Jangan Takut! AS Butuh Barang Ini dari Indonesia, Tarif Impor Bisa Dinego

Jangan Takut! AS Butuh Barang Ini dari Indonesia, Tarif Impor Bisa Dinego

Ekonomi | okezone | Jum'at, 4 April 2025 - 07:10
share

JAKARTA - Indonesia dan Amerika Serikat (AS) memiliki hubungan bilateral dan perdagangan yang baik. Namun hubungan kedua negara menjadi sorotan setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif resiprokal terhadap barang-barang Indonesia hingga 32.

1. AS Membutuhkan Indonesia

Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie, masih ada peluang Indonesia mempertahankan hubungan baik dengan AS sebagai mitra dagang. Apalagi AS membutuhkan barang-barang yang asalnya dari Indonesia. 

"AS membutuhkan pasar bagi peralatan pertahanan, pesawat terbang, dan LNG. Kita bisa menegosiasikan hal ini dengan produk ekspor andalan Indonesia," ujar Anindya, Jumat (4/4/2025). 

AS memberlakukan Inflation Reduction Act (IRA) atau UU Penurunan Inflasi yang bertujuan menurunkan inflasi di AS, mendorong transisi energi bersih melalui insentif besar-besaran terhadap kendaraan listrik (EV), energi terbarukan (solar, angin), dan industri  baterai dan semikonduktor. 

Oleh karena itu, kata Anindya, AS bisa memberikan subsidi terhadap impor produk olahan dari nikel dan mineral lainnya dari Indonesia  sepanjang  mineral itu diolah sesuai standar lingkungan dan ketenagakerjaan. 

"Hal ini dimungkinkan oleh critical minerals agreements dengan AS,"ujarnya. 

2. Kadin Optimis Tarif Impor AS Bisa Dinego

Kadin juga melihat masih ada peluang negosiasi terhadap pengenaan tarif impor AS kepada Indonesia sebesar 32 dari basis tarif sebesar 10 yang diterapkan kepada semua negara. Apalagi posisi AS sebagai mitra bisnis strategis bagi Indonesia. 

"Hubungan Indonesia dan AS adalah hubungan saling membutuhkan. Saya yakin, kita bisa melakukan negosiasi dengan AS, antara lain karena posisi geopolitik dan geokonomi Indonesia. Saya  melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka," ujarnya. 

Selain itu, lanjut Anindya, posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Indonesia bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN dan anggota APEC yang strategis. 

"Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga tentu menjadi pertimbangan Trump," ujar Anindya. 

 

3. Kadin Dukung Pemerintah 

Kadin mendukung keputusan pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan berbagai langkah strategis menghadapi penerapan tarif resiprokal AS dan melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.  Komunikasi yang intens  dengan Pemerintah AS di berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS adalah langkah yang tepat. 

Selain itu, Anindya menilai pentingnya kerjasama Indonesia dengan negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan kepentingan yang sama. Kadin mengapresiasi langkah pemerintah yang telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama. 

"Sepuluh negara anggota ASEAN terdampak pengenaan tarif AS.  Sejalan dengan upaya Pemerintah, Kadin tentu akan berdiskusi intens dengan mitra nya di ASEAN maupun APEC Business Advisory Council sebagai medium dunia usaha regional," ujarnya. 

4. Perlu Figur untuk Negosiasi

Menurut Anindya, untuk memperkuat komunikasi kedua negara, perlu ada figur yang bisa berperan sebagai duta besar Indonesia di AS, sembari proses diplomatik pemilihan duta besar berlangsung. 

Di sisi lain, Kadin Indonesia akan menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini. Dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto di November 2024, Kadin Indonesia bertemu dengan US Chamber of Commerce untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi Presidenan Trump yang ke 2, dan mulai membangun fondasi B2B sebagai mitra sejawatnya.  

"Awal Mei rencananya nanti, berkoordinasi dengan Pemerintah, Kadin Indonesia  akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri beberapa konferensi bisnis/ekonomi untuk menyikapi perkembangan terakhir," ujarnya. 

Topik Menarik