Tatib DPR Evaluasi Pejabat Digugat, MKD Serahkan kepada MA

Tatib DPR Evaluasi Pejabat Digugat, MKD Serahkan kepada MA

Nasional | sindonews | Selasa, 25 Februari 2025 - 05:54
share

Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib digugat oleh seorang dosen dan mahasiswa hukum ke Mahkamah Agung (MA). Mereka mempersoalkan klausul kewenangan DPR yang bisa mengevaluasi pejabat negara yang terpilih dari hasil fit and proper test dan ditetapkan di paripurna DPR.

Gugatan itu dilayangkan oleh Setya Indra Arifin, dosen hukum Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta (Unusia) dan A Fahrur Rozi, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kuasa hukum penggugat, Abdul Hakim menjelaskan, kliennya menggugat Pasal 228A ayat (1) dan (2) Tatib DPR. Menurutnya, klausul itu bertentangan dengan Pasal 70 ayat 3, Pasal 185 ayat 1 dan 2, Pasal 234 ayat 2 UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014.

"Pengujian ke MA pengujian legalitas, bukan norma, artinya apakah objek yang diujikan itu bertentangan dengan Undang-Undang yang di atasnya atau tidak" kata Abdul dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2/2025).

Merujuk teori hirarki hukum, kata dia, Tatib DPR hanya mengikat internal bukan eksternal Parlemen. Dengan demikian, ia meyakini, kewenangan DPR RI untuk evaluasi pejabat sudah salah kaprah.

"DPR kalau ngebet ingin punya kewenangan evaluasi tersebut harus diatur dalam UU bukan dalam Tatib, kalau pengen ya, bukan berarti boleh," katanya.

"Secara teori kewenangan MD3 juga tidak memberikan mandat tersebut. Artinya, tindakan mengatribusi suatu kewenangan melalui peraturan internal kelembagaan seperti tata tertib adalah tindakan ultra vires yang bertentangan dengan undang-undang," imbuh Abdul.

Di sisi lain, ia berkata, fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi kelembagaan yang dimiliki DPR bersifat terbatas dan hanya dilaksanakan untuk mengawasi pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (3) UU 17/2014.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa fungsi pengawasan DPR tidak diatribusikan untuk mengawasi lembaga penegak hukum, kekuasaan kehakiman, dan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan perintah UU. Apalagi, kata dia, sampai melakukan evaluasi jabatan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 228A ayat (1) dan ayat (2) Tatib DPR.

Abdul menilai kewenangan evaluasi ini akan mengancam desain kelembagaan dan sistem ketatanegaraan Indonesia. "Jadi kewenangan evaluasi yang didalilkan berdasarkan fungsi pengawasan DPR adalah alasan yang sesat pikir dan bertentangan dengan desain fungsi pengawasan itu sendiri," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD DPR RI TB Hasanuddin tak berkomentar banyak ihwal gugatan tersebut. Ia hanya menyerahkan sepenuhnya pada majelis hakim untuk memutus gugatan tersebut.

"Kita serahkan saja keputusannya ke MA. Karena kewenangan MA lah yang akan menguji UU apakah selaras UU itu dengan UUD?" kata Hasanuddin saat dihubungi, Selasa (25/2/2025).

Topik Menarik