Ironi Kegagalan Kim Jong-un Tangani Banjir Bandang di Korea Utara

Ironi Kegagalan Kim Jong-un Tangani Banjir Bandang di Korea Utara

Global | sindonews | Minggu, 6 Oktober 2024 - 21:19
share

Hujan deras pada tanggal 27 Juli menyebabkan kenaikan permukaan Sungai Yalu, yang membanjiri seluruh wilayah Sinuiju di Pyeonganbuk-do, Korea Utara.

Media Korea Utara, Rodong Sinmun melaporkan bahwa Kim Jong-un mengumumkan keadaan "darurat" dan mengunjungi wilayah yang dilanda banjir untuk memimpin operasi penyelamatan warga.

Direktur World Institute for North Korea Studies, Chung Eui-sung mengungkapkan hal tersebut dalam rilis yang dikirimkan ke sindonews.com. Menurut dia, di antara foto-foto yang dirilis oleh rezim Korea Utara, foto yang menunjukkan kendaraan yang ditumpangi Kim terendam hingga keempat rodanya menarik perhatian.

Seluruh rumah di wilayah Sinuiju terendam air hingga atap, dan keadaan darurat saat itu tergambar jelas dari foto-foto penyelamatan warga oleh lebih dari 10 helikopter yang bolak-balik melakukan sekitar 20 perjalanan pulang-pergi secara berturut-turut.

‘’Dapat dikatakan bahwa ini sebenarnya adalah pertama kalinya pemimpin tertinggi Korea Utara mengunjungi daerah yang dilanda banjir pada hari terjadinya banjir,’’ ungkap Chung Eui-sung.

Baca Juga: Negara yang Tersisihkan, Korut Bakal Gabung BRICS Tahun Ini?

Tentu saja, pada Agustus 2020, Kim Jong-un pernah mengunjungi lokasi banjir di Hwanghaebuk-do, tetapi kunjungan tersebut tidak dilakukan tepat pada hari terjadinya banjir. Karena itu, inspeksi yang dilakukan pada hari terjadinya banjir sangat tidak biasa.

Chung Eui-sung menjelaskan meskipun ada pandangan bahwa kunjungan Kim Jong-un ke daerah yang dilanda banjir dapat berdampak positif bagi warga Korea Utara, kenyataannya terdapat kritik luas yang menyebut bahwa Kim Jong-un adalah pemimpin yang gagal dalam mencegah kerusakan akibat bencana nasional.

Menurut dia, setiap tahun, Korea Utara mensosialisasikan kegiatan 'penanaman pohon' untuk konservasi hutan dan air sebagai upaya antisipasi kerusakan selama musim hujan, dengan menekankan gerakan nasional. Namun, tidak masuk akal jika penduduk didesak untuk melakukan gerakan semacam ini ketika pemanas di musim dingin tidak terjamin karena kekurangan bahan bakar.

‘’Sering disebutkan bahwa, sejak era Kim Il-sung, pembuatan sawah dan ladang terasering dengan dalih produksi beras untuk keperluan militer sebagai persiapan perang menjadi penyebab terjadinya tanah longsor dan banjir besar, karena pembangunan tersebut dilakukan dengan menebang pohon di pegunungan,’’ papar Chung Eui-sung yang membelot ke Korea Selatan ini.

Kunjungan Kim Jong-un ke daerah yang dilanda banjir merupakan sebuah show untuk menampilkan citra sebagai pemimpin yang baik hati dan mencintai rakyat, namun itu dianggap sebagai langkah yang konyol. Inspeksi yang dilakukan dengan perahu tanpa tujuan jelas dan narasi tentang kendaraannya yang terendam banjir justru memicu reaksi negatif dari warga.

Rodong Sinmun, media Korea Utara, menyatakan bahwa kerusakan akibat banjir disebabkan oleh hujan lebat dari China, secara halus mengalihkan kesalahan kepada China, bukan kepada otoritas Korea Utara. Kim Jong-un juga berusaha mengatasi situasi ini dengan memecat pejabat tinggi, seperti gubernur dan kepala polisi di wilayah banjir, untuk menutupi kegagalan manajemennya sendiri.

Namun, fakta yang jelas adalah bahwa Kim Jong-un harus mengambil tanggung jawab terbesar. Faktanya, semua bencana alam di Korea Utara merupakan bencana buatan manusia. ‘’Lebih tepatnya, ini adalah bencana buatan manusia yang disebabkan oleh Kim Jong-un,’’ ungkap Chung Eui-sung.

‘’Tidakkah dia merasa malu hanya dengan menyalahkan para eksekutif karena gagal mengambil langkah pencegahan yang tepat terhadap kerusakan akibat banjir? Fakta bahwa kerusakan akibat banjir besar terus berulang setiap tahun membuktikan bahwa banjir tersebut tidak dicegah secara sengaja,’’ jelasnya. Menurut Chung Eui-sung, jika saja setengah dari anggaran militer untuk senjata nuklir dan rudal dialokasikan untuk perekonomian, kerusakan akibat banjir tidak akan begitu signifikan, atau bahkan dapat dicegah.

Chung Eui-sung kemudian menceritakan bagaimana buruknya buruknya penanganan banjir di Korea Utara. Ketika warga Korea Utara mendengar ramalan cuaca tentang hujan lebat atau angin topan, mereka tidak bisa tidur nyenyak di malam hari karena khawatir.

Akibat konstruksi yang buruk di mana-mana, bahkan apartemen- apartemen modern pun mengalami kebocoran air dari langit-langit. Selain itu, karena fasilitas drainase yang buruk, air sering meluap ke pintu masuk gedung. Kecelakaan sengatan listrik, baik pada manusia maupun ternak, sering terjadi akibat robohnya tiang listrik.

Karena tidak ada pepohonan di pegunungan, ketika hujan deras turun, sungai meluap dengan cepat dan menghantam desa-desa. Banjir di Sinuiju juga dilaporkan terjadi ketika Sungai Yalu yang meluap tidak bisa mengalir ke laut dan meluap melewati tanggul.

Chung Eui-sung mengungkapkan investasi besar seharusnya diprioritaskan untuk mencegah kerusakan akibat banjir. Namun, kenyataannya meskipun Korea Utara memiliki dana untuk membangun senjata nuklir dan meluncurkan rudal, tapi mereka tidak memiliki anggaran untuk pencegahan bencana alam.

‘’Wajah asli Kim Jong-un terlihat ketika dia menghabiskan anggaran untuk fasilitas propaganda pemujaan keluarga Kim, sementara bersikap acuh tak acuh terhadap pemulihan dan kompensasi atas kerusakan akibat banjir. Ia malah berkonsentrasi pada pemulihan dampak banjir dengan mengambil sumber daya dari daerah lain yang tidak terlalu terdampak,’’ papar pembelot dari Korea Utara ini.

Topik Menarik