Persaingan Kian Ketat, Honda dan Nissan Dikabarkan Merger
JAKARTA - Dua raksasa otomotif Jepang, Honda dan Nissan, dikabarkan sedang berdiskusi untuk bersatu dalam waktu dekat. Langkah merger ini diambil untuk menghadapi persaingan ketat di industri otomotif global.
Melansir Reuters, Kamis (19/12/2024), Honda dan Nissan akan bekerja sama dalam bidang teknologi. Kerja sama ini untuk menghadapi tantangan besar dalam kendaraan ramah lingkungan yang saat ini dikuasai Tesla dan merek asal China.
Gabungan Honda dan Nissan akan menciptakan perusahaan senilai 54 miliar dolar AS (Rp870,1 triliun) dengan produksi tahunan sebesar 7,4 juta unit. Ini akan menjadikannya grup otomotif terbesar ketiga di dunia berdasarkan penjualan kendaraan setelah Toyota.
Kedua perusahaan telah menjalin kemitraan strategis pada bulan Maret untuk bekerja sama dalam pengembangan kendaraan listrik. Namun, kesulitan finansial dan strategis yang dialami Nissan dalam beberapa bulan terakhir, menambah urgensi untuk kerjasama yang lebih erat dengan Honda.
Nissan mengumumkan rencana penghematan biaya sebesar 2,6 miliar dolar AS pada bulan lalu yang mencakup pengurangan 9.000 pekerja dan 20 persen kapasitas produksi global. Ini dilakukan seiring merosotnya penjualan di China dan Amerika Serikat yang menyebabkan penurunan laba kuartal kedua sebesar 85 persen.
“Kesepakatan ini tampaknya lebih bertujuan untuk memberikan dana talangan (bail out) kepada Nissan, namun Honda sendiri tidak akan berpuas diri. Arus kas Honda akan memburuk tahun depan dan kendaraan listriknya tidak berjalan sebaik ini,” kata Sanshiro Fukao, rekan eksekutif di Itochu Research Institute.
Selain itu, kedua perusahaan membahas kemungkinan merger penuh, serta mencari cara untuk bekerja sama dengan Mitsubishi Motors, di mana Nissan adalah pemegang saham terbesar dengan kepemilikan 24 persen.
Saat dikonfirmasi, Honda, Nissan, dan Mitsubishi menyatakan belum ada kesepakatan resmi yang diumumkan oleh perusahaan manapun. Namun, Nissan pernah mengungkapkan perusahan mempertimbangkan peluang kolaborasi antara ketiganya.
“Dalam jangka menengah dan panjang, hal ini bagus untuk industri mobil Jepang karena menciptakan poros kedua melawan Toyota,” kata Seiji Sugiura, analis senior di Tokai Tokyo Intelligence Laboratory.
“Persaingan konstruktif dengan Toyota merupakan hal positif bagi industri mobil Jepang yang mengalami stagnasi ketika harus bersaing dengan produsen mobil China, Tesla, dan lainnya,” lanjutnya.
Disebutkan, Honda dan Nissan juga harus mencari cara untuk mengintegrasikan budaya perusahaan mereka yang berbeda jika mereka melanjutkan merger.
“Honda memiliki budaya yang unik dan berpusat pada teknologi dengan kekuatan pada sektor mesin, sehingga harus ada penolakan internal terhadap merger dengan Nissan, pesaing dengan budaya berbeda yang kini mulai goyah,” kata Tang Jin, peneliti senior di Mizuho Bank.