Cara Ponpes di Purbalingga Bentengi Santri dari Radikalisme dan Terorisme
PURBALINGGA, iNEWSDEMAK.ID – Pondok pesantren memiliki peran strategis dalam membangun karakter generasi muda. Namun, seiring dengan meningkatnya ancaman penyebaran radikalisme dan terorisme, ponpes juga harus mengambil langkah nyata dalam membentengi para santri dari pengaruh ajaran menyimpang.
Salah satu pesantren yang secara aktif menolak penyebaran paham radikal adalah Pondok Pesantren Minhajut Tholabah, Desa Kambangan, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga. Pengasuh Ponpes, K.H. Ma’ruf Salim, menegaskan bahwa pesantrennya berkomitmen menjaga lingkungan pendidikan dari ajaran yang bertentangan dengan nilai kebangsaan dan Islam moderat.
"Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Minhajut Tholabah, kami menyatakan menolak masuknya ajaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme di lingkungan pondok pesantren," ujar K.H. Ma’ruf Salim saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (19/3/2025).
Untuk membentengi santri dari pengaruh radikal, Ponpes Minhajut Tholabah menerapkan sistem pendidikan berbasis moderasi beragama dan wawasan kebangsaan. Para santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga diajarkan pentingnya kerukunan, toleransi, serta persatuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemahaman ini diberikan melalui kajian kitab, diskusi, serta ceramah yang menekankan nilai-nilai kebangsaan dan Islam rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian, santri diharapkan memiliki pemahaman agama yang utuh dan tidak mudah terpengaruh oleh ajaran yang menyimpang.
Salah satu metode yang digunakan Ponpes Minhajut Tholabah dalam menangkal paham radikal adalah dengan menayangkan film-film edukatif yang mengandung nilai-nilai kebangsaan dan akhlak. Pemanfaatan media ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada santri tentang bahaya radikalisme dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.
Dengan pendekatan ini, para santri lebih mudah memahami mengapa ideologi ekstrem harus dihindari serta bagaimana menjaga sikap moderat dalam beragama.
Selain memberikan pendidikan yang komprehensif, pesantren juga menerapkan sistem disiplin dan pengawasan ketat terhadap santri. Setiap materi yang diajarkan oleh pengasuh dan ustaz diawasi agar tidak menyimpang dari ajaran Islam yang moderat.
Selain itu, santri juga dibatasi dalam penggunaan media sosial dan internet untuk mencegah akses terhadap konten yang berpotensi mengarah pada paham radikal. Pendampingan dilakukan secara intensif untuk memastikan bahwa mereka tetap mendapatkan informasi yang benar dan tidak terpapar propaganda berbahaya.
KH. Ma’ruf Salim juga mengajak seluruh masyarakat, terutama warga Kabupaten Purbalingga, untuk bersinergi dengan aparat kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
"Ayo bersama-sama bersinergi dengan Polda Jawa Tengah untuk menjaga kamtibmas, agar masyarakat terus aman dan damai," ujarnya.
Menurutnya, menjelang perayaan Idul Fitri, masyarakat harus bersama-sama menciptakan suasana yang kondusif, aman, dan damai. Peran serta masyarakat dalam menangkal paham radikal juga sangat diperlukan agar lingkungan tetap harmonis dan bebas dari potensi ancaman terorisme.
KH. Ma’ruf Salim menekankan bahwa generasi muda, terutama santri, harus memiliki kesadaran sejak dini tentang bahaya radikalisme. Oleh karena itu, pesantren harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membangun karakter santri agar memiliki pemahaman Islam yang moderat dan inklusif.
Dengan strategi pendidikan berbasis moderasi, pengawasan ketat, serta sinergi dengan berbagai pihak, pesantren dapat berperan sebagai garda terdepan dalam menangkal radikalisme dan menjaga keutuhan bangsa.