SPECIAL REPORT: Mengendalikan Bisnis Narkoba dari Balik Penjara 

SPECIAL REPORT: Mengendalikan Bisnis Narkoba dari Balik Penjara 

Nasional | okezone | Sabtu, 21 September 2024 - 12:02
share

JAKARTA - Berada di balik jeruji besi tak membuat para bandar kelas kakap narkoba berhenti melancarkan aksi kejahatannya. Melalui kaki tangannya, bos narkoba mampu mengendailkan peredasar barang haram dan mencuci uang hasil kejahatannya. 

Di balik jeruji tak menggerus status mereka sebagai miliader karena kemampuannya  mengendalikan operasi peredaran narkotika. Sebagaimana, kasus terbaru yang diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri

Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bos narkoba, Hendra Sabarudin. Polisi merampas aset senilai Rp221 miliar dari jaringan internasional Malaysia-Indonesia bagian tengah tersebut. 

"Dengan nilai total aset mencapai Rp221 Milliar," kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam konferensi pers di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2024. 

Jika ditarik ke belakang, perputaran uang terpidana mati kasus narkoba itu mencapai Rp2,1 triliun. Hitungannya sejak mulai melakukan operasinya pada 2017-2024. Percaya atau tidak, semua kekayaan itu dikumpulkan Hendra dari penjara. 

Dalam menjalankan aksinya, Hendra tidak sendirian. Dalam laporan kepolisian disebutkan ada pembagian tugas dalam jaringan tersebut. HS misalnya bekerja sama dengan Jaringan dengan inisial F (DPO). Tugas F untuk mengedarkan dan memasarkan Narkoba sampai ke tingkat bawah.

Untuk urusan pencucian uang, Hendra dibantu 8 orang: 

  • T, (pengelola uang hasil kejahatan).
  • M A, (pengelola aset hasil kejahatan).
  • S, (pengelola aset hasil kejahatan).
  • CA, (membantu Pencucian Uang).
  • AA, (membantu Pencucian Uang).
  • NMY (Adik AA, membantu Pencucian Uang).
  • RO, (membantu Pencucian Uang dan Upaya Hukum).
  • AY, (Kakak RO, membantu Pencucian Uang dan Upaya Hukum).

Hendra pun seperti menjadi penerus bahkan melebihi pencapaian Freddy Budiman yang mengendalikan narkoba di dalam rutan. Freddy  telah dieksekusi setelah menjadi terpidana mati dalam bisnis peredaran narkotika. Pada tahun 2017, BNN merampas aset miliknya senilai Rp39 miliar dari hasil TPPU. 

Hal serupa juga terjadi dalam jaringan Fredy Pratama yang sampai saat ini masih buron. Meski tak di balik jeruji besi,  beberapa anggota kelompok itu terus beroperasi mencuci uang di dalam bui. Setidaknya, Polri menyita aset TPPU dari jaringan tersebut senilai Rp432,2 miliar. 

Jaringan ini memang tidak bergerak sendiri. Terkadang diketemukan fakta keterlibatan oknum-oknum petugas yang membantu para bos narkoba tersebut. Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengungkapkan, keterlibatan oknum di Lapas memang kerap terjadi dalam tindak pidana narkoba di Indonesia. 

 

Menurutnya perlu ada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), agar tidak mudah tergoda dengan rupiah besar dalam bisnis haram itu. "Selain itu dengan berulang kali muncul keterlibatan oknum Lapas, peningkatan kualitas SDM Lapas juga harus dilakukan," ujar Bambang dikonfirmasi Okezone terpisah, Jumat, 20 September 2024. 

Dalam hal ini, Bambang menuturkan, perlu adanya pemisahan antara narapidana kasus narkoba dengan perkara lainnya. Hal ini untuk memudahkan pengawasan para pelaku maupun bandar narkotika. 

"Ini memang menjadi kendala LP. Idealnya memang Lapas dipisah-pisahkan sesuai kejahatan terpidana sehingga memudahkan kontrol dan pengawasan," tutur Bambang.

Bambang meminta, Polri, BNN maupun instansi penegak hukum lainnya seharusnya menyematkan pasal TPPU dalam tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Hal itu untuk menelusuri aliran dana sehingga dapat memiskinkan pada bandar narkoba beserta jaringannya. 

"Penyelidikan TPPU ini penting untuk mengejar penikmat hasil kejahatan selain pelaku kejahatan narkoba itu sendiri, termasuk siapa yg membantu kejahatan tersebut, oknum Lapas, BNN maupun lainnya," ucap Bambang. 

Plt. Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga mengungkap data bahwa, pihaknya mencatat terdapat 300 ribu warga binaan, 145 ribu diantaranya merupakan narapidana kasus narkoba. 

Ia mengakui bahwa, dari ratusan ribu itu masih ada beberapa napi yang terus bermain dengan bisnis haramnya tersebut. Karena itu, Reynhard juga mengultimatum kepada seluruh petugas Lapas tidak menjadi bagian dari jaringan narkotika di balik jeruji besi. 

"Termasuk pegawai yang juga bermain. Ini temasuk bersih-bersih yang juga bagian dari kerja sama yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman. Jadi sinergi sangat baik, mari kita berantas narkoba di manapun berada," ucap Reynhard belum lama ini. 

 

Kembali ke Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada. Terkait perkara narkoba, pihaknya berkomitmen bakal menjerat seluruh bandar dan pihak yang terlibat dalam peredaran narkotika dengan pasal TPPU. 

Wahyu telah memerintahkan kepada seluruh jajarannya agar tidak hanya menangkap pelaku melainkan juga menyita seluruh aset yang mereka miliki.

"Kami tidak akan pernah berhenti dengan menangkap pelaku dan pengedar narkoba. Kami akan kejar sampai aset-asetnya kami akan kenakan tindak pidana pencucian uang," papar Wahyu dalam keterangannya kepada Okezone, Jumat, 20 September 2024. 

Wahyu mengatakan dengan cara memiskinkan para bandar dan kurir tersebut diharapkan bakal menimbulkan efek jera sekaligus peringatan bagi para pelaku lainnya.

Di sisi lain, dia berharap dengan penerapan pasal TPPU itu juga dapat menekan peredaran narkoba di Indonesia. Pasalnya akan membuat para pelaku untuk berfikir dua kali jika sebelum melakukan tindak pidana penyebaran narkotika.
 
"Kami sudah sampaikan pada seluruh jajaran polri sampai tingkat daerah bahwa setiap pengungkapan kasus narkoba kejar TPPU-nya," tuturnya. 

"Hanya dengan memiskinkan mereka maka Insyaallah kita bisa memberikan perlindungan kepada seluruh masyarakat Indonesia dari bahaya narkoba," tegasnya.

Topik Menarik