Mengenang Marsekal Abdulrahman Saleh, Sang Pelopor Angkatan Udara RI

Mengenang Marsekal Abdulrahman Saleh, Sang Pelopor Angkatan Udara RI

Nasional | okezone | Minggu, 28 Juli 2024 - 06:18
share

MARSEKAL Muda TNI (Anumerta) Abdulrachman Saleh merupakan pelopor Angkatan Udara Republik Indonesia atau AURI. Lahir dari keluarga dokter di Kampung Ketapang, Kwitang, Jakarta, pada 1 Juli 1909, pria yang akrab disapa Maman ini menorehkan jasa besar pada kemajuan kedirgantaran Tanah Air. Ia dapat gelar Pahlawan Nasional.

Dikutip dari laman resmi TNI AU, Maman memulai pendidikan di Holland Indische School (HIS) dan Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Dia kemudian melanjutkan studinya di sekolah dokter School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) Jakarta, namun sekolah itu dibubarkan tak lama kemudian.

Kegagalan di STOVIA tidak menghalangi usaha Maman mencapai cita-citanya. Dia kemudian melanjutkan sekolah ke Algemene Middelbare School (AMS) Malang dan lulus dengan nilai sangat baik sebelum masuk ke Geneeskundige Hooge School (GHS) di Jakarta.

Selama menempuh pendidikan, Maman dikenal aktif di bidang kemahasiswaan. Dia bergabung dalam beberapa organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia.

Maman mulai tertarik pada dunia penerbangan dengan kemunculan Aeroclub di Kemayoran sebelum pecahnya Perang Dunia II. Aeroclub merupakan perkumpulan olahraga terbang yang anggotanya sebagian besar dari bangsa Belanda.

Meski biaya untuk bergabung tinggi, Maman memiliki tekad dan bersaing dengan pemuda Belanda, sehingga ijazah atau surat izin terbang pun akhirnya berhasil dia peroleh. Maman sangat menggemari olahraga penerbangan ini.

Setelah memperoleh gelar dokter, Maman memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu Faal. Dan terpilih menjadi asisten dalam ilmu Faal. Dia mula-mula menjadi dosen di Nederlandsch-Indische Artsen School atau NIAS, Surabaya, dan akhirnya menjadi dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan kemudian menjadi guru besar di Klaten sampai wafatnya.

Setelah itu Maman memelopori perkumpulan bernama Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep (VORO).

Setelah Jepang menyerah kalah dari Sekutu pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaannya dua hari kemudian pada 17 Agustus 1945.

Para pemuda berusaha membentuk gerakan untuk menguasai kantor radio, yang merupakan sarana penyiaran utama pada saat itu. Sayangnya, gerakan ini diketahui oleh Kempetai (Dinas Rahasia Jepang), sehingga proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pada pukul 10 pagi tidak dapat langsung disiarkan.

Di sinilah keahlian dan pengalaman Maman di bidang radio betul-betul dimanfaatkan.

Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Maman menyalurkan siarannya melalui pemancar yang bergelombang 16 meter, yang berada di Bandung.

Penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio bangsa Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh.

Ketika bertemu dengan pemuda Jusuf Ronodipuro pada 18 Agustus 1945 menceritakan bahwa Hosokkyiku (pusat siaran radio pendudukan Jepang di Jalan Merdeka Barat) ditutup, Maman tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia internasional.

Suara Indonesia Merdeka inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.

Lalu, Maman dibantu aktivis radio, menyusun dasar-dasar Radio Republik Indonesia (RRI) yang antara lain menetapkan 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI.

Setelah siaran RRI lancar, Maman merasa sudah tiba saatnya memelopori perjuangan di bidang lain. Ia lalu mengundurkan diri dari bidang radio dan masuk ke dalam Tentara Republik Indonesia untuk membentuk Angkatan Udara Nasional bersama-sama dengan Adi Sutjipto, seorang bekas murid Pak Karbol di Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta.

Setelah Indonesia merdeka, Maman mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan, dengan memilih berjuang ke AURI. Pada saat AURI masih dalam pertumbuhan, Maman bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara. Bersamaan dengan itu, berdasarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 5 Oktober 1945 telah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Menjelang Juli 1947, Maman bersama-sama dengan Adisutjipto mendapat tugas dari pemerintah untuk pergi ke India guna mencari bantuan obat-obatan. Seorang industrialis India bernama PatNaik meminjamkan pesawatnya jenis Dakota untuk tugas mengangkut obat-obatan bagi PMI.

Namun pada 28 Juli 1947 sore, saat bertolak dari Singapura ke Yogyakarta, pesawat itu ditembak pesawat Kitty Hawk miliki Belanda dan jatuh di Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, dekat Desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Padahal, pemberangkatan pesawat Dokota VT-CLA tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah Inggris dan pemerintah Belanda. Maman dan sejumlah tokoh lainnya pun gugur dan dimakamkan di pemakaman Kuncen, Yogyakarta.

Sebagai penghargaan, tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA didirikan monumen tugu peringatan Monumen Perjuangan TNI AU. Pada 14 Juli 2000, atas prakarsa Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Hanafi Asnan, kerangka jenazah Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto beserta istri dipindahkan ke lokasi tempat jatuhnya pesawat tersebut. Selain itu nama, Abdulrachman Saleh diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Bugis berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 pada 17 Agustus 1952.

Untuk penghargaan, penghormatan, dan pengabdian nama pahlawan udara tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Komandan Akademi Angkatan Udara Nomor: 145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 dianggap perlu nama "Karbol" yang merupakan julukan Abdulrachman Saleh digunakan untuk menyebut Taruna Akademi yang sebelumnya dipanggil Kadet.

Dalam perjalanan sejarahnya, panggilan Karbol sempat berubah menjadi Taruna. Namun sebutan Karbol dikukuhkan kembali sebagai panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor: Skep/179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000. Lalu Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974 almarhum Marsda TNI (Anumerta) Prof Dr Abdulrachman Saleh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Topik Menarik