6 Alasan Israel Tidak Masuk Jadi Anggota NATO, Salah Satunya Ogah Ribut dengan Rusia

6 Alasan Israel Tidak Masuk Jadi Anggota NATO, Salah Satunya Ogah Ribut dengan Rusia

Global | sindonews | Jum'at, 14 Maret 2025 - 06:46
share

Israel, sebagai negara dengan kekuatan militer yang cukup signifikan dan lokasi strategis di Timur Tengah, telah menjadi sekutu penting bagi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS).

Namun, Israel tidak masuk menjadi anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) sebagaimana sekutu Amerika lainnya.

Meskipun tidak menjadi anggota NATO, Israel menikmati dukungan militer negara-negara kuat di aliansi tersebut hingga sekarang.

Ada beberapa alasan yang menjelaskan mengapa Israel tidak masuk menjadi anggota NATO, meskipun negara Yahudi tersebut memiliki kedekatan strategis dengan banyak negara anggota aliansi.

6 Alasan Israel Tidak Masuk Jadi Anggota NATO

1. Keterbatasan Geografis NATO

Salah satu alasan utama Israel tidak menjadi anggota NATO adalah faktor geografis.

NATO, yang dibentuk pada tahun 1949, awalnya adalah sebuah aliansi militer yang dirancang untuk menghadapi ancaman dari Uni Soviet di Eropa.

Secara historis, anggota NATO berasal dari kawasan Atlantik Utara dan Eropa. Israel terletak jauh dari wilayah tersebut, yaitu di Timur Tengah, yang tidak sesuai dengan cakupan geografis yang ditetapkan oleh perjanjian pendirian NATO.

Meskipun NATO telah memperluas anggotaannya ke beberapa negara Eropa Timur setelah berakhirnya Perang Dingin, kawasan Timur Tengah tetap di luar batas aliansi tersebut.

Secara teknis, Israel tidak berada dalam area tanggung jawab aliansi dan ini membuatnya tidak memenuhi kriteria geografis untuk bergabung.

2. Konflik dengan Negara-negara Arab

Israel telah lama terlibat dalam ketegangan dan konflik dengan negara-negara Arab di sekitarnya.

Bergabung dengan NATO akan menciptakan masalah di antara negara aliansi yang sudah lama menjadi sekutu negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi.

NATO sendiri mengeklaim berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Eropa dan Atlantik, dan keterlibatan Israel yang terus berkonflik dengan negara-negara Arab dapat menciptakan ketegangan dalam hubungan NATO dengan negara-negara tersebut.

Di sisi lain, negara-negara anggota NATO mungkin enggan untuk terlibat dalam konflik Timur Tengah yang berkepanjangan.

Mengingat beberapa negara anggota NATO, seperti Turki, juga memiliki hubungan yang rumit dengan Israel, ketegangan ini bisa menambah kompleksitas politik dan diplomatik aliansi tersebut.

3. Keamanan dan Stabilitas Internal NATO

Israel memiliki kebijakan luar negeri yang sangat independen, dan sering kali bertindak tanpa konsultasi dengan negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat, yang merupakan anggota paling berpengaruh di NATO.

Israel juga memiliki kebijakan pertahanan yang sangat independen, dengan kemampuan nuklir yang tidak diakui secara resmi.

Sebagian negara anggota NATO mungkin merasa bahwa kebijakan luar negeri Israel yang sering kali unilateral ini dapat menimbulkan risiko bagi stabilitas dan konsensus dalam aliansi.

Salah satu contoh penting adalah saat Israel melakukan serangan militer atau kebijakan yang berisiko meningkatkan ketegangan internasional, seperti dalam kasus konflik dengan Palestina atau serangan terhadap negara-negara yang dianggap sebagai ancaman, seperti Iran. Ini bisa berkonflik dengan tujuan kolektif NATO untuk menjaga stabilitas global.

4. Pertimbangan Kekuatan Politik dalam NATO

Meski Israel memiliki hubungan yang sangat erat dengan Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, banyak negara anggota NATO lainnya mungkin tidak mendukung keanggotaan Israel karena alasan politik atau ideologis.

Beberapa negara, seperti Prancis, Jerman, dan Italia, meskipun memiliki hubungan yang sangat baik dengan Israel, tetap mengedepankan prinsip netralitas dalam konflik Timur Tengah.

Penerimaan Israel sebagai anggota NATO dapat memicu ketegangan politik di dalam aliansi dan dengan negara-negara yang memiliki pandangan yang berbeda tentang konflik Israel-Palestina atau kebijakan Israel di kawasan tersebut.

Sebagai contoh, negara-negara Eropa yang lebih condong mendukung solusi dua negara atau lebih pro-Palestina mungkin melihat keanggotaan Israel dalam NATO sebagai sebuah pernyataan yang mendukung kebijakan luar negeri Israel yang lebih keras, yang dapat menciptakan ketegangan dengan negara-negara anggota lainnya.

5. Peran Kemitraan Strategis yang Berbeda

Israel memang tidak menjadi anggota resmi NATO, namun hubungan Israel dengan aliansi tersebut tetap sangat kuat.

Israel adalah negara mitra di dalam Program Kemitraan Mediterania NATO, yang memungkinkan kerja sama militer dan strategi antara Israel dan anggota NATO tanpa perlu menjadi anggota penuh.

Hubungan ini memungkinkan Israel untuk berpartisipasi dalam beberapa latihan militer bersama, berbagi intelijen, dan memiliki hubungan keamanan dengan negara-negara anggota NATO, tanpa memerlukan kewajiban untuk berbagi keamanan kolektif seperti yang ada pada keanggotaan penuh NATO.

Bahkan, pada tahun 2017, Israel menerima status "perjanjian kerja sama" dengan NATO, yang semakin mempererat hubungan militer antara kedua belah pihak.

Dengan status ini, Israel mendapatkan manfaat dari kerja sama militer dengan NATO tanpa harus terlibat dalam kewajiban dan pertanggungjawaban yang datang dengan menjadi anggota penuh.

6. Potensi Ketegangan dengan Rusia dan Negara Lain

Salah satu faktor yang juga harus diperhitungkan adalah hubungan Israel dengan negara-negara besar lainnya, terutama Rusia.

Israel telah menjaga hubungan baik dengan Rusia meskipun Moskow adalah lawan geopolitik utama bagi NATO. Terlebih lagi, Rusia memiliki kepentingan strategis di Timur Tengah, khususnya dalam konteks Suriah dan Iran.

Keanggotaan Israel dalam NATO berpotensi merusak hubungan yang telah dibangun Israel dengan Rusia, yang akan memengaruhi kebijakan luar negeri dan keamanan Israel sendiri.

Topik Menarik