Skandal Baru Sertifikat Halal, MUI Tegaskan Tuyul, Tuak dan Miras Lainnya Tidak Halal

Skandal Baru Sertifikat Halal, MUI Tegaskan Tuyul, Tuak dan Miras Lainnya Tidak Halal

Nasional | medan.inews.id | Selasa, 1 Oktober 2024 - 11:40
share

JAKARTA, iNewsMedan.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali dihadapkan pada kasus yang menghebohkan terkait sertifikat halal. Kali ini, beredar informasi bahwa produk-produk dengan nama yang mengacu pada minuman beralkohol seperti 'tuyul', 'tuak', 'beer' dan 'wine' justru mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Menanggapi isu tersebut, MUI telah melakukan investigasi mendalam dan memastikan bahwa informasi tersebut benar adanya. "Penetapan halal terhadap produk-produk tersebut menyalahi Standar Fatwa MUI, juga tidak melalui Komisi Fatwa MUI. Karena itu MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut," tegas Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Asrorun Niam Sholeh saat memimpin pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid di Kantor MUI pada Senin sore, (30/9/2024).

Berdasarkan hasil investigasi, MUI menemukan bahwa sertifikat halal untuk produk-produk tersebut diperoleh melalui jalur self declare tanpa melalui audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan tanpa melibatkan Komisi Fatwa MUI dalam proses penetapannya. Hal ini jelas bertentangan dengan prosedur yang telah ditetapkan.

MUI akan segera berkoordinasi dengan BPJPH untuk mencari solusi atas permasalahan ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Prof. Niam menekankan bahwa penetapan suatu produk sebagai halal harus mengacu pada standar halal yang ditetapkan oleh MUI.

"Saya akan segera komunikasi dengan teman-teman Kemenag, khususnya BPJPH untuk mendiskusikan masalah ini," tegasnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Fikih ini menyatakan, sesuai dengan ketentuan dalam sertifikasi halal, penetapan kehalalan produk harus mengacu pada standar halal yang ditetapkan oleh MUI.

"Sementara penerbitan Sertifikat Halal terhadap produk-produk tersebut, tidak melalui MUI dan menyalahi fatwa MUI tentang standar halal," ujarnya.

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat mengenai kredibilitas sertifikasi halal. Masyarakat menjadi ragu terhadap produk-produk yang telah bersertifikat halal, terutama jika nama produknya mengundang pertanyaan.

Kejadian ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap proses sertifikasi halal. Semua pihak terkait, termasuk BPJPH dan produsen, harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran benar-benar memenuhi syarat halal.

Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan teliti dalam memilih produk. Selain melihat sertifikat halal, konsumen juga perlu memperhatikan nama produk dan komposisi bahan. Jika ragu, konsumen dapat menghubungi lembaga sertifikasi halal untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Skandal sertifikat halal ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menjaga integritas dan kredibilitas sistem sertifikasi halal di Indonesia. MUI berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dan menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan kualitas pengawasan terhadap produk-produk halal di masa mendatang.

Topik Menarik