Cegah Anggota TNI Salahgunakan Senpi, Imparsial: Perkuat Pengawasan dan Evaluasi Total

Cegah Anggota TNI Salahgunakan Senpi, Imparsial: Perkuat Pengawasan dan Evaluasi Total

Nasional | sindonews | Rabu, 19 Maret 2025 - 13:00
share

Kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota TNI kembali terjadi. Terbaru, 3 polisi tewas ditembak oknum TNI ketika menggerebek judi sabung ayam di Negara Batin, Way Kanan, Lampung.

Di tempat lain, prajurit TNI AL Lhokseumawe Kelasi Dua DI menembak mati Hasfiani alias Imam, sales mobil yang juga bekerja sebagai perawat di Puskesmas Babah Buloh, Kabupaten Aceh Utara.

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra melihat penembakan yang mengakibatkan tewasnya warga sipil di Aceh Utara dan anggota Polri di Lampung harus ditangani secara serius. Perlu diingat, penggunaan senjata api yang menargetkan warga sipil apa pun alasannya tidak dapat dibenarkan.

Meski anggota TNI mendapatkan izin kepemilikan senjata api tetap saja penembakan ini tidak dapat dibenarkan. “Anggota TNI yang melakukan penyimpangan terkait penggunaan senjata api harus diadili sesuai hukum pidana yang berlaku apalagi penggunaan senpi bukan untuk kepentingan tugas TNI,” ujar Ardi, Rabu (19/3/2025). Penembakan yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil bukan kali ini saja. Dalam catatan Imparsial, sepanjang tahun 2024 sampai saat ini telah terjadi setidaknya 10 kasus penembakan yang dilakukan oknum TNI.

Penembakan ini mengakibatkan 8 warga sipil tewas dan 12 orang terluka parah. Kasus penembakan bos rental mobil di KM 45 Tangerang, Banten dan penyerangan Polres Tarakan yang hingga kini pelaku penembakan tersebut belum diadili.

Imparsial juga menemukan sejumlah penyimpangan peran TNI di ranah sipil terus terjadi dan dibiarkan. Sebanyak 41 kasus kekerasan yang melibatkan dan dilakukan prajurit TNI sepanjang tahun 2024 hingga kuartal 2025, dengan korban sebanyak 67 orang, 17 di antaranya meninggal dunia.

Paling banyak adalah kasus pemukulan/penganiayaan dengan 25 kasus, penembakan menyebabkan korban tewas dengan 8 kasus, penganiayaan menyebabkan korban tewas 5 kasus, penembakan sewenang-wemang 3 kasus.

Kasus penembakan di Aceh dan Lampung semakin menambah rapor merah dan daftar panjang kekerasan dan penggunaan senjata api secara ilegal yang dilakukan oknum anggota TNI. Hal ini dikarenakan tidak adanya tindakan tegas dalam mengadili pelaku.

Menurut Ardi, setiap prajurit yang terlibat dalam tindak pidana umum selalu diproses dan diadili di peradilan militer. “Peradilan militer cenderung menjadi sarang impunitas bagi prajurit TNI karena vonis yang diberikan tidak menimbulkan efek jera sehingga menyebabkan terus berulangnya kasus kekerasan dan penembakan sewenang-wenang yang dilakukan prajurit TNI,” ungkapnya.

Untuk itu, Imparsial selalu mendorong prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum. Seharusnya peradilan militer hanya berwenang mengadili kejahatan/tindak pidana militer saja, bukan tindak pidana/kejahatan umum.

“Kami mendesak pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi total terhadap institusi TNI serta memperkuat pengawasan baik pengawasan internal maupun eksternal terhadap TNI,” katanya.

Alih-alih memperluas kewenangan TNI melalui RUU TNI, pemerintah dan DPR seharusnya fokus memperkuat pengawasan untuk memastikan reformasi TNI berjalan ke depan, memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di TNI.

“RUU TNI seharusnya juga merevisi Pasal 74 yang menyebabkan terhambatnya proses reformasi peradilan militer saat ini,” ucapnya.

Topik Menarik