Kisah Para Pejuang Ojol di Bawah Gemerlap Kota Malang

Kisah Para Pejuang Ojol di Bawah Gemerlap Kota Malang

Gaya Hidup | batu.inews.id | Kamis, 12 September 2024 - 18:40
share

MALANG, iNewsBatu – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, perubahan terjadi di berbagai aspek kehidupan, termasuk cara kita bepergian.

Di Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, ojek online (ojol) bukan sekadar alat transportasi, tapi sudah menjadi denyut nadi mobilitas masyarakat. 

Dengan segala kemudahannya, ojol menawarkan kepraktisan, namun di balik layar kenyamanan ini, terselip kisah-kisah perjuangan yang kerap kali tak terungkap.

Cukup dengan beberapa ketukan di layar ponsel, pengemudi ojol langsung hadir, siap mengantar penumpang tanpa harus menunggu lama.

GPS dan teknologi canggih mempermudah mereka menavigasi jalanan. Namun, di balik itu, para driver ojol menghadapi realitas yang jauh dari kesan praktis.

Ada kisah harapan, kerja keras, dan ketidakpastian yang mereka jalani setiap hari.

 

Yuda (50), pengemudi asal Lowokwaru, Kota Malang, menggambarkan manis getirnya hidup sebagai pengemudi ojol. 

“Penghasilan saya tidak menentu, kadang cuma Rp50 ribu, kadang bisa sampai Rp100 ribu. Semua tergantung jarak orderan,” ujar Yuda saat ditemui iNews Batu, Kamis (12/9/2024).

Tarif jarak dekat mungkin hanya sekitar Rp8.000, tetapi untuk jarak lebih jauh, tambahan biaya hanya Rp2.000.

Meski aplikasi membantu, Yuda sering harus berkeliling, mencari penumpang di komplek perumahan atau pusat perbelanjaan, berharap ada yang memanggilnya.

"Bekerja sebagai ojol bukan cita-cita saya. Banyak dari kami menjalani ini karena sulitnya mencari pekerjaan lain," tambahnya dengan nada pasrah.

Sementara itu, Indra (37) pengemudi ojol asal Karangploso, Kabupaten Malang, punya cerita serupa. Dahulu ia bekerja di pabrik, namun faktor usia memaksanya keluar dari dunia kerja formal dan beralih ke ojol.

“Penghasilan saya bisa sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu sehari, tapi itu belum dipotong untuk bensin, makan, dan rokok,” katanya, sembari menyulut rokoknya.

Ia juga menjelaskan perbedaan pendapatan saat penumpang menggunakan voucher diskon. Jika penumpang memakai voucher, ia hanya menerima sekitar Rp4.000 hingga Rp6.000.

“Tapi kalau tidak pakai voucer, tarif Rp12.000, dan yang masuk ke rekening cuma Rp8.000," keluhnya.

Walau pendapatan sering tak pasti, para pengemudi ojol tetap optimis. Bagi mereka, ojek online bukan sekadar pekerjaan, tapi juga harapan baru.

Di balik setiap penumpang yang diantar, ada usaha untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan di tengah kerasnya persaingan.

Keberadaan ojol di Batu bukan hanya solusi transportasi, tetapi juga secercah harapan. Meski tantangan kerap menghadang, mereka tetap melaju, mencari penghidupan yang lebih baik di tengah gemerlap kota yang terus berkembang.

Topik Menarik