Rute 'Kamuflase' Pasukan Jayakatwang Kediri saat Serang Kerajaan Singasari

Rute 'Kamuflase' Pasukan Jayakatwang Kediri saat Serang Kerajaan Singasari

Nasional | okezone | Minggu, 16 Maret 2025 - 20:30
share

JAKARTA - Aji Jayakatong atau Jayakatwang akhirnya berangkat ke Singasari dan berupaya menyerangnya, usai membaca surat Arya Wiraraja. Surat itu berisikan pancingan dan 'kompor' dari mantan pejabat tinggi istana Singasari, yang dimutasi jadi pejabat di Madura.

Jayakatwang konon menghimpun pasukan dalam jumlah besar dari Gelang-gelang, wilayah yang jadi penguasaan Singasari. Strategi pun disusun sejak di wilayah Kediri, dengan memecah pasukan menjadi dua, utara dan selatan istana. Strategi ini untuk memecah konsentrasi fokus pasukan Singasari, yang sudah tinggal sedikit karena Ekspedisi Melayu.

Pasukan yang menyerang dari jalur utara banyak berbuat kerusakan, sengaja memancing pasukan Tumapel agar keluar meninggalkan ibukota Singhasări. Menurut Kidung Rangga Lawe, pasukan yang mengacau di utara dipimpin oleh Jaran Guyang sebagai senapati, sedangkan menurut Kidung Harşawijaya, pasukan itu dipimpin oleh Raden Sirikan dan Raden Halu.

Jalur utara yang dilewati pasukan pengacau tersebut pada zaman modern kiranya sama dengan Jalan Raya Bangsal-Mojosari-Ngoro-Gempol-Pandaan-Lawang, sebagaimana dikutip dari buku "Pararaton : Biografi Para Raja Singhasari - Majapahit", tulisan Heri Purwanto.

 

Adapun Měměling yang menjadi lokasi pemberhentian pasukan Daha saat ini diperkirakan menjadi Dusun Meling, masuk wilayah Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, yang berjarak sekitar 2 km di sebelah utara Desa Ardimulyo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, dimana perkiraan lokasi istana Singhasäri. 

PadaKidung Harşawijaya disebutkan, bahwa pasukan Daha sebelum tiba di Mëmëling juga melewati Wewēdon. Daerah ini kiranya sama dengan Bukit Wedon yang berada di sebelah barat Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. 

Serangan Aji Jayakatong terhadap ibukota Tumapěl juga dikisahkan dalam Prasasti Kudadu yang dikeluarkan pada awal Majapahit berdiri. Bedanya, prasasti ini menyebut Aji Jayakatong ikut mendatangi Śrī Krtanäga-ra, bukan sekadar mengirim pasukan. 

Prasasti Kudadu dibuat pada tahun 1294, hanya berselang dua tahun setelah kematian Śrī Kertanagara yang menurut Nagarakretägamaterjadi pada tahun 1292. Oleh sebab itu, informasi di dalamnya lebih dapat dipercaya daripada Pararaton yang ditulis ratusan tahun setelah peristiwa berlalu. Aji Jayakatong dalam Prasasti Kudadu disebut dengan nama Śri Jayakatyěng, sedangkan negeri yang ia pimpin bukanlah Daha, melainkan Gelang-Gelang.

Topik Menarik