CCTV Penembakan Aipda Robig Terkuak, Label Tawuran Disebut Rugikan Korban dan Keluarga
SEMARANG – Rekaman CCTV berdurasi 41 detik membuka fakta baru insiden penembakan diduga dilakukan Aipda Robig Zainudin (38) anggota Satuan Resnarkoba Polrestabes Semarang ketika melakukan aksi koboinya.
CCTV memperlihatkan diduga Aipda Robig memberondong Gamma Rizkynata Oktafandy (17) dan beberapa temannya yang sedang melaju di atas sepeda motor. Diduga Aipda Robig tampak menghadang di tengah jalan, tanpa tembakan peringatan langsung menembak ke arah para korban.
Rekaman CCTV ini membuka fakta baru, diduga insiden yang menyebabkan Gamma tewas dan rekannya terluka akibat peluru polisi, berbeda dengan keterangan versi Polri yang menyebutkan terjadi tawuran.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum dari Kantor Hukum Abddurrahman & co, M. Amal Lutfiansyah menyebut Polri harus berani menyampaikan secara terang-benderang peristiwa tindak pidana ini.
“Pertama, kami apresiasi Polri yang melakuan penegakan hukum secara cepat, terduga pelaku sudah ditahan. Namun, yang kedua adalah yang perlu kita kawal bersama, apakah benar kronologi yang disampaikan ini sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan? Karena sebagaimana kita tahu di media massa, ada dualisme fakta, pertama dari pihak Polri sampaikan ada tawuran bahwa ini kreak dan sebagainya. Namun saksi di lapangan, ngomong nggak ada tawuran di TKP itu,” kata Lutfi, sapaannya, saat dihubungi Senin (2/12/2024) malam.
Sehingga, sebutnya, ada pelabelan stigma yang disematkan kepada korban, seolah-olaha dia pelaku tawuran.
“Inilah yang perlu kita uji, apakah benar, kronologi yang disampaikan Polri atau fakta-fakta saksi di lapangan. Jangan sampai ada pengaburan fakta terhadap tindak pidana, lebih-lebih tindak pidananya dilakukan oleh anggota Polri,” lanjutnya.
Dia menyebut, pada peristiwa seperti ini semua kendali ada di tangan Polri, mulai dari Olah TKP, barang bukti, penyampaian kronologis.
“Oleh karena itu, sampaikanlah kronologi yang sebenarnya. Apakah sesuai dengan kejadian? Sehingga di situ kita bisa ketahui bahwa (apakah) ada alasan pembenar atau pemaaf di dalam penegakan hukum tersebut. Nah inilah yang perlu kita uji, nanti muaranya ada di persidangan, berdasarkan alat-alat bukti yang benar, termasuk bukti-bukti digital,” ungkapnya.
Debat Pilgub Jatim Kedua: Calon Gubernur Diuji Soal Keadilan dan Inovasi, Siapa yang Akan Memimpin?
“Karena kalau memang tidak ada alasan pembenar atau pemaaf dalam tindakan tersebut yang dilakukan oleh terduga pelaku, ini menurut saya adalah suatu yang unlawful killing. Pembunuhan di luar proses hukum. Ini yang perlu kita kawal bersama, oleh karena itu Polri juga wajib menyampaikan fakta-fakta, kronologi yang sebenarnya, jangan ada intimidasi terhadap korban atau dari keluarga korban,” lanjut dia.
Pada rangkaian peristiwa tewasnya Gamma itu, pihak keluarga buka suara sehari setelah Gamma tewas, didatangi polisi dan oknum wartawan yang meminta membuatkan video berisi mengikhlaskan kepergian Gamma. Namun, keluarga menolak sebab mereka punya pandangan tersendiri dan meyakini kronologinya tidak seperti yang disampaikan petugas.
Menanggapi hal itu, Lutfi mengatakan jika memang terbukti, bisa juga dikategorikan obstruction of justice.
“Seperti yang saya sampaikan tadi, semua kendalinya kan ada di Polri, artinya mereka ini bisa atau rawan diduga melakukan penyelewengan-penyelewengan fakta, sehingga penegakan hukum tidak sesuai dengan fakta,” jelasnya.
Kejadian ini jika benar tidak sesuai fakta sebagaimana yang disampaikan Polri, sebutnya, tentu akan menyakiti hati keluarga korban. Selain itu, juga pelabelan stigma yang tidak benar jika ternyata kronologi yang disampaikan Polri itu tidak benar.
Lutfi menegaskan, obstruction of justice bisa langsung diusut Polri tanda ada laporan, sebab bukan merupakan delik aduan. “Bisa dilakukan penuntutan tersendiri, karena pengaburan fakta atau kronologi yang tidak sebenarnya itu pun juga merupakan delik tindak pidana. Kita ingat kasus Sambo ada beberapa orang yang melakukan pengaburan fakta dan intervensi pada keluarga Brigadir Joshua, itu juga dikenakan tindakan etik dan pidana. Sehingga ketika ada upaya-upaya seperti ini, ini merupakan delik pidana tersendiri. Sehingga Polri wajib berhati-hati menanganinya,” jelas Lutfi.
Dia menyebut, jika unsur-unsur obstruction of justice sudah mencukupi, polisi wajib mengusutnya.
“Harus profesional, tidak pandang bulu apakah ini dilakukan oleh anggota atau tidak atau masyarakat biasa, wajib untuk ditindaklanjuti oleh kepolisian. Ini momentum Polri di tengah banyaknya tindak pidana yang diduga dilakukan anggota Polri juga hiruk pikuk Pilkada yang juga banyak sorotan kepada Polri, ini merupakan momentum bagi Polri untuk melakukan penegakan hukum yang melibatkan internal anggota,” tandasnya.