Sejarah Penanggalan Jawa, Digunakan Semasa Sultan Agung Berkuasa di Mataram

Sejarah Penanggalan Jawa, Digunakan Semasa Sultan Agung Berkuasa di Mataram

Terkini | inews | Kamis, 27 Juni 2024 - 07:22
share

MALANG, iNews.id - Kalender Jawa atau penanggalan Jawa merupakan sistem penanggalan yang digunakan Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta daerah yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memadukan sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu dan sedikit penanggalan Julian bagian budaya Barat

Kalender Jawa Islam ini mulai digunakan di bawah pemerintahan Sultan Agung yang mengantarkan Kerajaan Mataram Islam ke puncak kejayaan.

Di masa Sultan Agung, Mataram berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa. Bahkan wilayah kekuasaan Mataram mulai meluas hingga sisi timur Pulau Jawa.

Sosok Sultan Agung sendiri merupakan pengganti Pangeran Hanyakrawati. Dia merupakan raja ketiga dari Kesultanan Mataram, dengan nama lengkap Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrokusumo.

Kalender Jawa yang diciptakan di masanya, memadukan antara kalender Hijriyah Islam yang dipakai masyarakat pesisir utara dengan kalender saka dipakai masyarakat pedalaman.

Hasilnya terciptalah Kalender Jawa Islam yang mempersatukan rakyat Mataram. Memang saat itu wilayah Mataram ada yang berada di pesisir dan pedalaman, yang masih kental dengan budaya Hindu-Buddha.

Di tangan Sultan Agung, Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang begitu menentang kolonialisme. Dikisahkan pada buku 'Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II' tulisan Peri Mardiyono karena tekadnya melawan kolonialisme, Sultan Agung pernah menyerang VOC di Batavia.

Raja muda yang naik tahta pada usia 20 tahun ini terkenal cukup berani dalam memerangi kolonialisme. Bahkan saat VOC yang bermarkas di Ambon pada tahun 1614, VOC mengajak Sultan Agung bekerja sama dengan mengirimkan delegasinya ke Mataram.

Tetapi permintaan negosiasi ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan Agung. Nahas empat tahun kemudian pada 1618 Masehi, Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meski begitu sulit dan mengalami krisis pangan, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Tetapi lambat laun karena melihat rakyatnya mengalami krisis pangan, Sultan Agung akhirnya mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621, Mataram mulai melakukan penjajakan hubungan dengan VOC. tetapi persyaratan yang dimintai Sultan Agung untuk menyerang Surabaya ditolak.

Sultan Agung tak patah arang, dia mencoba menghadapi penjajah yang terkenal kuat itu. Sultan Agung mencoba memainkan dengan menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC Belanda.

Dari tekad dan semangat Sultan Agung inilah kekuasaan Mataram coba diperluas hingga ke Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan, Sultan Agung berhasil menundukkan Sukadana di wilayah Kalimantan pada tahun 1622. Setelahnya beberapa daerah di Sumatera yakni Palembang dan sekitarnya dikuasai oleh Mataram pada 1636.

Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi kala itu.

Sultan Agung berhasil membangun kebesaran dan kejayaan Mataram bukan hanya di atas perang, ekspansi dan pertumbuhan darah, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem - sistem pertanian. Ini merupakan visi misi khas Kerajaan Mataram sebagai kerajaan pedalaman.

Kebijakan ini akhirnya malah mempersempit lahan pertanian rakyat Mataram. Sebab negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban justru dimatikan. Akibatnya kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Topik Menarik