RUU Pilkada Tuai Polemik, Bahlil Lahadalia Akan Bicara dengan Ketua Fraksi Golkar

RUU Pilkada Tuai Polemik, Bahlil Lahadalia Akan Bicara dengan Ketua Fraksi Golkar

Nasional | okezone | Kamis, 22 Agustus 2024 - 00:47
share

JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia tak banyak berkomentar terkait RUU Pilkada yang menuai polemik. Pasalnya RUU Pilkada dianggap menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan pencalonan kepala daerah.

"Nanti, saya kan baru terpilih malam ini," kata Bahlil usai hadiri acara Munas XI Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).

Meski demikian, Bahlil menyatakan akan berkomunikasi dengan Ketua Fraksi Golkar di DPR RI untuk membahas RUU Pilkada selepas Munas Golkar. "Setelah acara penutupan saya akan bicarakan dengan ketua fraksi, dan teman-teman di parlemen yang membidangi Pilkada ya," terang Bahlil.

Menteri ESDM itu pun mengaku belum mengetahui kejanggalan dari beleid RUU Pilkada. Pasalnya, kata Bahlil, dirinya belum mendapat laporan terkait pembahasan RUU Pilkada.

"Saya belum tahu, nanti saya laporan, dapat laporan dulu, karena kan baru penutupan (Munas) kan," tandasnya.

Sekedar informasi, DPR RI langsung menjadwalkan rapat paripurna untuk mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU. Kesepakatan diambil setelah Baleg DPR menggelar rapat bersama Panja RUU Pilkada.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi mengatakan, pihaknya telah menyurati pimpinan DPR RI untuk menjadwalkan rapat paripurna guna mengesahkan RUU Pilkada. 

"Ya, kami tadi sudah menyurati pimpinan untuk menjadwalkan RUU ini, karena kemarin berdasarkan keputusan Bamus juga bahwa RUU ini akan disahkan dalam paripurna terdekat," kata pria yang akrab disapa Awiek saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).

 

Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada menyepakati sejumlah hal salah satunya terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024. Kesepakatan itu berbeda dengan putusan MK terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024.

Adapun klausul itu sepertu Pasal 40 yang diubah dalam DIM baru usul inisiatif DPR yang dibacakan terdapat dua kelompok persentase syarat pencalonan Pilkada 2024 bagi partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD maupun bagi partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD.

(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25 (dua puluh Lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suaea sah paling sedikit 10 (sepuluh persen) di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 (delapan setengah persen) di provinsi tersebut. 

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pwmilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 di provinsi tersebut.

(3) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Kabupaten/Kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut. IKLAN

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu-500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu-1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 di kabupaten/kota tersebut.

 

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pwmilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 di kabupaten/kota tersebut.

Mayoritas fraksi partai politik di DPR menyepakati soal aturan batas usia pencalonan kepala daerah merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) bukan pada Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk diketahui, jika merujuk putusan MA soal aturan batas usia pencalonan kepala daerah yakni, berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon Bupati dan calon wakil Bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Sementara, merujuk putusan MK dengan tegas menyatakan batas usia pencalonan kepala daerah yakni; berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon Bupati dan calon wakil Bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.


 

Topik Menarik