Warisan Budaya Takbenda Indonesia Berbasis Pangan Lokal

Warisan Budaya Takbenda Indonesia Berbasis Pangan Lokal

Nasional | sindonews | Jum'at, 28 Juni 2024 - 13:06
share

Nina Wonsela

Pamong Budaya Ahli Madya

Indonesia negara agraris memiliki sumber alam yang melimpah dengan keanekaragam hasil kekayaannya. Pangan lokal sebagai sumber utama dalam kehidupan masyarakat pedesaan, pertanian Indonesia diharapkan mampu bersaing dan menghasilkan komoditas yang handal dan mendunia.

Untuk menjadi aset dan jati diri bangsa, diperlukan upaya pembangunan ketahanan pangan melalui intensifikasi dengan kata lain adalah meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan pertanian. Selain di sektor pertanian Indonesia memiliki sumber hayati yang beragam dapat memperkuat ketahanan pangan lokal.

Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan manusia sehari-hari, keberadaannya menjadi penting sebagai sumber energi dan meningkatkan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Makanan berbasis pangan lokal merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki manusia karena dengan cara penyajiannya, pengelolaannya dan pembuatannya hingga mengkonsumsinya sangat berhubungan dengan berbagai aspek sosial budaya di Masyarakat dalam tatanan sistem sosial, ekonomi, dan nilai budaya.

Ketahanan pangan adalah kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Pada tahun 1943 ketahanan pangan diharapkan mampu menjamin penduduknya memenuhi kebutuhan pangan yang baik dan halal.

Ketersedian pangan juga dapat memenuhi kebutuhan suatu negara dengan potensi dan sumber daya lokal sesuai amanat pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012, diubah undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pemikiran Soekarno sangat relevan terkait pangan, beliau mengatakan “hidup matinya bangsa dan masa depan bangsa”. Kalimat tersebut isi pidato pada peresmian Institut Pertanian Bogor pada 27 April 1952.

Menurut Soekarno Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki kekayaan alam yang melimpah, maka pangan di Indonesia sangat beragam dan cara pengolahannya juga berbeda. Berdasarkan itu pula catatan sejarah merefleksikan kembali gagasan atau ide Soekarno dibantu salah satu istrinya Ibu Hartini menulis buku Mustikarasa tentang makanan tradisional.

Buku Mustikarasa warisan Soekarno, resep makanan ini mempunyai cerita yang panjang, bagaimana cara mendokumentasikan kumpulan resep masakan nusantara melalui catatan dari seluruh Indonesia kecuali papeda makanan dari Papua. Kumpulan resep tersebut sudah terinventarisasi pada masa pergerakan G30SPKI kurang lebih ada 1600 resep.

Kementerian Pertanian dulunya Departemen Pertanian berusaha untuk menerbitkan buku Mustikarasa pada tahun 1967. Pada tahun 2016 JJ Rizal mencetak ulang tanpa mengubah isi aslinya.

Lahirnya buku tentang makanan tradisonal Indonesia dikarenakan krisisnya Indonesia saat itu dilanda masalah pangan, kemudian Soekarno mempunyai gagasan setelah membaca sebuah riset dari FAO badan dunia, untuk pangan.

Berdasarkan pemikiran tersebut Soekarno menulis buku tentang makanan, isi buku tersebut juga menjelaskan masakan tradisional dari warisan leluhur nusantara. Dari masa kemerdekaan, pergerakan sampai kini abad 21 persoalan krisis pangan masih sebuah PR bangsa Indonesia. Kekayaan alam yang dimiliki sungguh melimpah tidak ternilai jumlahnya.

Tumbuhan yang hidup di tanah nusantara memiliki bahan dasar yang mudah di olah oleh masyarakat yang memilikinya. Kearifan local dan tradisi menjadi simbol kekayaan bangsa Indonesia. Seharusnya krisis tidak lagi sebuah ancaman melainkan warisan budaya yang patut dilestarikan dan lindungi keberadaannya.

Masa kini di era Presiden Joko Widodo bicara tentang pangan tidak terlepas dari sumber pertanian dan sumber hayati, permasalahan pangan menjadi isu yang fundamental.

Pada masa pandemi covid 19 krisis pangan melanda dunia, isu berkembang dalam pembicaraan di kalangan elit. Terkait isu tersebut Presiden Joko Widodo mengimbau seluruh jajarannya untuk mengatasi, mengambil kebijakan, dan langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi dan mampu menciptakan inovasi ketahanan pangan lokal menjadi makanan pokok non beras. Ketahanan pangan diharapkan ke depan lebih kuat dan bisa diandalkan.

Informasi dari Kompas pada 15 September 2023, dalam acara Dies Natalis di IPB Bogor, Jokowi mengatakan bahwa 19 negara sudah membatasi ekspor pangan ke Indonesia. Artinya Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam, tanah yang subur seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Sudah saatnya Indonesia bangkit dan menjadi peran utama dalam urusan pangan di dunia. Perlu menjadi perhatian kita bahwa ketahanan pangan non beras bisa diandalkan dan dijadikan bahan makanan pokok seperti papeda.

Masih banyak sumber pangan lain selain padi yang bisa dijadikan makanan pokok seperti pisang, ubi, singkong, jagung dan lain sebagainya. Sumber pangan hewani kita juga kaya akan laut. Warisan budaya takbenda Indonesia terkait pangan lokal non beras perlu dilestarikan keberadaannya.

