Akhirnya! Misteri Emas Soekarno di London Terungkap, BI-TNI Bentuk Tim Operasi Khusus

Akhirnya! Misteri Emas Soekarno di London Terungkap, BI-TNI Bentuk Tim Operasi Khusus

Berita Utama | inews | Jum'at, 9 Agustus 2024 - 10:00
share

JAKARTA, iNews.id - Misteri bertahun-tahun tentang harta peninggalan Presiden Soekarno berupa uang triliunan rupiah hingga emas puluhan ton di luar negeri akhirnya tersingkap. Pemerintah Indonesia segera membentuk tim penelusuran yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia dan Bank Indonesia.

Cerita tentang emas Soekarno menyeruak sejak berakhirnya Orde Lama. Kisah itu terus bergulir dari waktu ke waktu, jadi pergunjingan rakyat, hingga memantik rasa penasaran teramat dalam. Kasak-kusuk ini pun akhirnya memunculkan berjuta pertanyaan.

Benarkah emas simpanan itu ada? Di mana persis lokasinya? Betulkah harta karun tersebut luar biasa besar jumlahnya sehingga bisa melunasi semua utang Indonesia? Siapa saja yang mengetahuinya?

Simpanan Emas Dana Revolusi

Semua bermula dari surat Soebandrio kepada Presiden Soeharto pada 13 Februari 1986. Dari penjara, mantan wakil perdana menteri RI yang dihukum karena kasus Gerakan 30 September/PKI itu menuliskan perihal dana revolusi. Jumlahnya tidak main-main!

Menurut Soebandrio, dana revolusi yang dihimpun pada masa Bung Karno itu berupa uang 450 juta dolar AS di Union de Nanques Suisses, emas lantakan senilai 125 juta poundsterling di Bank Barclays London serta uang 250.000 dolar AS di Bank Guyer Zeller Zumont, Zurich (Swiss) dan Bank Daiwa Securities, Tokyo, Jepang.

“Setelah menerima surat dari Dr Soebandrio, beliau (Soeharto) segera memerintahkan menteri muda/sekretaris kabinet untuk menindaklanjuti hal ini,” kata Marsda TNI (Purn) Kahardiman dalam buku Hakim Agung Kahardiman: dari Oditur, Opstib, hingga Arbiter, dikutip Jumat (9/8/2024).

Presiden pertama Indonesia, Soekarno (Foto: Dok. arsip)
Presiden pertama Indonesia, Soekarno (Foto: Dok. arsip)

Kahardiman merupakan perwira karier TNI AU. Kala itu, lulusan fakultas hukum Universitas Gadjah Mada ini masih berpangkat bintang satu alias marsma dan menjabat kepala Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu) Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Untuk diketahui, Teperpu bertugas memeriksa orang-orang yang diduga terlibat atau mengetahui peristiwa G30S. 

Atas perintah Pak Harto, Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Hartanto mengeluarkan surat tertanggal 24 November 1986 No. R.157/M.Seskab/12/86 yang isinya meminta bantuan gubernur BI untuk melakukan penelitian atas kebenaran surat Soebandrio.

Dari surat itu, ditunjuklah Direktur BI TM Zahirsjah dan Hartanto pergi ke luar negeri. Hasil pelacakan pada tiga bank tersebut, keterangan Soebandrio tentang emas dan dana revolusi itu meragukan.

“Barclays menyangsikan perkiraan adanya simpanan emas senilai 125 juta poundsterling di bank mereka. Sangat kecil kemungkinan karena jumlahnya sangat besar saat itu. Sementara, nama Soebandrio tidak ditemukan dalam catatan nasabah mereka,” tutur Kahardiman.

Adapun bank di Zurich, Swiss meminta legalisasi Soebandrio sebelum mereka memberi keterangan. Atas dasar ini tim pelacak merasa perlu melakukan dua hal lanjutan. Pertama, meminta penjelasan tertulis atas berbagai persoalan tersebut kepada Soebandrio. Kedua, mewancarai beberapa pejabat/mantan pejabat yang diperkirakan mengetahui adanya kekayaan negara yang disimpan di luar negeri atas nama Soebandrio.

Operasi Teladan

Tak dimungkiri, cerita tentang dana revolusi terus berembus, berulang dari waktu ke waktu. Berbagai rumor menyertai, antara fiktif hingga mitos, semua bercampur jadi satu. Yang kerap terdengar, cadangan emas Soekarno itu berasal dari pemberian raja-raja Nusantara.

Di antara simpang-siur itu, yang kerap muncul adalah penuturan mengenai keberadaan emas di Union de Banques Suisses alias UBS. Adapula yang menyebut begitu banyaknya harta milik Indonesia, Amerika Serikat pada kurun itu disebut punya utang ke Indonesia.

