RUU KUHAP, Komisi III DPR Pastikan Jaksa Tetap Berwenang Jadi Penyidik Tipikor

RUU KUHAP, Komisi III DPR Pastikan Jaksa Tetap Berwenang Jadi Penyidik Tipikor

Nasional | sindonews | Senin, 24 Maret 2025 - 08:17
share

Komisi III DPR menegaskan revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tetap akan memberikan kewenangan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi penyidik tindak pidana korupsi. Dalam draf RUU KUHAP yang beredar, jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat.

"Kami perlu luruskan bahwa tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor," kata Ketua Komisi III DPR Habiburokman dalam konferensi persnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

Habibur mengatakan, isu yang beredar merujuk pada draf RUU KUHAP yang belum final. Dalam draf tersebut terlihat bahwa Pasal 6 RUU KUHAP, mengatur Jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat.

Artinya, Jaksa sudah tidak lagi memiliki wewenang untuk menyidik tindak pidana korupsi."Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru," ujarnya.

"Karena memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku," tutur dia melanjutkan.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti penambahan kewenangan yang sangat besar bagi polisi di draf RUU KUHAP. Direktur LBH Jakarta Fadil Alfathan menilai ada dominasi polisi dalam draf RUU KUHAP yang beredar di masyarakat. Dia menjelaskan, tidak ada semangat untuk mengevaluasi lebih lanjut atas implementasi sistem peradilan pidana khusus yang dilakukan polisi.

"Dalam konteks ini adalah sistem penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan polisi," kata Fadil, Jumat (21/3/2025).

Dia melanjutkan, dalam kondisi banyak kritik terhadap kinerja polisi, justru kewenangan lebih besar di RUU KUHAP diberikan kepada polisi. "Padahal kinerjanya bagi kami sangat buruk," tuturnya.

Dalam konteks pidana korupsi, Fadil juga menyayangkan pemangkasan kewenangan kejaksaan. Sedangkan polisi yang dalam catatan koalisi banyak korupsi malah diberikan kewenangan lebih.

"Secara sistem ini menjadi bermasalah," ungkap Fadil.

Koalisi Masyarakat Sipil, menurut Fadil, menginginkan pengawasan berjenjang yang mengedepankan pengawasan lembaga yudisial. “Polisi boleh menangkap dan menahan tetapi harus ada pengawasan berjenjang,” jelas dia.

Dia melanjutkan, dalam kondisi banyak kritik terhadap kinerja polisi, justru kewenangan lebih besar di RUU KUHAP diberikan kepada polisi. "Padahal kinerjanya bagi kami sangat buruk," tuturnya.

Dalam konteks pidana korupsi, Fadil juga menyayangkan pemangkasan kewenangan kejaksaan. Sedangkan polisi yang dalam catatan koalisi banyak korupsi malah diberikan kewenangan lebih. "Secara sistem ini menjadi bermasalah," ungkap Fadil, yang merupakan Direktur LBH Jakarta ini.

Koalisi Masyarakat Sipil, menurut Fadil, menginginkan pengawasan berjenjang yang mengedepankan pengawasan lembaga yudisial. “Polisi boleh menangkap dan menahan tetapi harus ada pengawasan berjenjang,” jelas dia. Saat ini, polisi seperti tinggal membalikkan telapak tangan saja ketika menangkap dan menahan seseorang. Padahal jika mengacu pada konsep HAM Internasional, ketika penegak hukum merampas hak seseorang untuk kepentingan penyelidikan hukum pidana maka harus dihadapkan dulu ke hakim.

Topik Menarik