Papeda memang tidak tercatat dalam Kumpulan resep warisan Soekarno walau kehadirannya sudah ada sejak jaman prasejarah, dibuktikan peninggalan sejarah seperti gerabah dan alat tokok sagu di situs arkeologi di kawasan Danau Sentani Papua.

Namun keberadaannya dan pelestariannya tetap terjaga sampai saat ini. Makanan yang menjadi kearifan lokal wilayah timur mempunyai ciri khas tersendiri yang unik dan beragam.

Diharapkan Indonesia terhindar dari krisis pangan, jika pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat dapat memenuhi aspek ekonomi, sosial, politik dan keamanan, sehingga komoditi pangan sebagai sumber primer menjadi prioritas penting dalam memenuhi kebutuhan pangan Indonesia.

Ketahanan pangan berbasis non beras menjadi pemikiran bersama seperti jagung, sagu, ketela, ubi dan lain sebagainya. Ketahanan pangan saat ini mengkhawatirkan bangsa Indonesia, perlu penanganan serius di semua lapisan masyarakat dan pemerintah.

Definisi ketahanan pangan dari sumber buku food and Agriculture organization 2016, Indonesia and FAO Partnering for Food Security and Sustainable Agricultural Development, bahwa ketahanan pangan adalah kondisi dimana individu di suatu daerah atau desa, menerima akses secara fisik atau ekonomi untuk mendapatkan pangan bagi seluruh keluarga.

Berdasarkan Badan Ketahanan Pangan tahun 2005, bahwa ketersediaan pangan berasal dari dalam negeri dan luar negeri namun lebih diutamakan dari dalam negeri. Kemudian kecukupan individu juga perlu diperhatikan terlepas dari membeli atau produksi sendiri, begitupun kecukupan giji yang paling utama perlu diperhatikan.

Warisan budaya adalah pengetahuan alam semesta, kemahiran tradisional, seni dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ketahanan pangan dalam kehidupan bermasyarakat ada nilai-nilai penting yang dapat kita maknai bisa dilihat dari jenis dan kegunaannya, contohnya makanan untuk upacara adat, upacara kenduri yang mempunyai nilai sakral dalam persembahan tradisi yang dilakukan daerah Masyarakat adat.

Warisan budaya takbenda adalah warisan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi atau seni budaya. Warisan budaya dimiliki oleh masyarakat atau komunitas dan pelaku budaya yang berkembang dari generasi ke generasi dalam suatu tradisi.

Bahkan warisan budaya tak benda di seluruh Indonesia dengan kearifan lokalnya menjadi jatidiri budaya Indonesia. Kearifan lokal yang dimiliki menjadi sumber kekayaan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Warisan budaya takbenda berbasis ketahanan pangan mempunyai potensi dan praktik tradisional yang kini sudah hampir punah, masyarakat diharapkan dapat menghidupkan kembali potensi yang ada, pentingnya kearifan lokal yang tumbuh ditengah masyarakat, guna melestarikan pengetahuan tentang alam, tumbuhtumbuhan yang hidup di sekitar lingkungan dan dapat dijadikan sebagai sumber makanan, sehingga dapat diolah menjadi sumber pangan yang berkelanjutan.

Warisan budaya takbenda erat kaitannya dengan ketahanan pangan yang sedang hangat saat ini, bahkan dalam penetapan warisan budaya tak benda wilayah timur memiliki makanan bubur sagu atau masyarakat mengenalnya Papeda yang sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI) pada tahun 2015 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang Kementerian Pendidkan Riset dan Teknologi.

Kondisi saat ini masih bertahan dan berkembang sampai, Maluku dan Sulawesi. Keberadaannya memiliki sejarah yang panjang dan mempunyai makna filosofis mandalam. Indonesia diharapkan dengan kekayaan alam yang dimiliki dapat mengatasi krisis pangan, warisan budaya Indonesia dengan kearifan lokalnya bisa dijadikan salah satu bentuk pelestarian budaya.

Ketahanan pangan non beras pengganti nasi menjadi icon orang Papua. Sagu ketahanan pangan lokal, menurut masyarakat adat setempat bahwa sagu adalah tanaman yang sakral dan sangat istimewa sehingga setiap panen selalu di gelar upacara adat dan mensyukuri atas nikmat yang di dapat untuk kebutuhan masyarakat lokal.

Papeda atau Papua Penuh Damai adalah makanan tertua di Indonesia bagian timur. Papeda atau bubur sagu mempunyai tekstur yang sangat lembut berwarna putih agak kekuningan disajikan bersama kuah ikan kuning rasanya sangat nikmat. Sagu merupakan tanaman penghasil pati yang mengandung karbohidrat sangat tinggi, kandungan kalori dan gizinya sangat bermanfaat, menjadi bahan pokok pengganti beras oleh orang Papua.

Dalam situasi saat ini makanan sagu memiliki peranan penting dalam mengatasi krisis pangan. Sebagai makanan pokok masyarakat papua, Maluku dan papua Barat, Papeda di sajikan pada acara tertentu, upacara adat, ritual dan tradisi.

Mitologi masyarakat Papua konon katanya sagu itu merupakan jelmaan manusia. Tanaman pohon sagu berdasarkan jenisnya ada dua yang berduri dan tidak berduri, cara dan teknik pengetahuan mereka tentang alam juga mempunyai ciri khas masing-masing antara Suku Sentani dan Suku Moi.

Suku Sentani menebang pohon sagu dengan cara membelah, sedangkan Suku Moi menebang pohon sagu dengan cara horizontal. Keduanya mempunyai metodologi yang berbeda dengan caranya masing-masing.

Topik Menarik