“Cerita lain yang masuk, sebagian terbesar dari mereka (orang-orang yang percaya adanya simpanan emas) yakin harta amanah hanya akan cair bila satrio piningit datang dan memimpin bangsa Indonesia,” kata Safari ANS dalam buku Harta Amanah Soekarno.

Berbagai ketidakjelasan itu pula yang mengusik pemerintahan Soeharto untuk mengungkap. Dari hasil rekomendasi tim pelacak, pada 27 Mei 1987 turun SK Nomor 2 Tahun 1987 tentang Operasi Teladan.

Ditunjuk sebagai ketua operasi yakni Marsma TNI Kahardiman. Anggota Operasi Teladan antara lain Zahirsjah (direktur BI), Hartanto (seskab), hingga Kolonel CPM Soegini (Kabagmin Teperpu Kopkamtib). Salah satu tugas operasi ini yaitu mengupayakan kembali agar semua kekayaan negara dapat dikembalikan di bawah kekuasaan Pemerintah RI.

“Berdasarkan SK tentang Operasi Teladan, tim ini hanya punya waktu lima bulan untuk melakukan pengusutan dan harus menyelesaikan tugas selambat-lambatnya pada 31 Oktober 1987,” ucap Kahardiman.

Buku Hakim Agung Kahardiman. (Foto: iNews.id/zen teguh).
Buku Hakim Agung Kahardiman. (Foto: iNews.id/Zen Teguh).

Hari demi hari dilalui. Berbagai tugas dikerjakan. Seperti berpacu dengan waktu, tim Operasi Teladan bergerak cepat menginvestigasi termasuk mewancarai Soebandrio. Tak hanya itu, sejumlah mantan pejabat seperti eks kepala direktorat inspeksi kementerian luar negeri HS Munthahar serta eks kepala perwakilan RI di Den Haag Soesanto Djojosoegito juga ditanyai.

Apa hasilnya?

Dalam penelusuran tim Operasi Teladan, Soebandrio sebenarnya mengaku tak tahu-menahu tentang dana 450 juta dolar AS itu. Soal emas yang disebut dalam suratnya kepada Soeharto, mantan menteri luar negeri itu mengaku terpengaruh buku Cakrawala Politik Era Soekarno tulisan Ganis Harsono.

Menurut Kahardiman, dalam buku itu ada satu halaman tertulis: “Tanggal 17 Agustus 1960, Pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Ini dilakukan setelah Pemerintah RI selesai memindahkan cadangan emasnya dari Belanda ke Inggris.”

Tidak Ada Emas Soekarno

Dari penelusuran, tim Operasi Teladan mendapatkan kesimpulan Dana Revolusi merupakan hasil produk hukum Inpres Nomor 018 Tahun 1964 dan Keppres Nomor 360 Tahun 1965. Sebelumnya, dana itu disebut Dana Stabilisasi. 

Temuan lain terungkap seluruh harta hasil korupsi pada pemerintahan sebelumnya dikumpulkan oleh tim pengawasan keuangan negara (pekuneg) dan disimpan dalam rekening di BI dalam bentuk valuta asing. 

Rekening Dana Revolusi merupakan rekening dalam mata uang rupiah. Isi rekening dari hasil setoran pungutan terhadap importir sebesar Rp400 untuk setiap pembukaan letter of credit. Selain itu pungutan 5 persen dari dana surat pendorong produksi (SPP) yang dihimpun dana devisa.

Puncaknya, pada 23 September 1987 direksi BI mengeluarkan surat yang ditandatangani Binhadi dan Zahirsjah. Isinya secara garis besar terdapat dua hal. Pertama, rekening Dana Revolusi dalam kurs rupiah masih berada di bawah tata usaha BI dengan saldo Rp1.503.983,570.

Kedua, mengenai rekening Dana Revolusi dalam valuta asing dari tata usaha BI diketahui bahwa dana-dana tersebut telah disetorkan ke dalam rekening Dana Devisa special account. Menurut TU BI, pada 1 April 1973, rekening tersebut bersaldo 553.114,41 dolar AS.

Kahardiman menegaskan, semua hasil temuan telah dilaporkan kepada sekkab pada 1 Oktober 1987. “Operasi Teladan resmi dibubarkan dengan hasil nihil. Emas lantakan tak ditemukan dan uang jutaan dolar tak ditemukan kebenarannya. Namun tim berhasil menyelamatkan sejumlah aset negara,” kata Kahardiman.

“Pelacakan dihentikan, namun, isu mengenai Dana Revolusi masih terus menarik untuk diutak-atik hingga kini,” kata jenderal AU yang kelak setelah pensiun menjabat hakim agung ini.

Topik Menarik