Alasan Rumah Sakit VIP dan Sekolah Internasional Kena PPN 12
JAKARTA - Alasan rumah sakit VIP dan Sekolah Internasional kena PPN 12. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan PPN 12 berlaku untuk rumah sakit kelas VIP dan jasa pendidikan internasional.
Menurut Sri Mulyani, PPN 12 akan dikenakan pada barang-barang yang dikategorikan mewah, seperti RS kelas VIP dan sekolah internasional yang berbayar mahal. Namun, barang-barang dan jasa yang penting untuk kehidupan sehari-hari, seperti beras, daging, sayur, transportasi, dan kesehatan, tetap akan dibebaskan dari PPN.
“Agar azas gotong royong di mana PPN 12 dikenakan bagi barang yang dikategorikan mewah maka kita akan sisir untuk kelompok harga barang-barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium tersebut seperti RS kelas VIP, pendidikan standar internasional yang berbayar mahal," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi, Senin (16/12/2024).
Dalam bahan paparannya dirincikan, contoh kelompok barang dan jasa mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN lalu mulai tahun depan dikenakan PPN 12, yaitu: PPN atas bahan makan premium di antaranya beras premium, buah-buahan premium, daging premium seperti wagyu dan daging kobe, ikan mahal seperti salmon premium dan tuna premium, dan udang dan crustacea premium seperti king crab; PPN atas jasa pendidikan premium; PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium; Pengenaan PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (VA).
Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, diskon listrik 50, dan lainnya), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.
“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Menkeu.