Presiden Iran: Suka Tidak Suka, Kita Harus Berurusan dengan Amerika
DUBAI, iNews.id - Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan negaranya tak bisa mengabaikan Amerika Serikat (AS) begitu saja, meski menjadi musuh bebuyutan. Iran akan terus berupaya mencari jalan untuk meredakan ketegangan.
"Suka atau tidak, kita harus berurusan dengan Amerika Serikat di arena regional dan internasional. Jadi lebih baik mengelola hubungan itu sendiri," kata Pezeshkian, dikutip dari Reuters, Rabu (13/11/2024).
"Kita harus memperlakukan teman-teman kita dengan murah hati dan menangani musuh-musuh kita dengan kesabaran," ujarnya, melanjutkan.
Donald Trump yang akan dilantik sebagai presiden AS yang baru pada 20 Januari 2025 menjadi ujian kesabaran bagi Iran. Iran punya pengalaman buruk dengan politikus konservatif itu.
Pada 2018, Trump yang saat itu menjabat presiden, membawa AS keluar dari kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) disusul dengan menjatuhkan sanksi yang memukul perekonomian Iran.
JCPOA yang juga diteken negara-negara anggota tetap PBB mengontrol dan membatasi program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, Iran mendapat pelonggaran sanksi.
Sementara itu saat kampamye Pilpres AS 2024, Trump tampaknya agak melunak dengan Iran. Dia mengatakan tidak ingin merusak negara itu, namun tidak akan membiarkannya memiliki senjata nuklir.
Pembicaraan tidak langsung antara AS dan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan JCPOA selalu kandas.
Iran secara resmi masih menjadi bagian dari kesepakatan tersebut, namun mengurangi komitmennya dengan melakukan pengayaan uranium di atas ambang batas yang ditentukan.
Juru bicara pemerintah Iran Fatemeh Mohajerani mengatakan pemerintahannya akan melakukan upaya apa pun demi mengamankan kepentingannya, termasuk jika harus bernegosiasi dengan Trump.
Meski demikian dia menegaskan, keputusan akhir untuk melakukan pembicaraan dengan AS berada di tangan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
"Kampanye tekanan maksimum Trump telah gagal. Yang penting adalah tindakan, bukan kata-kata. Kami menyarankan Trump untuk mempertimbangkan lagi kegagalan kebijakan masa lalunya," kata Mohajerani.