11 Fakta Janggal Kematian Afif Maulana Diduga Akibat Disiksa Polisi, Pernyataan Kapolda Sumbar Disorot

11 Fakta Janggal Kematian Afif Maulana Diduga Akibat Disiksa Polisi, Pernyataan Kapolda Sumbar Disorot

Nasional | okezone | Rabu, 3 Juli 2024 - 13:51
share

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mengungkap fakta-fakta janggal kematian pelajar SMP Afif Maulana atau AM (13) yang diduga akibat disiksa oleh polisi pada 9 Juni 2024 di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Selain, AM penyiksaan ini diduga juga menyebabkan 17 korban lainnya mengalami luka-luka.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menemukan beberapa fakta awal dan kejanggalan terkait kasus ini, diantaranya:

Pertama, inkonsistensi oleh Kapolda Sumbar dalam memberikan keterangan. Mulanya Kapolda menyangkal bahwa korban AM termasuk ke dalam 18 orang yang telah ditangkap. "Baru setelah kasus viral, ia menyebutkan bahwa korban AM meninggal akibat benturan akibat meloncat dari jembatan dan luka yang ada di tubuh korban merupakan lebam mayat," tulis rilis yang diterima MNC Portal Indonesia, Rabu (3/7/2024).

 BACA JUGA:

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai dalam menangani kasus dugaan tindak penyiksaan yang berujung kematian ini, pernyataan Kapolda terkait kematian AM tidak didukung oleh adanya analisis forensik dan bukti yang meyakinkan sehingga seringkali mengalami perubahan.

"Pernyataan tersebut pun kemudian diubah ketika pihak keluarga membantah kemungkinan tersebut. Namun pada akhirnya, Polisi menutup kasus dan menyatakan bahwa AM meninggal akibat dari patahnya tulang iga usai jatuh ke sungai," tulisnya.

Kedua, Kepolisian diduga mengaburkan fakta dan kronologi peristiwa. Pada awal kasus ini bermula, Kepolisian telah menyatakan bahwa proses pengamanan terhadap anak dan remaja yang diduga akan melakukan tawuran telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan SOP.

Kemudian terhadap korban AM, Kapolda Sumbar selalu mengarahkan bahwa kematian AM dikarenakan melompat dari jembatan sewaktu proses pengamanan. Padahal tidak ada satu saksi pun yang menyaksikan bahwa korban AM ini melompat. Namun Polda sumbar hanya berfokus kepada keterangan saksi A yang menyebut bahwa korban AM sempat mengajak saksi untuk melompat.

 BACA JUGA:

Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai pasca jenazah korban AM ditemukan, pihak kepolisian juga tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap anak dan remaja yang ditangkap sewaktu kejadian. Pernyataan dari polisi ini juga kemudian berubah kembali menjadi terpeleset dari jembatan.

Ketiga, dokter forensik tidak memberikan berita acara autopsi kepada pihak keluarga. Dalam proses investigasi yang telah dilakukan, pihak keluarga kesulitan untuk mengakses riwayat dari korban AM. Selain itu, keluarga juga tidak diberikan kejelasan mengenai penyebab kematian AM.

Keempat, Penyidik perkara tidak membuka laporan hasil autopsi kepada pihak keluarga. Selain dokter yang menutup-nutupi penyebab kematian korban AM, polisi juga tidak memberikan informasi yang jelas kepada pihak keluarga terkait penyebab kematian korban AM

Kelima, Pengarahan Opini Publik dengan Keterangan Selektif dari Dokter Ahli Forensik. Hasil investigasi menemukan bahwa selain menutup-nutupi penyebab kematian, Dokter Ahli Forensik yang ditunjuk oleh pihak polisi juga telah mengesampingkan kemungkinan penyiksaan sebagai penyebab kematian AM. Selain itu, kami melihat banyak sekali berbagai rincian teknis tentang kedokteran forensik yang tidak relevan dengan kasus kematian AM (smoke-screen)

 BACA JUGA:

Keenam, adanya pernyataan intimidasi dan penyiksaan terhadap para saksi. Bahwa berdasarkan kesaksian yang berhasil didapatkan, salah seorang saksi yang telah diizinkan pulang oleh Polisi mendapatkan ancaman.

"Dalam kesaksiannya, ia menyebutkan bahwa polisi akan menangkap dan menyiksa kembali bagi mereka yang melaporkan peristiwa ini. Ancaman tersebut pun terjadi pada saksi-saksi lainnya sehingga banyak dari saksi dan keluarga yang merasa ketakutan dan tidak aman," tulis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan.

Ketujuh, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai ada upaya ancaman kepada penyebar berita terkait korban. "Dalam konferensi persnya pada 23 Juni 2024, Kapolda Sumbar, Irjen Pol. Suharyono merasa telah diadili oleh media massa (trial by the press) sehingga telah merusak citra kepolisian. Ia mencari orang yang memviralkan informasi terkait korban AM," tulisnya.

Kedelapan, tidak adanya pengamanan di lokasi jenazah korban AM ditemukan. Sejak jenazah korban AM ditemukan, tempat kejadian perkara terus ramai didatangi masyarakat sehingga tidak menutup kemungkinan adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk menghilangkan maupun menghapuskan alat bukti. Baru kemudian, pada 28 Juni 2024 polisi memasangkan garis polisi untuk mengamankan TKP.

Topik Menarik