Profil Jimmy Carter, Mantan Presiden AS yang Sering Dicap Anti-Israel karena Mendukung Hak Palestina

Profil Jimmy Carter, Mantan Presiden AS yang Sering Dicap Anti-Israel karena Mendukung Hak Palestina

Global | sindonews | Senin, 30 Desember 2024 - 18:07
share

Jimmy Carter, Presiden ke-39 Amerika Serikat (AS) meninggal dunia di usia 100 tahun, Minggu (29/12/2024). Dia sebelumnya memang tengah berjuang melawan kanker kulit melanoma yang agresif dan menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dengan pengobatan.

Jimmy Carter sendiri memimpin AS pada periode 1977-1981. Menariknya, dia adalah presiden yang paling lama hidup dalam sejarah Amerika.

Sepanjang hidupnya, Carter sudah dikenal dengan berbagai gebrakannya yang berani. Di antaranya dia pernah menjadi perantara Perjanjian Camp David yang mendamaikan Israel dan Mesir.

Profil Jimmy Carter

James Earl Carter Jr. atau lebih dikenal Jimmy Carter merupakan seorang negarawan dan pekerja kemanusiaan asal Amerika Serikat. Ia juga tercatat sebagai Presiden ke-39 AS yang menjabat periode 1977-1981.

Carter lahir pada 1 Oktober 1924 di kota pertanian kecil Plains, Georgia, Amerika Serikat. Mengutip laman Carter Center, ayahnya yang bernama James Earl Carter Sr. mengambil profesi sebagai petani dan pengusaha. Sementara itu, ibunya yang bernama Lillian Gordy Carter adalah seorang perawat.

Pada catatan pendidikannya, Carter menempuh pendidikan di sekolah umum Plains. Ia kemudian kuliah di Georgia Southwestern College dan Georgia Institute of Technology, serta menerima gelar BS dari United States Naval Academy pada 1946.

Setelahnya, Carter sempat dinas militer dan bergabung ke Angkatan Laut sebagai awak kapal selam. Berpangkat Letnan, ia bertugas di armada Atlantik dan Pasifik.

Carter kemudian mengikuti program kapal selam nuklir setelah dipilih Laksamana Hyman Rickover. Dia lalu ditugaskan ke Schenectady, New York, tempatnya mengambil pekerjaan pascasarjana di Union College dalam teknologi reaktor dan fisika nuklir dan menjabat sebagai perwira senior kru pra-komisioning Seawolf, kapal selam nuklir kedua.

Pada Juli 1946, Carter menikahi Rosalynn Smith. Bahtera rumah tangga mereka dikaruniai tiga putra, yakni John William, James Earl III, Donnel Jeffrey, serta seorang putri bernama Amy Lynn.

Saat ayahnya meninggal pada 1953, Carter keluar dari Angkatan Laut dan pulang ke Georgia. Di sana, dia mengambil alih pertanian dan perusahaan keluarga, Carter's Warehouse.

Menariknya, Carter dengan cepat menjadi pemimpin warga di dewan daerah. Pada 1962, dia memenangkan pemilihan Senat Georgia sebelum akhirnya menjadi gubernur Georgia pada 1972.

Pada 12 Desember 1974, Carter mengumumkan pencalonan sebagai Presiden Amerika Serikat. Dia lalu terpilih sebagai presiden ke-39 AS dari Partai Demokrat pada 2 November 1976.

Sebagai Presiden AS, Carter berhasil membuat banyak pencapaian. Di antaranya menginisiasi perjanjian dagang di Terusan Panama, menyelesaikan negosiasi perjanjian pembatasan nuklir SALT II dengan Uni Soviet hingga memimpin perjanjian perdamaian antara Mesir dan Israel.

Pada kesehariannya, Carter juga rajin menulis. Tercatat, setidaknya ada 32 buku karyanya yang terbit sejak 1975 hingga 2018.

Carter bersama istrinya kemudian mendirikan pusat nirlaba Carter Center yang aktif membahas isu kebijakan publik. Pada 10 Desember 2002, Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Jimmy Carter atas usahanya yang tak kenal lelah selama puluhan tahun untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, dan mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial.

Jimmy Carter Sering Dicap Anti-Israel

Jimmy Carter memang menjadi perantara perjanjian damai bersejarah antara Israel-Mesir. Kendati begitu, dia mendapat status ‘kurang bagus’ di beberapa sudut komunitas Yahudi karena kritiknya terhadap Israel.

Mengutip Haaretz, Carter secara rutin dicap sebagai 'anti-Israel' atas dukungannya terhadap hak-hak kolektif Palestina dan kritiknya terhadap pendudukan. Dia semakin kritis terhadap Tel Aviv yang berpuncak pada penerbitan bukunya tahun 2006 berjudul "Palestine: Peace Not Apartheid."

Kemunculan buku tersebut menyebabkan beberapa pihak di dunia Yahudi menuduh Carter sebagai penganut paham antisemitisme. Sementara pihak lain melihat anggapan tersebut sebagai sesuatu yang mengaburkan jasa-jasa atau warisan Carter untuk Israel di masa lalu.

Sukses mendamaikan Israel-Mesir, Carter memiliki perhatian lain terhadap kebijakan permukiman dan keberadaan Yahudi yang terus berlanjut di wilayah Palestina. Carter dalam sebuah kesempatan mengatakan kepada pers bahwa solusi dua negara hampir tidak mungkin tercapai selama Netanyahu tetap berkuasa di Israel.

Itulah ulasan mengenai profil Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat yang sering dicap anti-Israel.

Topik Menarik