Jaringan Sebaran Islam di Malang Raya, dari Era Walisongo hingga Peperangan Melawan Belanda

Jaringan Sebaran Islam di Malang Raya, dari Era Walisongo hingga Peperangan Melawan Belanda

Nasional | okezone | Senin, 7 April 2025 - 21:05
share

MALANG - Penyebaran agama Islam di Malang raya tak bisa dilepaskan dari beberapa jaringan, mulai interaksi dengan Wali Songo, Mataram, hingga peperangan melawan Belanda. Penyebaran itu berkembang sejak abad 16 hingga abad 19 pasca mulai runtuhnya kerajaan Hindu Buddha di Pulau Jawa.

Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), Najib Jauhari mengatakan, dari jaringan Wali Songo misalnya, memang belum ditemukan interaksi beberapa orang dengan Sunan Ampel di Malang raya. Tapi ada beberapa pedagang dan tokoh Islam yang hidup sezaman dengan Maulana Malik Ibrahim, nama asli Sunan Ampel.

"Ada yang masih sezaman dengan Wali songo, di Ngantang itu periode awal cuma nisan satu saja. Nisan satu saja, ada makamnya, makam tertua abad 15," ucap Najib Jauhari, dikonfirmasi MNC Portal.

Menurutnya, batu nisan yang ternyata identik dengan makam Mbah Sentana di Dukuh Gagar, Desa Pandanreja, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, itu menjadi bukti adanya pemeluk agama Islam pada abad 15 Masehi di Malang raya. Tapi secara teori belum ditemukan makam - makam lain dari sosok seorang tersebut.

"Di Malang Selatan ada makam juga, di Sengguruh selatan Kepanjen, ada dua makam, karena jelas kalau masa pra Islam belum mengenal pemakaman," ucapnya.

 

Dua makam yang teridentifikasi sebagai Islam ini tak jauh dari era Kerajaan Majapahit akhir hingga awal abad 16-an. Setelah era Islam dipengaruhi oleh jaringan dari Kesultanan Mataram Islam dan bekas laskar Pangeran Diponegoro. 

Pada bekas laskar Pangeran Diponegoro misalnya, yang tertua dan menjadi masjid pertama di Malang raya berada di daerah Bungkuk, yang kini masuk Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Kiai Hamimuddin menjadi perwira dari eks pasukan Pangeran Diponegoro yang berperang melawan Belanda di Perang Jawa.

"Mbah Hamimuddin, asalnya dari Purworejo, pasukannya Pangeran Diponegoro, di sana menantu Mbah Thohir, jaringan Mbah Thohir itu Bangil, Bangil sanadnya nyambungnya ke boto putih, boto putih Selo putih ya di Ampel sana di Sunan Ampel sanadnya," jelasnya.

 

Selain eks laskar Pangeran Diponegoro, eks pasukan Sultan Hasanuddin dari Makassar ternyata mempengaruhi penyebaran Islam di Malang. Sosok Kaerong Galesong juga menyebarkan agama Islam sambil memberikan perlawanan ke Belanda. 

"Kalau Karaeng Galesong itu abad 17, dia anaknya Sultan Hasanuddin dari Makassar. Bapaknya kalah perang, anaknya izin ke bapaknya berperang ke Jawa Timur membantu Untung Suropati. Bergabung ke pasukan Untung Suropati, Pasuruan," jelasnya.

Untung Suropati dan jaringan Kesultanan Mataram Islam sendiri tak bisa dilepaskan dari pengaruh Islam di Malang. Di Kota Malang mengenal Ki Ageng Gribig yang konon berasal dari Kesultanan Mataram meski sebenarnya nama itu teridentifikasi bukanlah nama seseorang melainkan seperti nama gelar.

"Kalau Gribig itu yang terbesar justru di Klaten, Ada Ki Ageng Gribig 1, Gribig 2, Gribig 3, itu ternyata nama gelar raja. Kalau di babad Jawa ada Brawijaya 1, 2, atau kalau sekarang Hamengkubuwono 1, 2, 3 dan seterusnya," ungkap dia.

Dosen pada Program Studi (Prodi) Sejarah UM ini menerangkan, bila fokusnya ke Ki Ageng Gribig maka ada jaringan kesultanan Islam baik dari Cirebon dan Banten di sana. Dimana ketika dinasabkan beberapa petinggi kesultanan Islam baik dari Mataram juga belajar Islam dari Termas, di Pacitan.

Topik Menarik