Profil Low Tuck Kwong, Raja Batu Bara Berharta Rp452 Triliun
JAKARTA, iNews.id - Profil Low Tuck Kwong menarik untuk diulas. Pria yang dikenal dengan julukan Raja Batu Bara ini merupakan orang terkaya di Indonesia menurut Forbes.
Menurut laporan Forbes, kekayaan bersih Low Tuck Kwong mencapai 27,4 miliar dolar AS atau setara Rp452,1 triliun. Selain tambang batu bara, kekayaannya berasal dari sektor konstruksi, energi terbarukan, telekomunikasi, hospitality, dan kebun binatang.
Profil Low Tuck Kwong
Low Tuck Kwong lahir pada 17 April 1958 di Singapura. Ayahnya bermigrasi dari Guangzhou, China ke Singapura saat dia berusia 3 tahun. Lalu, sang ayah merintis perusahaan konstruksi sipil bernama Sum Cheong.
Saat usianya menginjak 14 tahun, Low mulai membantu bisnis ayahnya. Hal itu dia lakukan setelah pulang sekolah. Pada akhirnya Sum Cheong menjadi perusahaa sukses di Singapura dan Malaysia.
Meski begitu, dia tidak berencana melanjukan perusahaan peninggalan sang ayah. Low ingin sukses dengan usahanya sendiri. Pada saat itu lah dia melihat Indonesia sebagai peluang besar untuk mengembangkan usahanya.
Melansir Forbes, Low Tuck Kwong mendapatkan proyek perdananya pada tahun 1973 atau tepat saat dia berusia 25 tahun. Proyek tersebut adalah melakukan pekerjaan dasar untuk pabrik es krim di Ancol, Jakarta Utara.
Low menyebut bahwa pihaknya merupakan kontraktor pertama yang menggunakan palu diesel untuk pemancangan demi mempercepat pekerjaan.
Dia mengaku mendapat terobosan besar saat menjalankan tugasnya dan merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Liem Sioe Liong, pendiri Grup Salim. Pasalnya, pertemuan tersebut membawa Low bekerja sama dengan Liem dan putra bungsunya, Anthoni Salim.
Selain bermitra dengan Grup Salim, Low juga menggandeng anak perusahaan Pembangunan Jaya, Jaya Steel untuk mendirikan Jaya Sumpiles Indonesia. Awalnya kepemilikan saham berimbang 50:50, namun Low mengakusisi semua saham perusahaan tersebut.
Pada 1987, Low memutuskan memasuki bisnis kontraktor batu bara, yang pada saat itu industrinya di Tanah Air sedang tumbuh. Jaya Sumpiles menggandeng beberapa penambang untuk melakukan pemindahan, penambangan, dan pengangkutan lapisan penutup.
Setelah memiliki pengalaman yang cukup di industri batu bara dan memiliki kewarganegaraan Indonesia, pada November 1997, Low membeli konsesi pertamanya, yakni Gunungbayan Pratamacoal di Kalimantan Timur.
Produksi perdana dimulai pada 1998, bertepatan dengan krisis ekonomi di Asia. Pengiriman pertama batu bara justru mencatatkan kerugian 3 dolar AS per ton karena merosotnya harga komoditas tersebut.
"Perjalanan kami tidak mudah sejak awal. Orang-orang menertawakan kami (karena membeli tambang). Mereka bilang kami gila," uca Low.
Mendirikan Bayan Resources
Seiring berjalannya waktu, keputusannya melakukan bisnis tersebut tidak salah dan justru berkembang dan menguntungkan. Low kemudian mendapatkan konsesi dan saham mayoritas di Dermaga Perkasapratama, operator Terminal Batu Bara Balikpapan, salah satu yang terbesar di Indonesia, dengan kapasitas stockpile 1,5 juta ton atau 24 juta ton per tahun dan dapat diperpanjang.
