Kasus LPEI, Jimmy Masrin Bakal Patuhi Proses Hukum di KPK
JAKARTA – Komisaris Utama PT Petro Energy (yang saat ini dalam status pailit), Jimmy Masrin, mengungkapkan komitmennya untuk mengikuti seluruh proses hukum dengan transparan dan kooperatif di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, ia meyakini setiap keputusan yang diambil selama menjabat Dewan Komisaris selalu berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan dan itikad yang benar.
"Keputusan yang saya ambil sebagai Komisaris PT Petro Energy adalah langkah korporasi yang sah, tanpa niat merugikan negara atau melakukan tindak pidana korupsi,” kata Jimmy dalam keterangannya, Rabu (26/3/2025).
Saat ini, Jimmy sedang menjalani masa tahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Ia ditahan sejak 20 Maret 2025 terkait penyidikan dugaan korupsi pembiayaan ekspor yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menurut Kuasa hukum Jimmy, Marcella Santoso, tuduhan mengenai kerugian negara senilai USD60 juta tidak memiliki dasar yang kuat. Adapun utang perusahaan telah direstrukturisasi dengan sah melalui Akta Kesepakatan Bersama yang ditandatangani pada 10 Maret 2021.
Restrukturisasi ini melibatkan dua entitas afiliasi, yaitu PT Caturkarsa Megatunggal (PT CM) dan PT Pada Idi (PT PI).
Berdasarkan Surat Keterangan Status Pembayaran Kewajiban dari LPEI, tercatat bahwa pembayaran utang dari kedua entitas tersebut berjalan dengan lancar per 12 Maret 2025, dengan sisa pokok utang yang masih harus dibayar sebesar USD 1.500.000 dari utang awal USD10.000.000 untuk PT CM, dan USD36.989.332,13 dari utang awal USD50.000.000 untuk PT PI.
"Pembayaran masih lancar, sesuai perjanjian. Sebelum penahanan pun masih ada pembayaran tanggal 25 Februari 2025 dan 5 Maret 2025, maka klaim kerugian negara seharusnya tidak relevan,” imbuhnya.
Marcella menambahkan, Jimmy sudah menjalankan tugas pengawasan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas selama menjabat sebagai komisaris. Ketika ditemukan dugaan penyimpangan yang dilakukan direksi, Jimmy segera memerintahkan audit forensik, yang menjadi dasar proses hukum terhadap Direktur Utama perusahaan.
Putusan pengadilan juga telah menyatakan bahwa penyimpangan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Dewan Komisaris. Berbagai dugaan pelanggaran, seperti pemalsuan dokumen, manipulasi laporan keuangan, dan penyalahgunaan dana, semuanya dilakukan oleh direksi tanpa keterlibatan langsung kliennya.
Ia juga menjelaskan bahwa persetujuan yang diberikan oleh Dewan Komisaris terkait pinjaman hanyalah formalitas korporasi dan bukan pengesahan atas tindakan yang melawan hukum. Tim hukum Jimmy merasa bahwa keputusan penahanan ini tidak tepat, mengingat klien mereka telah menunjukkan sikap kooperatif, seperti hadir dalam setiap pemeriksaan, dan tetap menjalankan kewajiban pembayaran kepada LPEI.
"Dengan kerja sama penuh dan itikad baik sejak awal, penahanan seharusnya tidak menjadi langkah yang diperlukan,” ujarnya.
Potensi kerugian negara dalam perkara tersebut semula diperkirakan mencapai Rp988,5 miliar kini telah dikoreksi KPK menjadi Rp846,9 miliar. Ada lima tersangka dalam perkara ini, tiga di antaranya sudah ditahan, yaitu Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.