Wamenlu Tegaskan Indonesia Tidak Bisa Menerima Relokasi Warga Gaza Palestina

Wamenlu Tegaskan Indonesia Tidak Bisa Menerima Relokasi Warga Gaza Palestina

Nasional | sindonews | Rabu, 22 Januari 2025 - 21:52
share

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Anis Matta menegaskan Indonesia tidak bisa menerima relokasi warga Gaza, Palestina. Sebelumnya, disebut-sebut 2 juta warga Gaza akan direlokasi ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pascakonflik.

Rencana tersebut pertama kali dilaporkan media Amerika Serikat (AS) yang mengatakan pemerintahan Presiden Donald Trump tengah mempertimbangkan rencana relokasi sementara sebagian warga Gaza dari daerah kantong tersebut selama upaya rekonstruksi berlangsung.

Bahkan, Indonesia disebut-sebut menjadi salah satu negara tuan rumah potensial untuk menampung warga Gaza selama relokasi.

"Pada dasarnya kan kita tidak bisa menerima relokasi warga Gaza dari Gaza karena rekonstruksi bukan jadi kendala, bukan jadi alasan untuk melakukan relokasi," tegas Anis Matta di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Anis Matta mengatakan hingga saat ini memang belum ada pembicaraan secara resmi mengenai hal itu. "Tapi pada dasarnya sampai sekarang tidak ada pembicaraan soal itu," tegasnya.

Sebelumnya, Kemlu juga telah merilis bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah memperoleh informasi apa pun, dari siapa pun, maupun rencana apapun terkait relokasi sebagian dari 2 juta penduduk Gaza ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pasca konflik.

"Pemerintah menghindari berspekulasi tentang isu tersebut tanpa adanya informasi yang lebih jelas," tulis Kemlu dalam keterangan resminya.

Indonesia, kata Kemlu, tetap tegas dengan posisi segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima. Upaya untuk mengurangi penduduk Gaza hanya akan mempertahankan pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina dan sejalan dengan strategi yang lebih besar yang bertujuan untuk mengusir orang Palestina dari Gaza.

"Gencatan senjata di Gaza harus menjadi momentum untuk memulai dialog dan negosiasi guna mewujudkan solusi dua negara, sesuai hukum internasional dan parameter internasional yang telah disepakati," paparnya.

Topik Menarik