Soal Amnesti Napi, DPR Soroti Nasib Tahanan Politik
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, mendorong pemerintah lebih menekankan rencana pemberian amnesti, abolisi, atau grasi yang akan diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada tahanan politik daripada narapidana umum.
"Tahanan politik tersebut baik terkait separatisme Papua, penghinaan kepala negara, kasus kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah di masa lalu, dan menyangkut ujaran kebencian di media sosial (UU ITE)," katanya, dikutip Selasa (17/12/202).
Hal ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demokrasi, yang tercantum dalam Asta Cita.
Sugiat, yang merupakan politisi Partai Gerindra, mengaku rencana Kementerian Hukum yang akan menyampaikan ke pimpinan DPR RI untuk memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana itu penting. Namun, kebijakan tersebut harus memiliki prioritas jelas.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini jangan hanya menyasar narapidana umum atau pecandu narkoba, tetapi harus mempertimbangkan kepentingan politik nasional. Memberikan grasi kepada tahanan politik akan menunjukkan kepedulian Presiden Prabowo terhadap penegakan HAM, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.
"Amnesti, abolisi maupun grasi kepada tahanan politik yang masih menggantung, belum SP3, seperti kepada tokoh politik nasional antara lain, Mayjen Purn Kivlan Zen, Alm. Rachmawati Soekarnoputri, Hatta Taliwang dan Jumhur Hidayat perlu segera didalami. Begitu juga pada kasus-kasus lainnya, termasuk pada isu separatisme Papua," imbuhnya.
Kepada Kementerian Hukum dan HAM, pihaknya meminta untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan amnesti ini agar dapat menjadi langkah positif dalam penegakan HAM di Indonesia. Ia berharap langkah ini menjadi pemicu bagi pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.