Pemberontakan PKI, Pemerhati Sejarah Tuban : Memahami G 30 S Tidak Boleh Sepenggal-sepenggal

Pemberontakan PKI, Pemerhati Sejarah Tuban : Memahami G 30 S Tidak Boleh Sepenggal-sepenggal

Nasional | tuban.inews.id | Selasa, 1 Oktober 2024 - 10:00
share

TUBAN, iNewsTuban.id – Setiap tanggal 30 september tiba, Bangsa Indonesia selalu teringat akan sejarah kelam yang terjadi pada 59 tahun silam, yakni tragedy berdarah Gerakan 30 September 1965 PKI (G30S-PKI).

 

Saat itu usia Indonesia baru saja 20 tahun setelah lepas dari penjajah Belanda, yang telah menjajah Bangsa Indonesia selama 350 tahun.

 

Sedikitnya 6 Jendral TNI dan 1 perwira telah gugur dalam peristiwa yang didalangi oleh PKI yang saat itu sedang dipimpin oleh DN Aidit. Selain membunuh 7 Pahlawan Revolusi, dalam tragedi itu, putri Jenderal AH Nasution (Menhankam) bernama Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun, juga turut menjadi korban kekejaman PKI.


 
Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, dan Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono. Ada juga Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta ajudan AH Nasution yang bernama Lettu Pierre Andreas Tendean juga turut meninggal dunia dalam peristiwa tersebut.


 
Menanggapi peristiwa kelam yang telah menjadi cerita sejarah paling memilukan dalam perjalanan Bangsa Indonesia itu, pemerhati sejarah dan budayawan asal Kabupaten Tuban, Sudjarwoto Tjondronegoro mengatakan, bahwa memahami sejarah terkait pemberontakan G 30 S/ PKI tidak boleh sepenggal-sepenggal, apalagi itu adalah sejarah kelam yang kelak mempengaruhi sikap, situasi politik dan keamanan di Indonesia.

 

“memahami G 30 S tidak boleh sepenggal-sepenggal, tapi harus sebuah keutuhan, bagaimana kita melihat G 30 S/ PKI dari cara pandang pemerintah, penguasa saat ini, dan kacamata para pelaku di kala itu, bagaimana PKI posisinya, bagaimana TNI, dan bagaimana pemerintahan pada saat itu, tiga komponen ini harus dicari, kejelasannya yang original,” ujarnya mengawali perbincangan dengan awak media.

 

 

Pria yang juga berprofesi dibidang akademik ini juga menambahkan, bahwa harus ada ruang untuk memperbaiki Langkah Bangsa Indonesia ke depan. Salah satu produk dari rekam jejak pengkhianatan PKI adalah lahirnya film documenter Pengkhianatan G 30 S/ PKI. Namun Jarwoto menyatakan film tersebut haruslah diluruskan. Adegan-adegan yang mengandung illustrasi harus dihilangkan karena film tersebut bersifat documenter.

 

“ada sebuah hal yang harus dibenahi, contohnya adalah salah satu diantaranya adalah produk film, itu perlu diluruskan, perlu di revisi, tidak semuanya benar, yang berbau ilustrasi harus dihilangkan, karena itu seharusnya film documenter, yang semestinya film documenter, adalah untuk menggugah semangat, agar peristiwa itu tidak terjadi, tetapi faktanya di lapangan suasana bisa dibaca sendiri,” imbuhnya.

 

Jarwoto juga menyoroti bahwa film tersebut adalah tak lebih dari fragmen untuk memenuhi kepentingan pemerintah saat itu.

 

“yang tersirat dalam film itu PKI melakukan pemberontakan semata-mata dengan sendirinya, alurnya lebih ke arah sepihak, yang memenuhi kepentingan pemerintah di kala itu, dan itu memang tugas dari organisasi politik itu mesti ada departemen agitasi dan propaganda, untuk apa, untuk menggalang kecintaan mereka terhadap partai, tapi disini harus berujung pada ideologi negara sebenarnya, katanya kan begitu,” tuturnya.

 

Dalam setiap pemnberontakan di sebuah negara, Jarwoto menyimpulkan bahwa ada peran-peran tertentu yang turut mendukungnya, seperti peran kekuatan sebuah kesatuan dan juga peran kekuatan politik. Tak lepas dari hal itu, Jarwoto juga menyatakan bahwa PKI saat melakukan pemberontakan terhadap NKRI juga menggunakan kekuatan tersebut untuk memuluskan jalannya.

 

“fakta PKI memberontak tidak bisa tidak, tapi mengapa memberontak..? apakah pelaku pemberontakan keseluruhan atau hanya sekedar pemantik, barangkali setelah itu bisa dipahami dan dipelajari sendiri, PKI tidak berdiri sendiri, peristiwa Madiun contohnya, baru ke 30 S, keterlibatan oknum yang macem-macem itu, kita bisa lihat, pemberontakan yang dilakukan di Nusantara ini pasti ada peran-peran tertentu, yang dilakukan oleh siapa..? misalnya DI TII, PRRI Permesta, artinya ada keterlibatan “oknum Militer”, yaa semuanya ada militernya, sejarah itu,” pungkasnya.

 

Topik Menarik