PMII dan Tantangan Kaderisasi di Era Ketidakpastian

PMII dan Tantangan Kaderisasi di Era Ketidakpastian

Nasional | sindonews | Jum'at, 28 Maret 2025 - 14:43
share

Acep JamaludinKetua Kaderisasi Nasional PB PMII

DI tengah dunia yang bergerak semakin cepat dan kompleks, organisasi mahasiswa di Indonesia menghadapi pertanyaan mendasar: masihkah mereka relevan sebagai ruang kaderisasi kepemimpinan dan tempat menumbuhkan keberpihakan sosial?

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sebagai bagian dari sejarah panjang gerakan mahasiswa Indonesia, tengah berada di persimpangan. Ia memiliki warisan nilai yang kuat—ahlussunnah wal jamaah, nasionalisme, dan komitmen sosial. Namun, warisan saja tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman yang telah berubah secara drastis.

Dunia tidak lagi ditentukan satu kutub kekuasaan. Persaingan geopolitik antara Amerika Serikat, China, dan Rusia menciptakan instabilitas baru. Populisme tumbuh subur, demokrasi liberal mengalami regresi, dan algoritma media sosial semakin menggantikan ruang dialog publik yang sehat. Dalam konteks inilah, sistem kaderisasi PMII harus dimaknai ulang.

Politik dan Perubahan SosialKaderisasi bukan sekadar mekanisme keanggotaan atau pelatihan administratif. Ia adalah proses pembentukan manusia—yang berpikir kritis, memiliki kepekaan sosial, dan mampu bertindak dalam realitas yang kompleks. Di tengah polarisasi politik, derasnya disinformasi, dan ketimpangan sosial yang kian mencolok, proses ini tidak bisa berjalan seperti biasa.

Banyak organisasi mahasiswa terjebak dalam ritus struktural dan kompetisi jabatan internal, sementara masyarakat menghadapi krisis keadilan, lingkungan, dan keterasingan digital. Maka, pertanyaan yang harus dijawab: apakah kaderisasi hari ini membentuk pemimpin masa depan atau sekadar melanggengkan rutinitas organisasi?

Di tengah pesimisme ini, PMII masih menyimpan harapan. Namun harapan itu tidak akan tumbuh dari nostalgia. Ia hanya bisa dirawat jika kita berani melakukan penyegaran total terhadap sistem kaderisasi yang ada.

Menyusun Ulang Sistem KaderisasiBidang Kaderisasi Nasional PB PMII merumuskan satu pendekatan baru. Kami menyebutnya sebagai model Era Baru Kaderisasi PMII yang berakar pada nilai, tetapi bertumbuh menjawab zaman. Tiga dimensi utama menjadi dasar: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Kognitif mencakup penguasaan teori sosial dan ideologi. Kader perlu dibekali kemampuan analisis yang tajam agar tidak terombang-ambing oleh narasi populis. Afektif menekankan pembentukan empati dan kepekaan terhadap realitas sosial—karena militansi tidak cukup hanya dengan argumen, tetapi juga dengan hati yang terhubung pada penderitaan sesama. Sementara itu, psikomotorik diwujudkan dalam bentuk pengalaman langsung melalui aksi sosial, advokasi kebijakan, dan keterlibatan dalam dinamika masyarakat.

Proses kaderisasi ini dirancang melalui tahapan: pramapaba yang bersifat reflektif dan interaktif; Mapaba yang menanamkan nilai-nilai dasar PMII dalam konteks sosial; PKD sebagai ruang pendalaman isu dan praktik advokasi; serta PKL dan PKN untuk menyiapkan kepemimpinan strategis yang adaptif dan visioner.

Materi kaderisasi diperluas dengan literasi geopolitik, etika digital, serta pemikiran sosial dari tokoh-tokoh pemikiran kontemporer. Tujuannya bukan agar kader menjadi kutu buku, tetapi agar kader memiliki kerangka berpikir yang mampu menjawab realitas yang kompleks.

Sistem ini juga menggabungkan pendekatan mentoring organik dan ruang eksploratif. Pendampingan dari senior bukan untuk membentuk kader patuh, tetapi menjadi teman belajar yang membantu kader menemukan arah dan keberanian.

Dari Forum ke Medan SosialKaderisasi yang kuat harus terhubung dengan gerakan sosial yang nyata. PMII tidak boleh hanya aktif di ruang-ruang forum, tetapi juga harus hadir dalam kehidupan masyarakat: di kampung-kampung terdampak proyek, di komunitas marjinal, di ruang-ruang kebijakan, dan di ruang digital tempat generasi muda membentuk kesadaran mereka.

Gerakan PMII ke depan harus berbasis data, memperkuat riset komunitas, serta membangun narasi tandingan terhadap politik sensasi dan retorika instan. Literasi geopolitik dan digital harus masuk dalam kurikulum kaderisasi, karena kebijakan global hari ini bisa berdampak langsung pada dapur rakyat.

Kegiatan-kegiatan simbolik tidak cukup. PMII harus menjadi laboratorium kepemimpinan yang konkret. Kader harus dilibatkan dalam kerja-kerja advokasi, riset lapangan, pengorganisiran masyarakat, serta kampanye digital berbasis nilai dan keberpihakan.

Kepemimpinan di Abad ke-21Kaderisasi bukan hanya tentang bagaimana menjadi pengurus yang baik, melainkan bagaimana menyiapkan pemimpin masa depan. Pemimpin yang visioner, adaptif terhadap perubahan, inklusif dalam pendekatan, dan berorientasi pada keberlanjutan.

Kader PMII ke depan diharapkan mampu menjadi pemikir, penggerak, dan penyambung antara nilai keislaman, keadilan sosial, dan tantangan zaman. PMII harus melahirkan pemimpin yang tidak hanya siap bertarung di ruang politik, tetapi juga siap hadir sebagai inovator sosial dan juru bicara nilai-nilai kemanusiaan.

Kami tidak menafikan pentingnya jabatan atau keikutsertaan dalam arena politik. Namun tanpa integritas nilai, kekuasaan hanya akan menjauhkan pemimpin dari rakyat. Oleh karena itu, kaderisasi harus tetap menjadi akar yang menjaga orientasi perjuangan.

Menerangi Masa DepanKami percaya bahwa kaderisasi hanya akan bermakna jika mampu menutup jarak antara gagasan dan tindakan. PMII tidak sedang kekurangan jumlah kader, tetapi kekurangan ruang yang bisa menyatukan pemikiran, keberanian, dan pengabdian.

Kita tidak sedang membentuk penghafal konsep. Kita sedang membentuk pemimpin yang berakar pada nilai dan siap turun tangan di medan kehidupan. PMII bukan hanya tempat belajar bicara, tetapi tempat menyatakan sikap dan menyalakan arah. Karena masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh siapa yang paling banyak bicara, tapi oleh siapa yang paling berani berpihak.

Sebagai Bidang Kaderisasi Nasional, kami berkomitmen untuk menjadikan kaderisasi sebagai ruang pembentukan pemimpin yang berpikir jernih, merasa dalam, dan bertindak tepat. Karena dari rahim kaderisasi yang hidup, masa depan bangsa akan ditentukan.

Topik Menarik