Diduga Agen Rahasia, Teman Wanita Bos Telegram Durov Angkat Bicara
Influencer berusia 24 tahun yang ditahan bersama pendiri Telegram Pavel Durov di Paris bulan lalu kembali ke media sosial. Wanita bernama Yulia Vavilova itu memperingatkan para pengikutnya tentang "informasi palsu."
Yulia Vavilova yang menyebut dirinya sebagai pelatih kripto dan streamer yang tinggal di Dubai, berada di dalam jet pribadi Durov ketika mendarat di bandara Le Bourget pada 24 Agustus.
Dia dibebaskan tiga hari kemudian tetapi belum membuat pernyataan publik apa pun hingga saat ini.
"Sahabat-sahabat terkasih, teman-teman baru, dan keluarga, saya bersyukur memiliki kalian dalam hidup saya," tulis dia di Instagram pada hari Jumat (6/9/2024).
"Tingkat dukungan yang saya terima tidak terukur. Saya tidak dapat kembali lebih awal, tetapi saya senang memberi tahu Anda bahwa semuanya baik-baik saja. Ada banyak informasi palsu yang beredar, tetapi itu adalah topik untuk masa mendatang, papar dia.
Vavilova mengilustrasikan unggahan tersebut dengan foto dirinya dan beberapa gambar bergaya kartu pos Paris, termasuk Menara Eiffel, pemandangan Sungai Seine, dan katedral Notre-Dame.
Sebelum penangkapan Durov, Vavilova telah memasang unggahan di media sosial di lokasi yang sama dengan taipan Telegram tersebut, termasuk Kazakhstan, Kirgistan, dan Azerbaijan, serta bagian dalam jet pribadinya.
Namun, baik Vavilova maupun Durov belum membuat pengumuman apa pun tentang kemungkinan hubungan tersebut.
Hal ini memicu spekulasi bahwa Vavilova bisa jadi adalah agen intelijen jenis "honeypot", dengan misi membawa Durov ke Prancis tempat dia dapat ditangkap.
Salah satu teori konspirasi paling populer menyebutkan bahwa dia bekerja untuk Mossad Israel.
Pendiri Telegram tersebut memiliki paspor Rusia, Prancis, Uni Emirat Arab (UEA), dan St. Kitts dan Nevis.
Dia dilaporkan memberi tahu polisi Prancis yang menahannya bahwa dia akan makan malam dengan Presiden Emmanuel Macron, yang dibantah oleh pemimpin Prancis tersebut.
Durov tidak menyebutkan undangan makan malam tersebut, atau Vavilova, dalam komentar publik pertamanya setelah penangkapan tersebut.
Dalam unggahannya di Telegram dan X pada Kamis, dia menggambarkan tuduhan terhadapnya sebagai "mengejutkan" dan "salah arah" karena menggunakan "hukum dari era pra-ponsel pintar untuk mendakwa seorang CEO atas kejahatan yang dilakukan oleh pihak ketiga pada platform yang dikelolanya."
Pihak berwenang Prancis telah mendakwa Durov dengan belasan pelanggaran, mulai dari penolakan untuk bekerja sama dengan pihak berwenang hingga mengelola platform daring yang diduga digunakan oleh kejahatan terorganisasi untuk tindakan ilegal, seperti perdagangan manusia dan pelecehan seksual anak.
Dia dibebaskan dengan jaminan sebesar 5 juta euro (USD5,5 juta) dan dilarang meninggalkan Prancis sambil menunggu proses persidangan.
Durov dan saudaranya membuat Telegram di Rusia pada tahun 2013. Aplikasi tersebut sejak saat itu telah berkembang hingga hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia dan 10 juta pelanggan berbayar.
Telegram menawarkan enkripsi untuk pesan masuk dan keluar, meningkatkan privasi bagi pengirim dan penerima, dan secara umum menolak memberikan data pengguna atau rekaman obrolan kepada penegak hukum.
Durov mengklaim hal ini telah menarik perhatian yang tidak diinginkan dari badan intelijen di seluruh dunia.