Polri Buru 2 DPO WN China yang Kendalikan Penipuan SMS BTS Palsu
JAKARTA - Bareskrim Polri memburu dua warga negara China yang mengendalikan penipuan SMS pishing melalui fake BTS (Base Transceiver Station), dengan mengatasnamakan sejumlah bank swasta di Indonesia.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, mereka mengatur dua operator lapangan yang juga merupakan warga negara China lain dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Tentu untuk yang menjadi bos di atasnya ini akan kita cari, sementara kita tetapkan sebagai DPO, terus kita lakukan pencarian terhadap yang bersangkutan," kata Wahyu saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/3/2025).
Awalnya Wahyu menjelaskan, dua operator lapangan itu berinisial XY dan YXC. Mereka bertugas berkeliling di area ramai agar sinyal palsu dapat menjangkau banyak ponsel, dan mengirimkan SMS penipuan.
"Mereka hanya disuruh mutar-mutar saja, semua sistem sudah diatur dari pusat. Bahkan siapa pun bisa melakukannya, karena tidak butuh keahlian teknis khusus," katanya.
Tersangka XY diketahui baru masuk ke Indonesia pada Februari 2025 dan dijanjikan gaji Rp22,5 juta per bulan, sementara YXC dijanjikan gaji Rp21 juga per Minggu. Namun, kata Wahyu, uang tersebut belum diterima hingga saat ini.
Wahyu menjelaskan, kedua tersangka diarahkan dan diajarkan oleh dua orang yang berbeda, yang saat ini telah ditetapkan sebagai DPO. "XY diarahkan dan diajarkan oleh seseorang dengan inisial XL bagaimana cara menggunakan peralatan fake BTS tersebut," katanya.
"Kemudian tersangka kedua adalah YXC dari tahun 2021 sampai 2023, yang bersangkutan sudah sering ke Indonesia, namun menggunakan visa turis hingga pulang balik, yang bersangkutan mengikuti arahan seseorang dengan inisial JGX yang diduga merupakan orang kepercayaan dari pos sindikat penipuan online modus BTS ini," sambungnya.
Wahyu menegaskan bahwa kedua tersangka hanya berperan untuk memancarkan sinyal di keramaian. Sedangkan SMS pishing dikendalikan oleh bos mereka masing-masing.
"Tersangka ini mengetahui fungsi alat tersebut untuk menyebarkan SMS dan menurut pengetahuan tersangka, SMS yang disebarkan adalah SMS dari salah satu bank swasta. Pengiriman SMS tersebut sudah diatur secara otomatis untuk disebarkan melalui alat yang dikendalikan oleh bos tersangka," katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE); UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Serta Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan kejahatan, dengan ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.