Tragedi di Cirendeu Bukan Hanya Sebuah Cerita Memilukan, tapi juga Peringatan Keras bagi Semua
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai tragedi memilukan yang menimpa sebuah keluarga di Cirendeu, Tangerang Selatan membuka mata semua terhadap berbagai aspek kehidupan yang sering kali luput dari perhatian. Ketiga anggota keluarga yang ditemukan tewas dalam rumah mereka mencerminkan dampak destruktif dari tekanan ekonomi dan jeratan pinjaman online (pinjol).
“Dari peristiwa ini, ada banyak pelajaran penting yang dapat dipetik, baik dari sisi individu, masyarakat, maupun pemerintah. Pinjaman online telah menjadi solusi cepat bagi banyak masyarakat yang membutuhkan dana mendesak. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat ancaman besar berupa bunga tinggi, metode penagihan intimidatif, dan pelanggaran privasi,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/12/2024).
Dalam kasus ini, AF, kepala keluarga, menggunakan data pribadi istrinya, YL, untuk mengakses pinjaman. “Langkah tersebut menunjukkan bagaimana tekanan ekonomi dapat mendorong seseorang mengambil keputusan yang berisiko, bahkan merugikan anggota keluarga,” tuturnya.
Imam-Ririn Unggul 51,7 Persen, Supian-Chandra 39,2 Persen: Survei Voxpol Pilkada Depok 2024
Dia mengatakan, banyak platform pinjaman online tidak mematuhi regulasi yang jelas, sehingga memberikan ruang bagi praktik-praktik yang eksploitatif. Dia menuturkan, penggunaan data pribadi orang lain tanpa izin atau paksaan adalah tindakan yang tidak hanya melanggar privasi, tetapi juga dapat menghancurkan hubungan kepercayaan dalam keluarga.
“Lebih buruk lagi, ancaman penagihan dari debt collector sering kali dilakukan dengan cara yang meresahkan, bahkan menyasar pihak yang tidak terlibat langsung, seperti yang dialami tetangga korban,” imbuhnya.
Menurut dia, salah satu akar dari permasalahan ini adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Dia melihat banyak individu tidak memahami bagaimana mekanisme pinjaman bekerja, termasuk suku bunga, denda keterlambatan, dan risiko jangka panjang dari utang.
Dalam kasus ini, ketidaktahuan dan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat keluarga AF terjebak dalam lingkaran utang. “Peningkatan literasi keuangan harus menjadi prioritas. Program pendidikan tentang pengelolaan keuangan, khususnya dalam menghadapi tawaran pinjaman online, harus diinisiasi oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat,” kata dia.
Di amelanjutkan, literasi ini tidak hanya untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko utang, tetapi juga memberikan alternatif solusi, seperti menabung atau memanfaatkan program pembiayaan mikro yang lebih terjangkau. Selain dampak finansial, lanjut dia, pinjaman online sering kali menimbulkan tekanan psikologis yang berat.
Menurut dia, intimidasi dari penagih utang, ancaman terhadap privasi, dan rasa malu akibat keterlibatan pihak ketiga, seperti tetangga atau kerabat, dapat menghancurkan kesejahteraan mental seseorang. Tragedi di Cirendeu menunjukkan bagaimana tekanan semacam itu bisa berujung pada keputusan tragis.
“Masyarakat sering kali merasa malu atau takut untuk meminta bantuan ketika menghadapi masalah keuangan. Rasa malu ini diperparah oleh stigma sosial terhadap utang. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk membangun jaringan dukungan sosial yang kuat, di mana individu dapat berbicara terbuka tentang masalah mereka tanpa rasa takut dihakimi,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam mengatur dan mengawasi industri pinjaman online. Meskipun telah ada regulasi yang mengatur keberadaan platform ini, kata dia, masih banyak aplikasi ilegal yang beroperasi tanpa izin dan menggunakan praktik bisnis yang merugikan konsumen.
Penegakan hukum terhadap aplikasi pinjaman ilegal dinilai harus menjadi prioritas. Selain itu, perlu ada mekanisme perlindungan yang lebih baik bagi konsumen, seperti penetapan batas maksimum suku bunga, pelarangan metode penagihan yang intimidatif, dan pengawasan ketat terhadap penggunaan data pribadi.
Pemerintah juga dapat mendorong pengembangan lembaga keuangan mikro berbasis komunitas yang menawarkan pinjaman dengan bunga rendah dan tanpa risiko intimidasi. Tragedi ini juga menunjukkan pentingnya peran masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif.
Tetangga dan kerabat sering kali menjadi saksi pertama dari kesulitan yang dialami oleh sebuah keluarga. Dalam kasus ini, tetangga mengetahui keterlibatan keluarga korban dalam pinjaman online, namun tidak ada langkah proaktif yang diambil untuk memberikan bantuan atau mencari solusi bersama.
Dia berpendapat, masyarakat perlu lebih peka terhadap tanda-tanda kesulitan yang dialami oleh orang-orang di sekitarnya. Solidaritas sosial dapat menjadi penopang yang kuat bagi individu atau keluarga yang menghadapi tekanan ekonomi.
Program-program komunitas, seperti koperasi simpan pinjam, dapat menjadi alternatif yang lebih aman dan humanis dibandingkan dengan pinjaman online. “Kehidupan modern sering kali menuntut kita untuk memenuhi standar hidup tertentu, baik melalui konsumsi barang maupun gaya hidup,” katanya.
Ketika tekanan ekonomi datang, banyak yang merasa malu atau tidak mampu untuk menurunkan standar tersebut, sehingga memilih jalan pintas seperti pinjaman online. “Peristiwa ini mengajarkan kita pentingnya menyadari batas kemampuan dan mengutamakan solusi yang berkelanjutan, daripada memilih opsi cepat yang berisiko tinggi,” ucapnya.
Herman Sutrisno Meriahkan HUT ke-60 Golkar, Tegaskan Komitmen untuk Masyarakat Kota Banjar
Lebih lanjut dia mengatakan, ketahanan keuangan tidak hanya berbicara tentang memiliki tabungan, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menghadapi risiko ekonomi tanpa harus terjebak dalam utang yang membahayakan. Edukasi tentang pengelolaan keuangan keluarga, mulai dari merencanakan anggaran hingga memprioritaskan kebutuhan, sangat penting untuk menghindari situasi seperti yang terjadi di Cirendeu.
“Tragedi di Cirendeu bukan hanya sebuah cerita memilukan, tetapi juga peringatan keras bagi kita semua. Jeratan pinjaman online adalah masalah yang kompleks, melibatkan aspek ekonomi, sosial, dan psikologis,” jelasnya.
Dia mengungkapkan untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak: individu, masyarakat, pemerintah, dan sektor keuangan. Peningkatan literasi keuangan, penegakan hukum terhadap praktik pinjaman online ilegal, dan penguatan solidaritas sosial adalah langkah-langkah yang harus segera diambil.
“Kita tidak hanya perlu belajar dari kesalahan, tetapi juga membangun sistem yang lebih baik untuk melindungi mereka yang rentan terhadap tekanan ekonomi. Dengan demikian, tragedi seperti ini tidak lagi terulang di masa depan, dan setiap keluarga dapat hidup dengan rasa aman, bermartabat, dan sejahtera,” pungkasnya.