Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden

Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden

Nasional | sindonews | Jum'at, 21 Maret 2025 - 08:12
share

Perjalanan karier Jenderal Kopassus Leonardus Benjamin Moerdani atau lebih dikenal LB Moerdani menarik diulas. Ia adalah tokoh militer legendaris yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah ketentaraan dan intelijen Indonesia.

Perjalanan karier LB Moerdani tidak hanya diwarnai oleh keberanian di medan tempur, tetapi juga kemampuan lain yang membuatnya dipercaya memegang berbagai posisi penting di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Lebih jauh, berikut ulasannya yang bisa disimak.

Perjalanan Karier LB Moerdani

Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benjamin ( LB) Moerdani merupakan salah seorang tokoh militer kenamaan dalam sejarah Indonesia. Selama aktif berkarier, ia sempat berjaya di dua era presiden berbeda, yakni Soekarno dan Soeharto.

Dirangkum dari berbagai sumber, Moerdani lahir di Blora, Jawa Tengah, 2 Oktober 1932. Sering juga disapa Benny Moerdani, ia merupakan putra dari pasangan Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo dan Jeanne Roech.

Karier militer Benny sudah dijalani sejak usia muda. Saat berusia sekitar 13 tahun, ia pernah ikut dalam penyerangan kempetei di Solo, sebelum akhirnya bergabung dengan Tentara Pelajar.

Setelahnya, Benny masuk Pusat Pendidikan Angkatan Darat (P3AD). Julius Pour dalam 'Benny: Tragedi Seorang Loyalis' mengungkap bahwa Benny muda memulai pelatihan pada 1951 dan terpilih ikut pendidikan tambahan di Sekolah Pelatih Infanteri (SPI).

Beberapa waktu berlalu, Benny lulus tahun 1952 dengan pangkat Letnan Cadangan (Pembantu Letnan Satu). Lalu, ia sempat ditempatkan sebagai instruktur dalam Sekolah Kader Infanteri, sebelum akhirnya dilantik menjadi Letnan Dua Infanteri dan resmi menjadi perwira militer professional pada 4 Juli 1954

Benny kemudian bertugas di TT/III Siliwangi yang memelihara wilayah keamanan Jawa Barat. Pada 1954, ia ditunjuk Kolonel Alex Evert Kawilarang selaku Panglima TT/III Siliwangi sebagai pelatih prajurit baru yang ingin bergabung dengan Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).

Pada 1956, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Di sini, Benny ditunjuk sebagai komandan kompi.

Selama dinas di RPKAD, Benny banyak berperan menumpas pemberontakan seperti Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada 1960, ia mendapat mandat dari Letjen Ahmad Yani untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning.

Benny akhirnya menyelesaikan pendidikan pada 1961. Tak lama, ia langsung ikut bergabung dalam persiapan pengambilalihan Irian Barat.

Berkat kontribusinya, Benny bahkan dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Tanda penghargaan tersebut tersemat di bawah wing tanda kecakapan pasukan payung dada kirinya.

Pada 1965, Benny dipindahkan dari RPKAD ke Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Di sana, ia menjadi Wakil Asisten Intelijen di bawah Ali Moertopo dan beberapa kali tergabung dalam tim Operasi Khusus.

‘Pengusiran’ Benny dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap satuan tersebut. Tiga jam setelah menerima perintah, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati, ia bahkan berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.

Setelah munculnya Gerakan 30 September (G30S) pada 1965, Benny bergabung dengan Ali Moertopo untuk mengakhiri konfrontasi yang terjadi. Tak butuh waktu lama, gerakan tersebut berhasil ditumpas oleh Soeharto yang waktu itu masih menjadi Pangkostrad.

Setelah pergantian kekuasaan ke Orde Baru, karier Benny terbilang semakin moncer. Ia mulai dikenal sebagai salah satu tangan kanan Soeharto dalam bidang keamanan presiden dan negara.

Kedekatannya itu bahkan membuat Soeharto merestuinya sebagai Panglima TNI (dulu ABRI). Benny lalu menggantikan Jenderal M Jusuf dan menjadi Panglima TNI pada periode 1983-1988.

Pada 1988, kedekatan Benny dan Soeharto disebut tengah memburuk. Dianggap terlalu banyak melakukan kritik terhadap pemerintahan, ia lalu digantikan oleh Try Sutrisno sebagai Panglima ABRI.

Namun, Soeharto tidak langsung membuang Benny. Ia digeser menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Tak lama, Benny kembali mendapat tuduhan ingin melakukan kudeta terhadap Orde Baru. Pada 1993, jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan dicopot, lalu diberikan kepada Edi Sudrajat.

Setelah itu, Benny memilih vakum dari politik. Kegemilangan karier LB Moerdani mulai berubah total seiring waktu.

Memasuki usia senja, Benny tinggal di kediamannya kawasan Hang Lekir, Jakarta Selatan dengan ditemani istri, anak tunggalnya, dan juga seorang perawat.

Untuk sekadar komunikasi, ia hanya dibantu lonceng karena memang waktu itu hidupnya sudah berada di atas kursi roda. Pada 29 Agustus 2004, Benny meninggal dunia dalam usia ke-71.

Demikian ulasan mengenai perjalanan karier LB Moerdani yang menarik diketahui.

Topik Menarik