Mengenal Pangeran Diponegoro, Sang Pahlawan yang Kuasai Tafsir Alquran dan Tasawuf

Mengenal Pangeran Diponegoro, Sang Pahlawan yang Kuasai Tafsir Alquran dan Tasawuf

Terkini | inews | Rabu, 21 Agustus 2024 - 06:36
share

MALANG, iNews.id - Pangeran Diponegoro merupakan pahlawan nasional dalam melawan penjajah Belanda yang taat tuntunan agama Islam. Sejak kecil, dia dididik keluarga dengan pendidikan agama Islam yang tinggi.

Catatan sejarah menceritakan Pangeran Diponegoro pernah nyantri ke tokoh agama terkenal saat itu yakni Kiai Taptojani. Dia sudah memiliki kedekatan dengan para ulama sejak usia remaja.

Sesuai arahan nenek buyutnya Ratu Ageng, pendidikan yang diterima Diponegoro lebih memberi perhatian pada gaya pesantren formal atau sekolah agama berasrama dengan cara menetap. Dia pernah belajar di pesantren ternama seperti Melangi yang diasuh Kiai Guru Taptojani dan mendatangi ulama di Tegalrejo untuk belajar Alquran serta Hadist Nabi Muhammad SAW.

Model pendidikan macam itulah yang kemudian juga diterapkan Pangeran Diponegoro bagi anak-anaknya. Setidaknya ada empat putra Pangeran Diponegoro yang lahir di Tegalrejo dan di pengasingan yang memperoleh pendidikan pesantren dan menjadi Muslim taat. Hal ini sebagaimana dikisahkan Peter Carey 'Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785-1855'.

Dari sumber-sumber Jawa, dapat diperoleh gambaran tentang ragam teks bacaan selama Pangeran Diponegoro belajar di Tegalrejo. Di antaranya karya-karya Islam yang menjadi favoritnya yakni Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang 'tujuh tahap eksistensi' yang sangat laku di kalangan orang Jawa dalam perenungan, tentang Tuhan dunia dan tempat manusia di dalamnya.

Pangeran juga akrab dengan traktat-traktat tentang teologi mistik Islam, seperti Usul dan Tasawuf dan juga syair-syair mistik Jawa seperti suluk. Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran ikut menjadi bagian dari kurikulum sastranya, begitu pula karya-karya didaktik filsafat politik Islam seperti Sirat As-Salațin dan Taj As-Salatin.

Bidang lain yang juga mendapat perhatian khusus Diponegoro yakni hukum Islam seperti Taqrib, Lubab Al-Fiqh, Muharrar dan Taqarrub (suatu komentar tentang Taqrib) yang semua itu dikenal Diponegoro.

Dia di kemudian hari mengatakan dengan bangga koleksi buku-buku hukum Islam Jawanya yang disimpan oleh seorang teman di Yogya selama Perang Jawa.

Kenyataan itulah yang dapat menjelaskan kenapa Diponegoro kemudian sangat kritis terhadap reformasi hukum 1812 yang diberlakukan pemerintah Inggris (1811- 1816) karena memangkas kewenangan pengadilan agama Jawa.

Karya-karya tentang hukum Islam, teologi mistik, tata bahasa dan tafsir Quran tampaknya telah digunakan secara umum dalam pengajaran dalam pesantren-pesantren Jawa masa itu. Hal itu juga membuat minat khusus Pangeran Diponegoro dalam karya-karya tentang hukum Islam barangkali tidak terlalu istimewa dalam konteks pendidikan pesantren.

Topik Menarik