PKS Disarankan Bentuk Poros Baru di Pilgub Jabar, Usung Haru Suandharu-Susi Pudjiastuti

PKS Disarankan Bentuk Poros Baru di Pilgub Jabar, Usung Haru Suandharu-Susi Pudjiastuti

Terkini | bandungraya.inews.id | Sabtu, 10 Agustus 2024 - 21:40
share

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Direktur Eksekutif Trias Politika Institute, Agung Baskoro menilai, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki mesin politik yang sudah teruji dalam setiap kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Agung mencontohkan, pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018, pasangan Sudrajat-Syaikhu berhasil mengimbangi pasangan Dedi Mulyadi-Dedi Mizwar, bahkan sangat kompetitif dengan Ridwan Kamil-UU.

"Artinya PKS harus mulai mengorkestrasi, gesit, kemudian cerdik, cermat untuk mulai bermanuver melakukan lobi-lobi politik, membuka ruang-ruang komunikasi," ucap Agung di Bandung, Sabtu (10/8/2024).

Karena itu, Agung pun menyarankan agar PKS bisa bergerak keluar dari zoman nyaman dalam Pilgub Jabar 2024. Sebab menurutnya, PKS bisa saja menjadi mimpi buruk bagi partai politik lain andaikan tidak bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

"PKS harus mulai bergerak, keluar dari zona nyaman, jangan menunggu untuk dipinang, tapi sekarang mereka harus lebih aktif untuk meminang justru," ungkapnya.

"Seandainya tidak di KIM Plus tadi dengan partai-partai yang lain, misalkan seperti Nasdem itu ada figure Pak Ilham Habibie atau dengan PDIP ada figur Pak Ono Surono atau Ibu Susi Pudjiastuti atau figur siapa lagi seperti itu dan ceruk-ceruk ini saling melengkapi dengan tokoh yang dimiliki oleh PKS," tambahnya.

Agung menilai, satu-satunya cara melawan KIM yaitu dengan membuat poros baru yang bisa diisi oleh PKS, PKB, PPP hingga PDIP.

"Kalau PKB Islam yang perdesaan, kalau PKS Islam yang perkotaan. Jadi PKS masuk ke semua sisi partai-partai yang sekarang ada di Jawa Barat dan saya kira itu sayang untuk tidak dikapitalisasi secara elektoral, kalau tidak momennya lewat nanti PKS hanya jadi pelengkap, penggembira. Apakah itu di KIM Plus ataupun di koalisi yang memang akan ada terbentuk," tuturnya.

Terlebih lagi, PKS sendiri sudah memiliki potensi untuk bisa mengusung kadernya maju di Pilgub Jabar 2024 tanpa harus masuk dengan KIM Plus.

"Ada potensi PKS tidak harus masuk skema KIM Plus. Artinya membuat poros baru tadi. Karena PKS punya posisi tawar, dia punya kursi yang besar pasca Gerindra kalau enggak salah, dia punya tokoh, sosok banyak, bahkan bisa memunculkan nama," ungkapnya.

"PKS juga punya basis yang jelas dan ini sudah teruji dari pemilu kemarin. Posisi tawar ini yang bisa dijual ke KIM Plus, istilahnya Kalau lu enggak sama gua, kemungkinan kalah lu besar, apalagi kalau gua buat boros baru bro, hati-hati," sambungnya.

Menurutnya, dengan membuat poros baru berisikan PKS, PKB, PPP hingga PDIP akan bisa menggoyang KIM Plus yang bisa dikatakan saat ini memikiki kekuatan politik yang besar.

"Saya masih melihat potensi itu besar, kenapa? Tadi, Islam PKS ini kan Islam perkotaan, PKS butuh untuk memperluas ceruk pemilihnya Islam perdesaan, itu biasanya representasi oleh PPP dan PKB. Kalau ini bareng, saya melihat potensi kemenangannya ada besar," jelasnya.

"Jadi kalau saya mengendorse aja, karena ini Open Election, peta masih terbuka, dinamika masih banyak, digagas aja poros Islam, apakah itu poros tengah, ataukah poros apa namanya nanti poros santri, terserah apapun namanya. Tapi yang jelas potensi partai-partai Islam bersatu di Jawa Barat ada momennya dan tokoh-tokohnya juga saya lihat potensial semua," lanjutnya.

Jika seandainya poros baru itu terwujud, Agung mengatakan maka PKS harus mengusung figur yang memiliki elektabilitas tinggi.

"Misalkan nama yang cukup moncer, kayak Ibu Susi misalkan diambil sama teman-teman PKS atau teman-teman tadi Koalisi Santri," ungkapnya.

Menurutnya, sosok Susi Pudjiastuti akan sangat menarik jika disandingkan dengan Haru Suandharu di Pilgub Jabar 2024.

"Karena memang Pak Haru punya mesin, Ibu Susi punya elektabilitas. Nah kalau mesin dan figur ini bersatu, peluang untuk memenangkan Pilkada itu lebih besar. Karena kan yang punya mesin sudah teruji, yang punya elektabilitas juga sudah terbaca oleh survei mainstream," terangnya.

"Jadi saya melihat idealnya Pilkada itu perkawinan antara figur dan mesin (partai), jangan hanya salah satu saja, figur saja atau mesin saja. PKS butuh figur, figur butuh PKS jadi relasi-relasi yang mutualistik seperti itu," tandasnya.

Topik Menarik