Ancaman terhadap Kebebasan Akademik, Kasus Prof Bambang Hero Saharjo dan Pandangan Ulul Albab

Ancaman terhadap Kebebasan Akademik, Kasus Prof Bambang Hero Saharjo dan Pandangan Ulul Albab

Terkini | surabaya.inews.id | Selasa, 14 Januari 2025 - 13:50
share

SURABAYA, iNewsSurabaya.id –  Laporan terhadap Profesor Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) dan pakar lingkungan, ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung pada 8 Januari 2024, telah memicu perdebatan sengit seputar kebebasan akademik di Indonesia.  

Prof Saharjo dilaporkan atas dugaan penyimpangan perhitungan kerugian lingkungan hidup senilai Rp271 triliun dalam kasus korupsi pertambangan timah.  Angka tersebut menjadi titik pusat kontroversi.
 
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Ulul Albab,  mengungkapkan keprihatinannya atas kasus ini.  Dalam pandangannya,  permasalahan ini melampaui kebenaran atau kesalahan angka yang disampaikan Prof Saharjo;  inti persoalannya adalah ancaman serius terhadap kebebasan akademik.
 
"Kasus ini bukan sekadar tentang benar-salahnya perhitungan kerugian lingkungan, melainkan tentang tergerusnya ruang kebebasan akademik di Indonesia," tegas Ulul Albab.  

Prof Saharjo, menurutnya, berhak menyampaikan pendapat berdasarkan data dan metodologi ilmiah yang telah dikaji.

 "Meskipun angka yang disampaikan tampak besar, kita harus menghargai proses keilmiahan yang telah dijalankan.  Mengancam atau bahkan mempidanakan seorang ahli karena perbedaan pendapat hanya akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan," tambahnya.
 
Ulul Albab juga menyoroti peran krusial saksi ahli dalam sistem peradilan.  "Saksi ahli memberikan perspektif ilmiah yang independen.  Jika para ahli takut menyampaikan pendapat karena ancaman hukum, pengadilan akan kesulitan mendapatkan informasi dan data yang akurat dan objektif," jelasnya.
 
Untuk itu Ulul Albab mendesak penegak hukum untuk lebih bijaksana dalam menangani kasus serupa.  

"Sebelum menindaklanjuti laporan terhadap saksi ahli,  penegak hukum perlu mempertimbangkan konteks keilmiahan dan proses yang telah dijalani.  Perbedaan interpretasi data atau metodologi adalah hal lumrah dalam dunia akademik," ujarnya.
 
Ulul Albab juga menekankan perlunya payung hukum yang melindungi para akademisi yang bersedia menjadi saksi ahli.  

"Pemerintah perlu memberikan perlindungan hukum yang jelas agar para ahli merasa aman dan terlindungi saat menjalankan tugasnya,"  pungkasnya.  

Kasus Prof Saharjo, menurut Ulul Albab,  menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kembali pentingnya kebebasan akademik dan perlindungan bagi para akademisi dalam sistem peradilan Indonesia.

Topik Menarik