Sikap Kritis dan Solutif,  DPR Bangun Pengawasan Efektif ke Pemerintah

Sikap Kritis dan Solutif, DPR Bangun Pengawasan Efektif ke Pemerintah

Terkini | mnctrijaya | Minggu, 30 Juni 2024 - 14:17
share

Jakarta - Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan sikap anggota Komisi 10 DPR dari Fraksi Demokrat, Anita Jacoba Gah yang melakukan kritik keras kepada Mendikbudristek, Nadiem Makarim. Anita bahkan memarahi dan menggebrak meja guna mempertanyakan anggaran Rp15 triliun kementrian, pada saat rapat kerja di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (5/6) lalu.

Peristiwa ini menguatkan publik, bahwa kritik yang begitu keras atas nama masyarakat tetap menguat dan terus disuarakan di parlemen. Inilah yang menjadi kerinduan, keinginan dan harapan masyarakat, agar sikap kritis dan solutif terus tumbuh subur bagi anggota DPR yang baru untuk periode 2024-2029. Dilansir dari Monash University, berpikir kritis dan solutif adalah kemampuan untuk mempertanyakan setiap aspek penting, menganalisis suatu permasalahan secara objektif sekaligus untuk menyelesaikan masalah atau mencari jalan keluar. Sikap ini diperlukan agar fungsi DPR sesuai UU MD3 berupa pengawasan, legislasi, dan anggaran dapat berjalan sesuai kepentingan masyarakat luas. 

Data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat  sebanyak 56,4 persen calon anggota DPR petahana terpilih kembali, sedangkan pendatang baru berjumlah 43,6 persen dari total kursi di DPR untuk periode 2024-2029 sebanyak 580 kursi. Dengan Kehadiran wajah baru yang juga terdapat unsur anak muda,perempuan serta petaha yang masih memdominasi parlemen, akan  membuat alur pengawasan terhadap pemerintah di parlemen menjadi berbeda. Apalagi dibawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang juga memiliki dominasi kekuatan politik partai dan fraksi di parlemen. Bisakah sikap kritis dan solutif terus diterapkan oleh anggota DPR?

Wakil ketua komisi 3 DPR dari Fraksi Gerindra Dr. Habiburokhman, S.H., M.H. menilai hal terpenting untuk membangun sikap kritis anggota DPR adalah kapasitas dan integritas anggota DPR sendiri. Dalam konteks kapasitas anggota DPR harus paham betul persoalan substanstif hingga teknis di komisi-komisi terkait. 

“Dengan demikian dia bisa melihat titik titik lemah kinerja mitra. Intinya gak bisa dibodohi atau diperdaya mitra. Dia harus bisa ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menohok di sidang-sidang komisi,” ujar Habiburokhman.

Menurut Habiburokhman yang juga Wakil Ketum Partai Gerindra, hal yang dibangun berikutnya adalah masalah integritas dari para anggota dewan.

“Setelah itu baru integritas, secerdas apapun anggota DPR akan sulit bersikap kritis kalau mudah dibeli. Kalau saya lihat rekan-rekan saya yang konsisten bersikap kritis, mereka memiliki keduanya, kapasitas dan integritas,” nilainya.

Berkaitan dengan suara partai di fraksi dan sikap kritis anggota dewan, Habiburokhman menegaskan hal tersebut tidak boleh dipertentangkan secara langsung.

“Tidak boleh dipertentangkan antara ketentuan bahwa sikap anggota DPR harus sama dengan sikap fraksinya dengan pentingnya sikap ktitis anggota DPR di parlemen,” imbuhnya.

Habiburokhman menambahkan kalau ada sesuatu hal yang perlu dikritik, maka anggota memang harus menyampaikan rencana tersebut di tingkat partai terlebih dahulu

“Justru kritikan akan lebih berkualitas jika sudah digodok di internal partai sebelun disampaikan di parlemen,” tandasnya.

Disis lain, pandangan yang berbeda disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS, Dr. Hj. Anis Byarwati, S.Ag, M.Si. Anis mengatakan s anggota DPR yang bertugas menyampaikan aspirasi rakyat salah satunya adalah dengan “bicara” vokal menyuarakan setiap kepentingan rakyat banyak dan menjadi pembela rakyat. 

“Sikap kritis dari anggota dewan sangat penting sebagai cara “wakil rakyat” untuk menjaga akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat. Dan ini yang harus kita lakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan tindakan yang diambil pemerintah harus benar-benar berdasarkan pada kepentingan publik dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Anis.

