Sidang Pengkondisian Vonis Ronnald Tannur, Ahli: Tak Dissenting Opinion Bukan Berarti Terlibat Suap
JAKARTA - Hakim yang tak menyatakan dissenting opinion dalam menjatuhkan putusan perkara tidak bisa langsung disimpulkan sebagai dasar keterlibatan penerimaan suap.
Hal itu sebagaimana disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair), Nur Basuki Minarno saat menjadi saksi ahli dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Dalam sidang tersebut, duduk sebagai terdakwa Heru Hanindyo yang merupakan satu dari tiga pihak yang dimintai pertanggungjawaban.
"Jadi tidak bisa dengan putusan itu bulat, tidak ada dissenting opinion dianggap orang yang tidak menerima suap itu dianggap turut serta melakukan perbuatan suap, tidak bisa seperti itu," kata Basuki di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Basuki menjelaskan, mesti ada beberapa unsur untuk membuktikan keterlibatannya. Ia mencontohkan adanya meeting of minds serta kerjasama secara fisik di dalam melaksanakan perbuatan.
Basuki menjelaskan, dalam konteks penerimaan suap, unsur meeting of mind yakni adanya dorongan pemberian uang atau suap.
"Kalau mereka yang memutus yang kebetulan sama pendapatnya anggota yang lain tidak bisa serta merta yang tidak menerima itu dianggap sebagai pihak yang menerima, karena berangkatnya berbeda, ini berangkatnya karena suap, ini berangkatnya karena sesuai fakta hukum yang ada," ujarnya.
Basuki melanjutkan, mengenai hal-hal yang dapat menjadi tolok ukur dalam melihat putusan hakim terpengaruh sesuatu. Ia menyebutkan, salah satunya yakni putusan tersebut tak berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Artinya tidak dilihatnya fakta-fakta yang terungkap di persidangan itu karena dipengaruhi adanya suap. Jadi yang paling mudah itu tadi," ucapnya.
Sebelumnya, tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, didakwa menerima suap sebanyak R1 miliar dan SGD308 ribu. Hal itu sebagaimana disampaikan Jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Terdakwa Heru Hanindyo, Mangapul, dan Erintuah Damanik.
Adapun, surat dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 24 esember 2024. "Yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000 dan SGD308.000," kata Jaksa di ruang sidang.
Dalam surat dakwaan disebutkan, uang yang diterima para tiga Terdakwa tersebut diberikan oleh Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Dijelaskan, Meirizka dan Lisa menyerahkan uang tunai SGD48 ribu kepada Erintuah Damanik. Selanjutnya, dua orang tersebut kembali memberikan uang tunai dalam mata uang Singapura sebanyak SGD140 ribu yang dibagikan kepada tiga terdakwa.
"Pembagian masing-masing terdakwa Erintuah Damanik sebesar SGD38 ribu, Mangapul SGD36 ribu, dan Heru Hanindyo sebesar SGD36 ribu," ungkap Jaksa.
"Dan sisanya sebesar SGD30 ribu disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik," sambungnya.
Selanjutnya, penerimaan Rp1 miliar dan SGD120 ribu yang diberikan Meirizka dan Lisa kepada Heru Hanindyo. Uang tersebut, ditujukan untuk vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
"Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah mengetahui uang yang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum," ujarnya.
Atas perbuatannya, tiga Terdakwa disangkakan Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.