Sempat Dimakzulkan, PM Han Duck Soo Kembali Dipulihkan Sebagai Penjabat Presiden Sementara Korsel
SEOUL - Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada Senin, (24/3/2025) mengembalikan kekuasaan Perdana Menteri Han Duck-soo, dalam perubahan terbaru dalam politik Negeri Ginseng yang bergejolak. Han dikembalikan ke penjabat presiden setelah baru-baru ini dimakzulkan
negara yang bergejolak baru-baru ini setelah pemakzulannya sebagai penjabat presiden hampir tiga bulan lalu.
Han mengambil alih jabatan sebagai penjabat pemimpin dari Presiden Yoon Suk Yeol, yang juga dimakzulkan atas deklarasi darurat militernya yang tidak lama berlaku pada Desember. Setelah putusan tersebut, Han segera kembali ke jabatan penjabat presidennya.
"Saya berterima kasih atas keputusan bijaksana yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi," kata Han setelah putusan tersebut, sebagaimana dilansir Reuters.
"Kami akan bekerja sama untuk mempersiapkan dan menerapkan tanggapan terhadap perubahan global, dan untuk memastikan bahwa Korea Selatan terus berkembang dengan baik di era transformasi geopolitik yang hebat," kata Han dalam komentar yang disiarkan televisi.
Deklarasi darurat militer Yoon menjerumuskan ekonomi terbesar keempat di Asia itu ke dalam krisis politik terbesarnya dalam beberapa dekade, dan memicu kekosongan kepemimpinan di tengah meningkatnya pemakzulan, pengunduran diri, dan dakwaan pidana terhadap sejumlah pejabat tinggi.
Sempat Dimakzulkan
Han awalnya menjabat kurang dari dua minggu dan dimakzulkan serta diberhentikan sementara pada 27 Desember setelah berselisih dengan parlemen yang dipimpin oposisi dengan menolak mengangkat tiga hakim lagi ke Mahkamah Konstitusi.
Para hakim di pengadilan memutuskan pada Senin dengan suara tujuh berbanding satu untuk membatalkan pemakzulan tersebut.
Lima dari delapan hakim mengatakan mosi pemakzulan itu sah, tetapi tidak ada cukup alasan untuk memakzulkan Han karena ia tidak melanggar konstitusi atau hukum, menurut pernyataan pengadilan.
Dua hakim memutuskan bahwa mosi pemakzulan terhadap Han, yang saat itu menjabat sebagai penjabat presiden, tidak sah sejak awal karena dua pertiga anggota parlemen tidak meloloskannya.
Seorang hakim agung memilih untuk memakzulkan Han.
Han, 75 tahun, telah menjabat di posisi kepemimpinan selama lebih dari tiga dekade di bawah lima presiden, baik yang konservatif maupun liberal.
Di negara yang terpecah tajam oleh retorika partisan, Han telah dilihat sebagai contoh langka dari seorang pejabat yang kariernya yang beragam melampaui garis partai.
Namun, parlemen yang dipimpin oposisi menuduhnya tidak berbuat cukup banyak untuk menggagalkan keputusan Yoon untuk mengumumkan darurat militer, tuduhan yang dibantahnya.
Menteri Keuangan Choi Sang-mok memangku jabatan sebagai penjabat presiden sementara kasus Yoon dan Han dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Peran dalam Darurat Militer
Parlemen memakzulkan Han atas dugaan perannya dalam darurat militer, serta penolakannya untuk menunjuk lebih banyak hakim agung ke Mahkamah Konstitusi dan mendukung rancangan undang-undang penasihat khusus yang menargetkan Yoon dan Ibu Negara Kim Keon Hee.
Han menghadiri satu-satunya sidang dalam kasus tersebut pada 19 Februari, di mana ia menyangkal adanya peran dalam episode darurat militer dan meminta pengadilan untuk membatalkan pemakzulan tersebut.
Pemberlakuan darurat militer yang tak terduga pada 3 Desember oleh Presiden Yoon dan pergolakan politik yang terjadi setelahnya mengejutka seluruh Korea Selatan. Pada akhirnya darurat militer hanya berlangsung sekitar enam jam setelah anggota parlemen menentang penjagaan keamanan di sekitar parlemen dan memilih untuk menolak deklarasi tersebut.
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemakzulan Yoon diharapkan akan keluar dalam beberapa hari. Yoon juga menghadapi persidangan pidana terpisah atas tuduhan memimpin pemberontakan dengan mengumumkan darurat militer.
Jika Yoon disingkirkan, pemilihan presiden baru akan diadakan dalam waktu 60 hari.