Anis yang juga Wakil Ketua BAKN DPR menjelaskan sikap kritis harus diimbangi dengan norma etika dan kesantunan tetapi tetap tegas. Membangun pola sikap kritis dan solutif sangat erat dengan penguatan baik di dalam Partai maupun di  DPR. 

“Ini membutuhkan keterlibatan pembinaan di internal partai, baik melalui pembelajaran legislatif, maupun dengan diskusi-diskusi terbuka,” kata Anis yang juga Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Menurutnya, setiap anggota dewan perlu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kebijakan publik, analisis yang kuat, kemampuan untuk menanggapi berbagai permasalahan, kemahiran bertanya dengan tepat, serta kesiapan untuk mencari solusi yang praktis dan efektif.

“Sikap kritis dan solutif untuk perbaikan kinerja lembaga pemerintah bisa sangat efektif dengan catatan harus ada dukungan bukti dan analisis yang kuat, serta alternatif solusi yang jelas.” pesannya.

Anis mengungkapkan peran partai sangat dominan dan memegang peran kunci terutama dalam menciptakan pembinaan bagi para calon maupun anggota dewan yang kritis dan solutif, dengan tetap menghargai independensi anggota. 

“Sehingga menjadi sangat penting independensi dalam mempertahankan sikap kritis yang objektif dan membangun tanpa terhalang sekat koalisi maupun oposisi,” pungkasnya.

Sikap Kritis dan Solutif Harus Dipertahankan 

Pengamat politik dari UIN, Pangi Syarwi Chaniago, S.IP., M.IP. memberikan apresiasi anggota DPR yang tetap kritis dan solutif terhadap kinerja pemerintah baik dari oposisi maupun koalisi pemerintah. Oposisi dan koalisi pemerintah tidak terlalu berpengaruh kalau DPR bisa menjadi rasional kerakyatan.

“Bagian dari koalisi  pemerintah, tidak berarti semua keinginan pemerintah diterima, tapi seharusnya tetap berpihak kepada masyarakat. Koalisi tidak “membebek’ tapi kritis solutif dan kontrukstif terhadap pemikiran yang tidak sesuai dan bukan hanya asal penguasa senang. Oposisi juga tidak membabi buta melakukan kritik tapi lebih kepada kritis dan kehatian-hatian untuk pembahasan UU urgen dan  anggaran yang berdampak besar,” pintanya.

Pangi menambahkan, dengan memaknai hal itu, maka akan menimbulkan anggota DPR yang  vokal, kritis dan solutif dalam mengawasi kinerja pemerintah. Partai harus berani menghadirkan tokoh-toloh yang kritis dan solutif, karena masyarakat cendrung mengharapkan anggota dewan menjadi penyambung lidah rakyat atas berbagai masalah.

“Harus  terus dipelihara negara dan partai untuk penyehat, pengingat. Mustinya partai memberikan ruang kebebasan anggotanya yang memiliki imunitas dan bisa declare berteriak dengan lantang. Perbedaan sebagai dinamika politik, tidak boleh seragam.Partai juga tidak boleh terganggu, jangan kemudian banyak yang tidak nyaman, ditarik dan dipinggirkan,” harap Pangi.

 “Anggota dewan yang kritis dan solutif yang terus mencintai republik ini, bebas tumbuh untuk kemajuan parlemen kedepan. Mereka yang berjuang berkaitan dengan perut dan jeroon rakyat Indonesia harus tetap dan terus hadir untuk anggota DPR baru yang dilantik pada 1 Oktober mendatang,” harapnya.

Pangi menuturkan, anggota DPR yang vokal menjadi Aset bagi parlemen untuk rakyat penyambung suara rakyat, tidak hanya jadi setempel dan mengamini keinginan pemerintah.

“Inilah yang kita rindu anggota DPR semacam ini, yang vokal di parlemen. Lantang mengritik BUMN, pendidikan, Bansos, kesehatan, judi on line,  mafia, penegakan hukum, isu sampah dan lainnya. Karena pada hari ini  anggota DPR yang kritis sangat dirindukan dengan keberadaannya yang masih krisis” tandasnya.

Dari uraian datas, Anggota DPR atau parlemen hasil pemilu  2024 diharapkan terus mengembangkan diri semakin  baik dan berkualitas dengan terus mengembangkan sikap kritis dan solutif. Apapun posisinya baik oposisi atau koalisi mantinya tetap harus berpolitik dan memiliki rasional kerakyatan. Sikap ini diharapkan dapat membuat DPR, maupun kebijakan pemerintah dan kementrian berjalan sesuai dengan keinginan bersama atas nama keadilan dan kesejahtetraan bagi bangsa serta rakyat Indonesia. Semoga!!

Topik Menarik