Temuan Sungai Watch, Market Leader AMDK Jadi Penyumbang Sampah Terbesar di Bali dan Banyuwangi
JAKARTA – Sampah plastik di sungai-sungai Indonesia masih menjadi masalah serius. Temuan terbaru dari organisasi lingkungan Sungai Watch menunjukkan bahwa sebagian besar sampah yang mencemari sungai di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur, berasal dari produk kemasan plastik dari salah satu perusahaan AMDK multinasional yang merupakan market leader.
Dalam Brand Audit Report 2024, Sungai Watch mencatat telah mengumpulkan 600 ribu item sampah dari berbagai sungai di Bali dan Banyuwangi. Dari total tersebut, 17 persen atau sekitar 102 ribu item sampah dalam bentuk gelas dan botol plastik.
Audit tahun ini menjadi yang terbesar bagi Sungai Watch dengan wilayah pengawasan yang diperluas hingga Banyuwangi. Pada 2024, ada 52.600 item menjadi penyumbang sampah dari berbagai merek, perusahaan air minum market leader menyumbang 39.480 item sampah.
Perusahaan tersebut mengungkapkan, produknya 100 persen dapat didaur ulang, namun perusahaan ini tidak memiliki sistem deposit, pengumpulan, dan daur ulang yang layak bagi siklus akhir dari produk mereka. Hal inilah yang menjadi pertanyaan Sungai Watch.
Film Snow White Live Action Diboikot, Perubahan Cerita dan Keterlibatan Gal Gadot Jadi Sorotan
“Maka, sebagian besar gelas dan botol plastik itu berakhir di sungai, pantai, dan hutan mangrove,” kata Sam Bencheghib dalam sebuah video saat merilis Brand Audit Report 2024.
“Kami tidak bisa terus-terusan memunguti produk-produk ini dari sungai-sungai sepanjang hidup kami, terlalu banyak gelas dan botol yang kami punguti, sehingga inilah saatnya Perusahaan harus benar-benar melakukan perubahan,” tuturnya.
Laporan ini juga mengungkap bahwa Perusahaan AMDK tersebut sangat mengandalkan kemasan ukuran kecil yang sulit dikumpulkan dan didaur ulang. Sepertiga dari sampah yang ditemukan berupa gelas plastik 220 ml. Fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan antara klaim ramah lingkungan dengan praktik di lapangan.
Menariknya, Perusahaan tersebut diketahui mulai menghapus produk gelas plastik 220 ml dari situs resminya dan menggantinya dengan label yang berbeda berukuran serupa. Namun, produk gelas plastik lama masih banyak dijual di pasaran.
Selain itu, audit Sungai Watch menemukan adanya perbedaan harga yang signifikan antara kedua produk tersebut. Pada Februari 2025, volume air dalam produk gelas bahkan menyusut dari 220 ml menjadi 200 ml tanpa ada perubahan harga. “Konsumen sekarang membayar sama, tapi mendapatkan lebih sedikit,” ucap Sam dalam laporan tersebut.
Sungai Watch menilai bahwa perubahan kemasan ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan sampah plastik. Tanpa adanya sistem pengelolaan sampah yang memadai, perubahan ini justru memperkuat ketergantungan pada plastik yang sulit didaur ulang.
"Ketika perusahaan mengklaim akan mengurangi polusi plastik, publik mengharapkan aksi nyata, bukan sekadar perubahan kosmetik," tutur Sam.