Soal Wacana Denda Damai Koruptor, Ini Tanggapan DPR
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira menilai wacana denda damai bagi koruptor yang dilontarkan Pemerintah membuat masyarakat bingung. Ia mengatakan terlalu banyak pernyataan kontradiktif dari para elit pemerintahan terkait isu ini.
"Rakyat dibuat bingung oleh pernyataan-pernyataan kontradiktif oleh elit politik kita sendiri," kata Andreas Hugo Pareira, Senin (30/12/2024).
Isu ini ramai dibicarakan setelah Presiden Prabowo Subianto mewacanakan memberi pengampunan bagi koruptor selama mereka mengembalikan uang negara yang diambilnya. Andreas pun lalu mengingatkan komitmen Prabowo yang sebelum dilantik sebagai presiden menyatakan akan mengejar para koruptor bahkan hingga ke Antartika.
Menurut Andreas, jauh sebelum menjadi presiden Prabowo juga pernah mengatakan hal serupa.
"Bapak presiden ketika pidato menyampaikan akan mengejar koruptor sampai ke Kutub. Tetapi kemudian Pemerintah ingin megampuni koruptor, sekarang beda lagi, jadi denda damai," ucap Legislator dari dapil Nusa Tenggara Timur I itu.
Sementara wacana denda damai bagi koruptor dilontarkan oleh Menteri Supratman usai pernyataan Prabowo soal pengampunan bagi pelaku korupsi. Denda damai koruptor itu mengacu pada Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Menkum Supratman berdalih bahwa aturan tersebut memberikan ruang untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan bagi pelaku tindak pidana ekonomi yang merugikan keuangan negara.
Namun, setelah menuai kritik dari publik, wacana tersebut dihentikan dengan penegasan bahwa penerapan denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi, bukan korupsi. Ketidakkonsistenan Pemerintah ini menjadi perhatian dan dianggap bisa berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
"Pemerintah harus menunjukkan konsistensi dalam penegakan hukum, terutama terkait tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan dan perekonomian negara," terang Andreas.
"Rakyat membutuhkan kepastian hukum dan keadilan yang nyata. Jangan sampai kebijakan atau wacana yang dilemparkan oleh pejabat negara malah menciptakan celah untuk penyalahgunaan," sambungnya.
Lebih lanjut, Andreas menjelaskan bahwa Pemerintah harus memahami bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membutuhkan pendekatan hukum yang tegas dan konsisten. Pengampunan atau denda damai hanya akan memberikan kesan bahwa korupsi bisa dinegosiasikan.
"Sebaiknya sebelum membuat pernyataan kebijakan, Pemerintah menggodok dulu secara matang dan jelas sehingga masyarakat tidak penuh pertanyaan dan salah tafsir," ungkap Andreas.
Pimpinan Komisi di DPR yang memiliki ruang lingkup kerja di bidang reformasi hukum dan HAM tersebut meminta Pemerintah konsisten saat mengeluarkan pernyataan publik. Andreas juga mengingatkan agar Pemerintah membuat kebijakan yang tidak melukai keadilan masyarakat.
"Apalagi terkait penegakan hukum. Konsistensi dalam penegakan hukum adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.
“Dan jangan sampai kebijakan atau program yang dibuat membuat publik merasa tersakiti atau dikhianati oleh pimpinannya sendiri,” pungkasnya.