Pada 2004, Low memutuskan mengonsolidasikan asetnya dan mendirikan Bayan Resources. Nama perusahaannya diambil dari nama kabupaten setempat. Empat tahun setelahnya, Bayan mencatatkan saham atau listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Adapun dana hasil IPO digunakan untuk mengembangkan konsesi, termasuk yang ada di Tabang, yang kini terdiri dari 12 izin pertambangan seluas 34.715 hektare, hampir separuh luas Singapura.
Area ini mengandung batu bara sub-bituminous rendah abu dan belerang rendah dengan nilai kalori yang paling cocok untuk pembangkit listrik bertenaga batu bara. Polusinya relatif lebih sedikit dibandingkan jenis batu bara lainnya.
Meski memiliki bisnis energi terbarukan, Low menyebut akan tetap fokus pada bisnis utamanya, tambang batu bara. Diketahui, Bayan telah membangun banyak infrastruktur di Kalimantan Timur untuk menggali dan mengangkut jutaan ton batu bara.
Punya Kebun Binatang Pribadi
Tidak hanya itu, Low juga mendirikan kebun binatang pribadi, yang telah dirintis sejak akhir 1990-an. Alasannya mendirikan kebun binatang setelah melihat banyak hewan liar kehilangan habitatnya akibat penambangan dan budi daya perkebunan, sehingga berkeliaran ke desa-desa di dekat tambangnya.
Pada akhirnya Low berupaya untuk mendapatkan izin konservasi dan meningkatkannya menjadi seperti sekarang. Terdapat lebih dari 200 spesies burung dan hewan di kebun binatang Low. Di sekeliling kandang burung seluas dua hektare, terdapat jaring setinggi 32 meter.
Tak hanya burung, kebun binatang ini juga memiliki bermacam-macam hewan, seperti harimau, rusa, buaya, kura-kura raksasa, alpaka, dan kuda. Selain mengelola kebun binatang secara profesional, konglomerat ini juga mempekerjakan orang di wilayah sekitar dan melatihnya untuk merawat hewan.
Selain hewan, Low juga menanam berbagai jenis tumbuhan dan pohon di areal konsesi Tabang, yang berada 180 kilometer (km) barat laut Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur.
Hibahkan Saham BYAN ke Anak
Pada 2024, Low Tuck Kwong menghibahkan 22 persen saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) ke putrinya, Elaine Low. Hal ini diketahui dari penjelasan manajemen BYAN ke Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait transaksi di pasar negosiasi mencapai Rp101 triliun pada 28 Agustus 2024.
Sekretaris Perusahaan Bayan Resources Jenny Quantero mengatakan, transaksi negosiasi Rp101 triliun atas saham BYAN dilatarbelakangi hubungan keluarga antara orang tua dengan anak. Adapun, Low merupakan pemegang saham utama dan pengendali BYAN.
"Dato' Low Tuck Kwong sebagai ayah berkeinginan untuk mengalihkan (menghibahkan) sebagian saham-sahamnya kepada anaknya yang bernama Elaine Low dengan tujuan perencanaan suksesi jangka panjang keluarga," kata Jenny.
Dia menjelaskan, dalam transaksi tersebut, Low Tuck Kwong bertindak sebagai pihak yang mengalihkan saham miliknya sebanyak 7.333.333.700 saham atau sebesar 22 persen kepada putrinya, Elaine Low.
Dengan adanya pengalihan saham tersebut, maka jumlah kepemilikan saham Low Tuck Kwong di BYAN berubah dari 20.716.816.570 saham menjadi 13.383.482.870, atau dari 62,15 persen menjadi 40,15 persen.
Meski begitu, Low tetap menjadi pemegang saham utama dan pengendali Bayan karena Elaine akan menggunakan seluruh hak suaranya atas semua saham yang dimiliki sesuai keinginan ayahnya.
Demikian ulasan profil Low Tuck Kwong, pria yang dijuluki sebagai Raja Batu Bara sekaligus orang terkaya di Indonesia.