesar kedua di Suriah setelah Muslim Sunni.
Sejauh ini, kantor hak asasi manusia PBB telah mendokumentasikan pembunuhan 111 warga sipil dan memperkirakan jumlah korban akan jauh lebih tinggi, kata Al-Kheetan. Dari jumlah tersebut, 90 adalah pria; 18 adalah wanita; dan tiga adalah anak-anak, tambahnya.
“Banyak kasus yang didokumentasikan adalah eksekusi kilat. Tampaknya dilakukan atas dasar sektarian,” kata Al-Kheetan kepada wartawan. Dalam beberapa kasus, pria ditembak mati di depan keluarga mereka, katanya, mengutip kesaksian dari para penyintas.
Human Rights Watch pada hari Selasa juga meminta otoritas baru Suriah untuk memastikan akuntabilitas atas pembunuhan massal tersebut.
“Para pemimpin baru Suriah berjanji untuk mengakhiri kengerian masa lalu, tetapi pelanggaran berat dalam skala yang mengejutkan dilaporkan terhadap warga Suriah yang sebagian besar beragama Alawi di wilayah pesisir dan di tempat lain di Suriah,” kata Wakil Direktur Regional HRW Adam Coogle dalam sebuah pernyataan.
“Tindakan pemerintah untuk melindungi warga sipil dan mengadili pelaku penembakan tanpa pandang bulu, eksekusi kilat, dan kejahatan berat lainnya harus cepat dan tegas,” tambahnya.