Kisah Jenderal Kopassus Pimpin Pasukan Naga Menyusup ke Rimba Papua
JAKARTA - Jenderal (Purn) LB Moerdani, atau lebih dikenal dengan Benny Moerdani, mendapat perintah menjalankan Operasi Naga di Irian Barat (Papua) pada 1962. Saat itu, Benny yang berpangkat kapten ditugaskan untuk menggagalkan rencana Belanda yang ingin mendirikan negara boneka.
Saat itu, sebanyak 213 prajurit baret merah Kopassus diterjunkan menggunakan pesawat C-130 Hercules ke Papua. Namun, operasi ini bocor setelah disiarkan oleh radio Australia, sehingga Belanda menghadang pasukan Indonesia.
Benny dan pasukannya harus berhadapan dengan pasukan Belanda serta tantangan alam Papua yang sangat berat. Salah satu pertempuran sengit terjadi pada 28 Juni 1962, ketika dua perahu motor Marinir Belanda menyerang pasukan Benny yang sedang beristirahat di pinggir Sungai Kumbai.
Meski harus bertempur dalam kondisi yang sangat sulit, Benny berhasil membawa senjata, radio dan dokumen penting saat melarikan diri.
Dalam buku "Kopassus untuk Indonesia", disebutkan Benny dan pasukannya berhasil menggagalkan upaya Belanda untuk menyerang mereka meskipun menghadapi kesulitan besar.
"Yang dipakai Benny strategi kucing. Kalau bertempur ya bertempur, kalau tidak kucing-kucingan. Tujuan kami sebagai umpan supaya Belanda memecah konsentrasi di Biak terbukti berhasil," kata Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi atau Ben Mboi yang ikut dalam Operasi Naga tersebut.
Pertempuran sengit antara pasukan Indonesia dan Belanda berlanjut. Bahkan Belanda memasang pamflet dengan hadiah 500 gulden untuk siapa saja yang bisa menangkap Benny hidup atau mati.
"Sebanyak 500 gulden untuk informasi atau menangkap keduanya hidup atau mati," katanya.
Namun, usaha Belanda untuk menangkap Benny terus gagal. Pada akhirnya, gencatan senjata tercapai. Pada 17 Agustus 1962, Benny dan pasukannya dijamu makan di markas Marinir Belanda di Merauke.
Benny terkejut ketika menemukan jaketnya yang telah disita oleh tentara Belanda dipajang di dinding markas, bahkan dijadikan sasaran lemparan pisau. Jaket itu ternyata menjadi simbol kekesalan tentara Belanda yang tak kunjung berhasil menangkapnya. Salah satu tentara Belanda, Jan Willem de Leeuw, bahkan mengakui keberanian Benny.
"Selain profesional sebagai tentara, Benny juga negosiator ulung," ujarnya mengenang pertemuan pertama mereka di Papua.
Keberhasilan dalam Operasi Naga membuat Benny dihargai dengan kenaikan pangkat luar biasa dan dianugerahi bintang sakti oleh Presiden Soeharto.
Meskipun Benny tidak pernah menjabat sebagai Pangdam atau Komandan Korem, Presiden Soeharto sempat mempertimbangkan untuk mengangkatnya sebagai Panglima ABRI, mengingat prestasinya di medan tempur.
Benny Moerdani dikenang sebagai sosok pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah militer Indonesia.
Sebagai bentuk penghormatan, sebuah patung yang menggambarkan Benny dengan parasut tergulung di pundaknya didirikan pada 1987 di Kampung Kuprik, Distrik Tanah Miring, sekitar 30 km dari Merauke.