Penyelundupan Ilegal di Perbatasan Korea Utara dan China Picu Tragedi Kemanusiaan

Penyelundupan Ilegal di Perbatasan Korea Utara dan China Picu Tragedi Kemanusiaan

Global | sindonews | Jum'at, 11 April 2025 - 07:55
share

Sebuah insiden tragis baru-baru ini menguak kembali praktik penyelundupan ilegal antara Korea Utara dan China yang selama ini luput dari sorotan dunia internasional.

Kapal kargo Korea Utara yang diduga terlibat dalam ekspor batu bara ilegal tenggelam usai bertabrakan dengan kapal China di Laut Barat Korea beberapa waktu lalu. Akibat kecelakaan tersebut, hampir 20 awak kapal Korea Utara diperkirakan tewas.

Pemerintah Korea Utara dan China hingga kini belum memberikan pernyataan resmi mengenai insiden ini. Dugaan kuat muncul bahwa kedua negara enggan mengakui kejadian tersebut karena dapat membuka fakta mengenai pelanggaran terhadap sanksi Dewan Keamanan PBB.

“Diamnya kedua negara menunjukkan bahwa mereka ingin menghindari pengakuan bahwa ada pelanggaran sanksi internasional yang terjadi,” ujar Byung-kwan Park, Peneliti Senior di Institute for National Security Strategy (INSS), kepada Sindonews pada Jumat (11/4/2025).

Menurut Park, penyelundupan ilegal antara Korea Utara dan Tiongkok bukanlah hal baru. Bahkan setelah PBB memperketat sanksi terhadap Korea Utara pada tahun 2017, Korea Utara tetap melanjutkan penyelundupan batu bara, minyak bumi, dan hasil laut melalui China.

Pada tahun 2018, citra satelit menangkap kapal-kapal Korea Utara melakukan transfer ilegal minyak mentah dari kapal ke kapal di lepas pantai China. Pada tahun 2019, dilaporkan bahwa sejumlah besar batu bara Korea Utara masuk ke pelabuhan-pelabuhan China.

Perdagangan ilegal ini terus terjadi pada tahun 2020, dengan konfirmasi seringnya kapal Korea Utara berlayar ke dan dari pelabuhan China dengan AIS dimatikan. AIS (Automatic Identification System) adalah sistem pelacakan kapal yang wajib diaktifkan demi keselamatan pelayaran. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa Pemerintah China tidak menegakkan sanksi terhadap Korea Utara secara ketat dan justru memungkinkan perekonomian Korea Utara tetap berjalan.

Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, kata Park, China memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum internasional. Namun, membiarkan aktivitas penyelundupan Korea Utara merupakan pengabaian terhadap tanggung jawabnya sebagai kekuatan global.

‘’Jika Pemerintah China menutup mata atau gagal menindak tegas aktivitas ilegal ini, hal tersebut tidak hanya akan berdampak buruk pada denuklirisasi Korea Utara, tetapi juga pada stabilitas kawasan Asia Timur Laut,’’ jelas Park.

Untuk mempertahankan kepercayaan komunitas internasional, dia meminta China harus secara ketat mematuhi sanksi terhadap Korea Utara dan mengambil langkah-langkah untuk menghentikan transaksi ilegal. Khususnya, pengawasan di wilayah laut tempat penyelundupan terjadi harus diperkuat, dan penegakan terhadap pelanggaran sanksi harus dilakukan secara tegas.

Insiden tabrakan baru-baru ini secara jelas memperlihatkan bahaya dari penyelundupan serta memiliki implikasi kemanusiaan. Beroperasi dengan AIS yang dimatikan merupakan taktik untuk menyembunyikan aktivitas ilegal, namun hal ini juga menghambat upaya penyelamatan cepat saat terjadi kecelakaan.

Akibatnya, keterlambatan dalam operasi penyelamatan mengorbankan "golden time" yang bisa menyelamatkan nyawa, sehingga menyebabkan hilangnya banyak awak kapal. Yang lebih memprihatinkan adalah diamnya pihak China dan Korea Utara atas tragedi ini. Korea Utara secara konsisten menunjukkan sikap mengabaikan nyawa manusia, memperlakukan rakyatnya hanya sebagai alat negara.

Para pekerja dikerahkan untuk penyelundupan dalam kondisi yang sangat berbahaya, dengan pemerintah tidak mengambil tanggung jawab ketika terjadi kecelakaan. China, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan bagian dari komunitas internasional, juga memiliki tanggung jawab kemanusiaan.

‘’Upayanya untuk menutupi insiden ini sangat mengecewakan,’’ tambahnya.

Insiden ini sekali lagi menegaskan perlunya komunitas internasional untuk lebih fokus pada realitas penyelundupan ilegal antara Korea Utara dan China.

Pertama, PBB dan negara-negara besar harus memperkuat pemantauan untuk memastikan bahwa China benar-benar menegakkan sanksi terhadap Korea Utara dan memberi tekanan pada Pemerintah China agar bertindak secara aktif.

Kedua, jika pelanggaran sanksi dikonfirmasi, komunitas internasional harus mempertimbangkan untuk memperluas sanksi sekunder (sanksi terhadap pihak ketiga) terhadap perusahaan dan entitas China yang mendukung atau membiarkan pelanggaran tersebut.

Ketiga, komunitas internasional, termasuk Korea Selatan, harus bekerja sama untuk meningkatkan pengawasan maritim dan mengembangkan langkah-langkah untuk memblokir Korea Utara dari keterlibatan dalam tindakan ilegal.

Dukungan China terhadap Korea Utara berakar pada kepentingan strategis, namun aliansi dekat ini kini menjadi beban yang semakin besar bagi negeri Tirai Bambu tersebut. Untuk menghapus penyelundupan dan mencegah tragedi di masa depan, China harus membuat pilihan yang tegas dan sadar.

‘’Agar sanksi terhadap Korea Utara benar-benar berdampak, China sebagai pelindung utama Korea Utara harus menjalankan tanggung jawabnya dan mematuhi norma-norma internasional sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB,’’ tandasnya.

Topik Menarik